0


MEDAN | GLOBAL SUMUT.COM - Sidang lanjutan perkara korupsi beraroma suap terkait seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Pemkab Langkat 2023 di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan, Senin sore (28/4/2025) berlangsung alot.

Semula tim JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menghadirkan 8 saksi sekaligus. 

Namun tim penasihat hukum terdakwa Dr H Saiful Abdi selaku Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Langkat memohon agar majelis hakim diketuai Achmad Ukayat agar

Asniwati dan Dian Noviandra, ibu dan anak yang ikut seleksi PPPK Langkat diperiksa bergantian.

Dua jam lebih ibu dan anak tersebut dimintai keterangan dan tiga fakta menarik diungkap tim penasihat hukum (PH) terdakwa dimotori Jonson Sibarani di persidangan.

Pertama, saksi Dian Novrianda -kerap disapa: Nanda Wasit- mengaku ada memberikan uang cash pecahan Rp100 ribu sebesar Rp15 juta yang dimasukkannya ke dalam amplop kepada terdakwa. Namun tak ada seorang pun yang menyaksikannya.

“Ada tiga kali ke rumah terdakwa. Pertama dengan orang tua (Asniwati), kedua sendirian, ketiga sama orang tua. Waktu menyerahkan uang pada pertemuan kedua di rumah terdakwa. Sisanya setelah pengumuman lulus. Orang tua gak tahu. Saya kasih tahu dua atau tiga hari kemudian,” katanya.

Ketika dicecar Jonson Sibarani didampingi anggota tim PH Togar Lubis, saksi mengaku tidak ada orang lain yang menyaksikan saat dia meletakkan amplop berisi uang di atas sofa persisnya di samping terdakwa. Uang tersebut dipinjam saksi dari abang iparnya, Halim.

Saat mengikuti ujian metode menggunakan bantuan komputer atau Computer Assisted Test (CAT) saksi mengaku lulus karena mendapatkan nilai 556. Namun pada Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) nilainya turun menjadi 521,5 alias tidak lulus

Ketika dikonfrontir Achmad Ukayat didampingi hakim anggota M Nazir dan Jusmi Tamrin  terdakwa H Saiful Abdi dengan tegas membantah ada terima uang dari saksi Dian Noviandra.

Fakta kedua, justru Dian Novrianda dan ibunya, Asniwati waktu itu menjabat sebagai Kepala SD Negeri Tanjung Beringin yang ‘ngebet’ minta-minta tolong ke terdakwa selaku anggota Panitia Seleksi (Pansel) agar Dian Novrianda bisa diurus lulus seleksi PPTK Tahun 2023. 

Saksi yang merupakan ibu dan anak tersebut juga membenarkan bahwa permintaan tolong mereka , tidak digubris terdakwa. “Nantilah dibicarakan. Saya masih banyak uang. Saya gak perlu uang,” kata kedua saksi secara terpisah menirukan ucapan terdakwa.

Selain itu, terdakwa ketika bertemu dengan kedua saksi menegaskan, posisinya hanya sebagai Pansel. Tidak punya kewenangan menentukan siapa yang lulus atau tidak.

Saat dikonfrontir hakim ketua, terdakwa membantah keterangan saksi Asniwati tentang statemennya menjadikan Dian Noviandra prioritas untuk diluluskan. Melainkan prioritas diberikan nilai tinggi pada seleksi CAT.

Kembalikan Uang

Fakta menarik ketiga yang digali tim PH terdakwa, bagaimana bisa kedua saksi yang mengaku hidup terbilang sederhana namun tidak ‘ngebet’ agar mantan orang nomor di Disdik Langkat itu mengembalikan uang Rp15 juta?

“Bagi saya uang Rp15 juta besar lo pak. Tapi menurut anak saya, dia pernah meminta pak kadis mengembalikan uangnya tapi gak diakui pak kadis,” katanya menjawab cecaran pertanyaan Jonson Sibarani. 

Diberitakan sebelumnya, Saiful Abdi dan Eka Syahputra Depari selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten didakwa melakukan tindak pidana korupsi berbau suap bersama tiga lainnya. 

Yakni Kepala Seksi (Kasi) Kesiswaan Bidang Sekolah Dasar (SD) Alek Sander, serta dua kepala sekolah di Langkat yakni Awaluddin dan Rohayu Ningsih (juga berkas penuntutan terpisah).

Kelima terdakwa dijerat dengan dakwaan alternatif kesati,  Pasal 12 Huruf e UU Nomor 31 Tahun Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Atau kedua, Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (Ind)

Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama

Posting Komentar

Top