Sejumlah wartawan berusaha mewawancarai korban tindak pidana kesusilaan di PN Medan, Kamis (16/7) |
Pencideraan dengan cara memberitakan materi sidang tertutup itu kepada publik, sehingga terdakwa maupun korban terbebani dan melanggar pasal 153 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sidang kejahatan kesusilaan digelar tertutup karena kemungkinan menyangkut hal-hal yang bersifat privasi, sensitif, dan tidak pantas diketahui oleh publik, khususnya anak-anak.
Hal itu disampaikan Pemerhati Hukum Hotbiner Silaen, Kamis (16/7) menanggapi pemberitaan media terkait sidang tertutup tindak pidana kesusilaan.
“Maknanya sidang tertutup untuk umum itu jangan dipublikasi ke umum juga. Wartawan tidak boleh mempublikasikan materi dalam persidangan kepada publik. Atas dasar pertimbangan tersebut maka mestinya pihak-pihak baik hakim, pengacara, maupun yang lain tidak mempublish kepada umum agar kepentingan yang hendak dilindungi dalam proses persidangan itu benar-benar rahasia, namun walaupun rahasia prosesnya juga harus objektif,” tambahnya.
Hotbiner Silaen, juga menjelaskan bahwa masing-masing pihak juga harus paham bahwa tujuan dari sidang tertutup agar tidak memberi stigma kepada anak-anak tetapi juga terkait dengan perbuatan yang memalukan.
“Itu menimbulkan rasa malu dalam konteks publik atau dengan kata lain melanggar kesusilaan publik. Nah, itulah yang membuat tidak boleh terbuka untuk umum makna luasnya seperti itu,” jelasnya.
Lebih lanjut, Pemerhati Hukum itu menegaskan bukan hanya para pihak, wartawan juga harus memahami definisi sidang tertutup ini dengan tidak memberitakan secara detail sidang kepada umum.
“Tapi intinya disebutkan bahwa walaupun tertutup umum itu tidak berarti bahwa sidang itu ‘ecek-ecek’. Tetap profesional, tetap proses pembuktiannya tunduk pada proses yang berlaku. Demi kepentingan anak dan kepentingan susila publik, jadi tidak dipublikasi,” tegasnya.
Koordinator Wilayah Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI) Sumut Gandi Parapat berpendapat bahwa persidangan tertutup tidak hanya berarti melarang masyarakat umum melihat dan mendengar proses persidangan, tetapi juga para pihak tak boleh mengekspose.
Gandi Parapat berpendapat bahwa materi persidangan merupakan rahasia jabatan, sehingga sudah otomatis materi yang berkaitan dengan sidang tertutup untuk umum tidak boleh disampaikan ke publik.
“Itu bagian dari rahasia jabatan seorang jaksa, advokat, hakim,” tegasnya.
Semua pihak harus menghormati proses hukum di persidangan baik Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) pengacara, jaksa, hakim, lembaga sosial masyarakat (LSM), polisi yang melakukan penyidikan dan lembaga lain sebagai pemerhati tindak pidana kesusilaan diharapkan menghormati sidang tertutup tanpa mempublish materi sidangnya.(rs)
Posting Komentar
Posting Komentar