Anggota Komisi VII DPR RI, Nasyirul Falah Amru saat RDP dengan Dirut PGN beserta jajaran, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2020). |
JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Anggota Komisi VII DPR RI, Nasyirul Falah Amru mempertanyakan kepada PT Perusahaan Gas Negara (PGN) terkait implementasi Peraturan Presiden (Perpres) No 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Pasalnya, dari pemaparan Dirut PT PGN, penetapan harga-harga gas bumi untuk kebutuhan industri sebesar 6 dolar Amerika Serikat (AS) per MMBtu dalam Perpres tersebut sangat memberatkan PT PGN itu sendiri.
“Sejauh mana implementasi Perpres tersebut, apa baru dalam tahap di Kementerian Perindustrian, atau sudah menjadi bagian PGN itu sendiri. Dalam Perpres juga tercantum harga 6 dolar AS per MMBtu, padahal dalam Ratas (rapat terbatas) Presiden tidak pernah menyebutkan angka demikian. Ini kan berarti ada yang tidak sinkron antara Perpres dengan hasil Ratas tersebut,” ujar Falah Amru saat RDP dengan Dirut PGN beserta jajaran, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2020).
Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini melanjutkan, pihaknya khawatir hal tersebut akan berdampak pada PT PGN itu sendiri, terlebih lagi belakangan saham PT PGN menurun. Ia berharap PT PGN bisa tetap menjalankan Perpres tersebut tanpa harus mematikan dirinya sendiri.
Senada dengan Falah Amru, Anggota Komisi VII DPR RI, Ratna Juwita mengatakan Perpres tersebut hingga kini masih menjadi Polemik. Di satu sisi PT PGN mengatakan berat dengan harga tersebut bahkan jika tetap di harga tersebut B to B (Business to Business) nya PT PGN akan terhambat. Namun, di sisi lain banyak Industri yang mengeluhkan harga gas. Di mana, sebagai Indonesia sebagai negara produsen tapi harga gasnya masih di atas negara lain, Malaysia misalnya hanya 4,5 dolar per MMBtu.
“Kalau memang dulu, saat ditetapkan Perpres tersebut tidak mempertimbangkan aspek-aspek semacam ini. Waktu duduk bersama yang dibahas apa? Jika selama ini PGN merasa berat dengan Perpres tersebut karena biaya produkisi dan keuntungan yang tidak signifikan, apa sudah ada inisiasi untuk merevisi Perpres tersebut? Artinya bisa menghasilkan win-win solution, di mana harga yang ditetapkan kemudian bisa diterima secara menyeluruh. Masyarakat dan industri tidak terberati, dan PGN pun tidak berat atau merugi,” pungkas Ratna.
Menjawab hal tersebut, Direktur Keuangan PT PGN Arie Nobelta Kaban mengakui, dari beberapa diskusi internal dan hasil analisa PT PGN, diketahui bahwa salah satu penyebab menurunnya saham PGN memang pemasalahan harga, di mana pemerintah meminta di plan gate 6 dolar AS per MMBtu. Hal itu kemudian membuat sentimen negatif pada saham PGN.
Oleh karena itu, pihaknya akan mencoba mengkomunikasikan dengan investor dalam bentuk beberapa pertemuan untuk memberi informasi yang berimbang. “Artinya, sebenarnya sampai saat ini belum ada keputusan final bagaimana penerapan 6 dolar per MMBtu di plan gate customer,” terang Arie.[red]
Posting Komentar
Posting Komentar