JAKARTA
| GLOBAL SUMUT-Konten terkait wasatiyah Islam harus diperbanyak di
internet, karena wasatiyah Islam mampu membendung radikalisme di
berbagai belahan dunia. Hal ini dibahas dalam diskusi selama 3,5 jam
yang diadakan Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi, pada
Selasa 26 Juni 2018, di Aula PGK, Jalan Duren Tiga Raya No 7, Pancoran,
Jakarta Selatan.
Diskusi yang
berlangsung dari pukul 14.00 – 17.30 WIB ini bertema "Strategi
Mempromosikan Wasatiyah Islam Lewat Diplomasi Media Sosial". Diskusi ini
dihadiri empat narasumber, yaitu: Hajriyanto Y Thohari (Ketua Pimpinan
Pusat Muhammadiyah 2015-2020, Wakil Ketua MPR 2009 – 2014), Marbawi
(Ketua Yayasan Nusadamai, Ketua Umum GNKRI), Savic Ali (Direktur
Pemberitaan Nahdlatul Ulama Online, Pendiri islami.co), Tauhid Nur Azhar
(Dewan Pakar Neurosains Indonesia, Dosen Fakultas Psikologi Universitas
Islam Bandung dan C-Gen Indonesia).
Savic
Ali, Direktur Nahdlatul Ulama Online, Pendiri islami.co, menuturkan
bahwa NU sudah lama mengamalkan wasatiyah Islam di darat, namun
konten-konten yang diproduksi terkait wasatiyah Islam masih minim.
Sekarang alhamdulillah websitehttp://www.nu.or.id/ dan
https://islami.co/ sudah mampu bersaing dengan website-website lainnya
yang dalam tanda kutip banyak memuat konten radikal. Ia juga mengajak
siapapun untuk menulis di kedua website tersebut.
“Dakwah
kita merangkul, namun kita juga tidak boleh membiarkan akun-akun medsos
dan website yang menyebarkan kebencian, sebab jika kita diam mereka
merasa apa yang disampaikannya benar, kita harus memberikan peringatan.
Ibarat sepakbola, kita menahan gocekan bola mereka dengan konten-konten
yang baik. Meskipun banyak keterbasan, saya dan teman-teman terus
keliling mengajak anak-anak muda memproduksi konten untuk keutuhan dan
kemajuan NKRI ini,” ujar Savic Ali.
Sementara
itu, Tauhid Nur Azhar, Dewan Pakar Neurosains Indonesia dalam
presentasinya menjelaskan bahwa konten hoax, fitnah, kebencian selain
merusak otak pelaku juga merusak masyarakat. Ibarat komputer, ujaran
kebencian bukan lagi sekadar virus biasa, tetapi dia adalah malware yang
dapat merusak sistem bahkan hardware.
Terkait
produksi konten, Tauhid Nur Azhar merekomendasikan agar mereka yang
memiliki pengikut besar di media sosial dilibatkan. “Konten yang ngepop
bagus, namun ada muatan isinya yang mudah dicerna. Tugas kita memasukkan
nilai-nilai wasatiyah islam ke dalam konten yang terbukti disukai anak
muda,” jelas Tauhid Nur Azhar.
Narasumber
lainnya, yaitu Marbawi, Ketua Umum GNKRI mengatakan setiap bangun pagi
kita diganggu oleh banyak pesan, mulai dari suara klakson kendaraan,
iklan, baliho, spanduk, dll. Nah, kata dia, pesan wasatiyah islam harus
tampil menarik. Dulu, katanya, video yang baik itu 30 detik, sekarang
karena produksi pesan meningkat, maka sebaiknya video yang diproduksi
untuk memancing keingintahuan lebih dipersingkat lagi, yang penting
orang kenal dulu wasatiyah Islam. Untuk konten video prinsipnya makin
singkat makin bagus.
“Yang perlu saya
tekankan adalah, Wasatiyah Islam tidak mengurangi ibadah seseorang agar
orang tersebut toleran, justru dengan semakin memahami Islam, orang akan
semakin bahagia hidup berdampingan dengan orang lain yang berbeda
agama, suku, dll. Lulusan pesantren sebenarnya mempunyai materi yang
banyak, namun materi itu belum maksimal diolah menjadi konten-konten
yang menarik. Idealnya masyarakat hafal di luar kepala terhadap tujuh
nilai wasatiyah Islam, yaitu tawassut, i'tidal, tasamuh, syura, islah,
qudwah, muwatonah dan mengamalkannya dalam kehidupan sehar-sehari,”
jelas Marbawi.
Sementara itu, Hajriyanto Y
Thohari, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2015-2020, Wakil Ketua MPR
20014 – 2019 mengatakan bahwa sama dengan NU, di Muhammadiyah juga masih
sedikit produksi konten untuk media sosial terkait wasatiyah Islam.
Terkait konten seperti apa yang akan diproduksi, Hajriyanto menyarankan
agar konten-konten tersebut tidak hanya sekedar kata-kata tetapi juga
berisi perbuatan nyata di lapangan.
“Di
lapangan, kita banyak sekali menemukan praktek-praktek wasatiyah Islam
yang dilakukan masyarakat. Ini harus di videokan, ditulis dan
disebarkan. Sebab, konten yang berisi teladan-teladan seperti ini lebih
kuat dari sekedar kata-kata. Kita di Muhammadiyah juga berkomitmen untuk
meningkatkan produksi konten terkait wasatiyah Islam,” tutup
Hajriyanto.
Diskusi ini dihadiri para
pegiat media sosial, wartawan, humas kementerian agama. Hariqo Wibawa
Satria, Direktur Eksekutif Komunikonten mengatakan kegiatan ini
bertujuan mendorong setiap orang menjadi juru bicara wasatiyah Islam
dengan media sosialnya masing-masing.
“Diplomasi
media sosial adalah gotong-royong yang kita lakukan untuk kepentingan
nasional NKRI. Sebab, citra baik sebuah negara di mata dunia
internasional tidak saja karena pidato pejabatnya di forum-forum resmi,
namun juga oleh apa yang diproduksi dan disebarkan oleh warganya di
media sosial,” ungkap Hariqo.
Sebelumnya,
Indonesia berinisiatif mengadakan Konsultasi Tingkat Tinggi Ulama dan
Cendekiawan Muslim Dunia pada 1 – 3 Mei 2018 lalu di Bogor. Kegiatan ini
dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo, dihadiri berbagai ulama dunia
termasuk Grand Sheikh al-Azhar, Kairo, Ahmad Muhammad ath-Thayyib. Di
akhir pertemuan itu, Din Syamsudin, Utusan Khusus Presiden untuk Dialog
dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban mengatakan bahwa KTT Ulama dan
Cendekiawan Muslim Dunia pada 1 – 3 Mei 2018 di Bogor, Indonesia
menyepakati tujuh nilai utama wasatiyah.
Konten
terkait wasatiyah Islam harus diperbanyak di internet, karena wasatiyah
Islam mampu membendung radikalisme di berbagai belahan dunia. Hal ini
dibahas dalam diskusi selama 3,5 jam yang diadakan Komunikonten,
Institut Media Sosial dan Diplomasi, pada Selasa 26 Juni 2018, di Aula
PGK, Jalan Duren Tiga Raya No 7, Pancoran, Jakarta Selatan.
Diskusi
yang berlangsung dari pukul 14.00 – 17.30 WIB ini bertema "Strategi
Mempromosikan Wasatiyah Islam Lewat Diplomasi Media Sosial". Diskusi ini
dihadiri empat narasumber, yaitu: Hajriyanto Y Thohari (Ketua Pimpinan
Pusat Muhammadiyah 2015-2020, Wakil Ketua MPR 2009 – 2014), Marbawi
(Ketua Yayasan Nusadamai, Ketua Umum GNKRI), Savic Ali (Direktur
Pemberitaan Nahdlatul Ulama Online, Pendiri islami.co), Tauhid Nur Azhar
(Dewan Pakar Neurosains Indonesia, Dosen Fakultas Psikologi Universitas
Islam Bandung dan C-Gen Indonesia).
Savic
Ali, Direktur Nahdlatul Ulama Online, Pendiri islami.co, menuturkan
bahwa NU sudah lama mengamalkan wasatiyah Islam di darat, namun
konten-konten yang diproduksi terkait wasatiyah Islam masih minim.
Sekarang alhamdulillah websitehttp://www.nu.or.id/ dan
https://islami.co/ sudah mampu bersaing dengan website-website lainnya
yang dalam tanda kutip banyak memuat konten radikal. Ia juga mengajak
siapapun untuk menulis di kedua website tersebut.
“Dakwah
kita merangkul, namun kita juga tidak boleh membiarkan akun-akun medsos
dan website yang menyebarkan kebencian, sebab jika kita diam mereka
merasa apa yang disampaikannya benar, kita harus memberikan peringatan.
Ibarat sepakbola, kita menahan gocekan bola mereka dengan konten-konten
yang baik. Meskipun banyak keterbasan, saya dan teman-teman terus
keliling mengajak anak-anak muda memproduksi konten untuk keutuhan dan
kemajuan NKRI ini,” ujar Savic Ali.
Sementara
itu, Tauhid Nur Azhar, Dewan Pakar Neurosains Indonesia dalam
presentasinya menjelaskan bahwa konten hoax, fitnah, kebencian selain
merusak otak pelaku juga merusak masyarakat. Ibarat komputer, ujaran
kebencian bukan lagi sekadar virus biasa, tetapi dia adalah malware yang
dapat merusak sistem bahkan hardware.
Terkait
produksi konten, Tauhid Nur Azhar merekomendasikan agar mereka yang
memiliki pengikut besar di media sosial dilibatkan. “Konten yang ngepop
bagus, namun ada muatan isinya yang mudah dicerna. Tugas kita memasukkan
nilai-nilai wasatiyah islam ke dalam konten yang terbukti disukai anak
muda,” jelas Tauhid Nur Azhar.
Narasumber
lainnya, yaitu Marbawi, Ketua Umum GNKRI mengatakan setiap bangun pagi
kita diganggu oleh banyak pesan, mulai dari suara klakson kendaraan,
iklan, baliho, spanduk, dll. Nah, kata dia, pesan wasatiyah islam harus
tampil menarik. Dulu, katanya, video yang baik itu 30 detik, sekarang
karena produksi pesan meningkat, maka sebaiknya video yang diproduksi
untuk memancing keingintahuan lebih dipersingkat lagi, yang penting
orang kenal dulu wasatiyah Islam. Untuk konten video prinsipnya makin
singkat makin bagus.
“Yang perlu saya
tekankan adalah, Wasatiyah Islam tidak mengurangi ibadah seseorang agar
orang tersebut toleran, justru dengan semakin memahami Islam, orang akan
semakin bahagia hidup berdampingan dengan orang lain yang berbeda
agama, suku, dll. Lulusan pesantren sebenarnya mempunyai materi yang
banyak, namun materi itu belum maksimal diolah menjadi konten-konten
yang menarik. Idealnya masyarakat hafal di luar kepala terhadap tujuh
nilai wasatiyah Islam, yaitu tawassut, i'tidal, tasamuh, syura, islah,
qudwah, muwatonah dan mengamalkannya dalam kehidupan sehar-sehari,”
jelas Marbawi.
Sementara itu,
Hajriyanto Y Thohari, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2015-2020, Wakil
Ketua MPR 20014 – 2019 mengatakan bahwa sama dengan NU, di Muhammadiyah
juga masih sedikit produksi konten untuk media sosial terkait wasatiyah
Islam. Terkait konten seperti apa yang akan diproduksi, Hajriyanto
menyarankan agar konten-konten tersebut tidak hanya sekedar kata-kata
tetapi juga berisi perbuatan nyata di lapangan.
“Di
lapangan, kita banyak sekali menemukan praktek-praktek wasatiyah Islam
yang dilakukan masyarakat. Ini harus di videokan, ditulis dan
disebarkan. Sebab, konten yang berisi teladan-teladan seperti ini lebih
kuat dari sekedar kata-kata. Kita di Muhammadiyah juga berkomitmen untuk
meningkatkan produksi konten terkait wasatiyah Islam,” tutup
Hajriyanto.
Diskusi ini dihadiri para
pegiat media sosial, wartawan, humas kementerian agama. Hariqo Wibawa
Satria, Direktur Eksekutif Komunikonten mengatakan kegiatan ini
bertujuan mendorong setiap orang menjadi juru bicara wasatiyah Islam
dengan media sosialnya masing-masing.
“Diplomasi
media sosial adalah gotong-royong yang kita lakukan untuk kepentingan
nasional NKRI. Sebab, citra baik sebuah negara di mata dunia
internasional tidak saja karena pidato pejabatnya di forum-forum resmi,
namun juga oleh apa yang diproduksi dan disebarkan oleh warganya di
media sosial,” ungkap Hariqo.
Sebelumnya,
Indonesia berinisiatif mengadakan Konsultasi Tingkat Tinggi Ulama dan
Cendekiawan Muslim Dunia pada 1 – 3 Mei 2018 lalu di Bogor. Kegiatan ini
dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo, dihadiri berbagai ulama dunia
termasuk Grand Sheikh al-Azhar, Kairo, Ahmad Muhammad ath-Thayyib. Di
akhir pertemuan itu, Din Syamsudin, Utusan Khusus Presiden untuk Dialog
dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban mengatakan bahwa KTT Ulama dan
Cendekiawan Muslim Dunia pada 1 – 3 Mei 2018 di Bogor, Indonesia
menyepakati tujuh nilai utama wasatiyah.[red]
Posting Komentar
Posting Komentar