MEDAN | GLOBAL SUMUT-Pemerintah Provinsi bersama DPRD
Sumut sepakat untuk tidak melakukan korupsi, terutama dengan mewaspadai
berbagai bentuk gratifikasi.
“Suatu
pemberian menjadi gratifikasi yang dianggap suap jika terkait dengan
jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima,” sebut
Gubsu Erry di acara Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan
Pemerintah Provsu di Grand Aston Medan, Jumat (8/9/2017).
Hadir
Head Group Direktorat Gratifikasi KPK RI Sugiharto, Ketua DPRDSU
Wagirin Arman, sejumlah Wakil Ketua dan anggota DPRD Sumut lainnya,
Kepala Inspektorat Sumut OK Hendry dan sejumlah SKPD Provsu.
Pada
kesempatan itu, Gubsu mengatakan, defenisi gratifikasi yaitu pemberian
uang, barang, rabat (diskon) komisi atau fasilitas lainnya, baik yang
diterima di dalam negeri maupun di luar negeri yang dilakukan dengan
menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektonik.
“Defenisi
di atas menunjukkan bahwa gratifikasi sebenarnya bermakna pemberian
bersifat netral. Suatu pemberian menjadi gratifikasi yang dianggap suap
jika terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas
penerima. Hal ini sesuai defenisi didalam UU no.20 tahun 2001 tentang
perubahan atas UU no.31 tahub 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi,” ujar Gubsu.
Oleh
karena itu, Gubsu mengatakan, Undang-undang memberikan kewajiban bagi
Pegawai Negeri atau penyelenggara negara untuk melaporkan pada KPK
setiap penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan
berlawanan dengan tugas atau kewajiban penerima.
Di
samping itu, kata Gubsu, pengendalian gratifikasi merupakan suatu
sistem yang bertujuan untuk mengendalikan penerimaan gratifikasi secara
transparan dan akuntabel melalui serangkaian kegiatan yang melibatkan
partisipasi aktif badan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk
membentuk lingkungan pengendalian gratifikasi.
Oleh
karena itu, Gubsu memiliki harapan besar kepada sosilisasi pengendalian
gratifikasi, untuk bersama tekat untuk mencegah korupsi dilingkungan
Pemprov Sumut. “Sosialisasi ini diharapkan bukan hanya sebatas
seremonial, tetapi merupakan komitmen untuk menjadikan suatu institusi
yang memiliki tata kelola pemerintah yang baik,” harap Gubsu.
Hal
senada juga dikatakan Ketua DPRD Sumut Wagirin Arman bahwa sejak 2016
DPRD dan Pemprov Sumut bersama menegakkan anti korupsi. Ini disebabkan
karena permasalahan hukum (korupsi) yang terjadi beberapa tahun lalu
yang melibatkan pimpinan daerah dan sejumlah anggota DPRD Sumut.
“Ini
yang membuat kita khususnya saya merasa malu, padahal Sumut dahulunya
dikenal sebagai barometer kebijakan misalnya setiap pejabat yang pernah
menjabat harus melalui daerah ini untuk mendapat posisi penting di
pemerintah pusat,” ujarnya.
Maka,
kata Wagirin, baik DPRD dan Pemprov Sumut untuk memulihkan nama Sumut
di tingkat nasional dengan cara penegakkan anti korupsi.
Sementara
Kepala Inspektorat menjelaskan melalui instansinya diluncurkan ‘Salam
Sumut Paten’ yang bertujuan agar masyarakat bisa melakukan pengaduan
kepada pemerintah baik yang sifatnya pelayanan hingga adanya indikasi
dari korupsi.
Di tempat
yang sama, Head Group Direktorat Gratifikasi KPK RI Sugiharto
menjelaskan, bahwa gratifikasi merupakan awal dari prilaku korupsi
khususnya yang ada kaitannya dengan jabatan.
“Awalnya
seperti pemberian hadiah, yang dapat mempengaruhi pejabat merasa tidak
masalah hingga akhirnya bila pemberian hadiah tidak diberikan bisa
menjadi terkendala,” katanya.
Menurutnya,
ada perbedaan gratifikasi antara suap dan pemerasan, yang bertujuan
dengan korupsi. “Oleh karena itu bila ada yang memberi hadiah kita harus
waspada, apakah ada unsur yang terkait dengan suap atau pemerasan,”
jelas Sugiharto seraya menegaskan gratifikasi yang tidak boleh diterima
adalah gratifikasi terlarang yang berhubungan dengan jabatan.[Ulfah]
Posting Komentar
Posting Komentar