Ketua Koordinator Gas Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Ahmad Wijaya |
JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Ketua Koordinator Gas Industri
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Ahmad Wijaya meminta pemerintah untuk
benar-benar mengelola sektor hulu migas agar impor migas yang cenderung
naik bisa ditekan.
Merujuk
data Badan Pusat Statistik (BPS), impor migas Mei 2017 mencapai US$1,82
miliar atau naik 10,54 persen dibanding April 2017, sedangkan jika
dibanding Mei 2016 meningkat 9,10 persen.
Soal
impor, kata Ahmad, memang tidak bisa ditutup semua, namun tetap harus
ada usaha keras dari pemerintah untuk benar-benar mengelola hulu migas.
Jika tidak, maka sektor hilir, akan terus dibanjiri impor. Ujungnya,
industri tertekan dan tidak memiliki daya saing.
"Impor
terus terjadi sebab Pemerintah belum serius menarik investasi industri
hulu berbasis minyak nan petro chemical yang secara pertumbuhan turun ke
industri intermediate baru ke industri hilir," tegas Ahmad, kepada
media baru - baru ini.
Menurut
Ahmad, jika pemerintah mendorong menarik investasi ke sektor tersebut,
maka secara palan pasti, impor migas akan bisa dikurangi secara drastis.
"Jika
tidak dibenahi, kondisi impor tiap tahun naik, dari konsumsi harian
seperti bawang sampai gula masih tinggi impornya," ujar Ahmad.
Catatan
BPS, secara total, nilai impor Indonesia Mei 2017 mencapai US$13,82
miliar atau naik 15,67 persen dibanding April 2017. Bahkan, jika
dibandingkan Mei 2016 melonjak hingga 24,03 persen.
Tiongkok
jadi negara pemasok barang impor nonmigas terbesar dengan nilai
US$13,67 miliar (26,12 persen), Jepang US$5,82 miliar (11,12 persen),
dan Thailand US$3,77 miliar (7,21 persen).
Khusus
sektor migas, Ahmad menegaskan, agar impor yang membanjiri sektor hilir
bisa benar-benar dikurangi, Indonesia perlu 10 pabrik baru
petrochemical seperti Chandra Asri. Jika 10 pabrik itu sudah ada, hasil
produksinya pun tak boleh lagi diekspor namun digunakan untuk
kepentingan mendukung industri dalam negeri.
"Baru
industri hulu, intermediate sampai hilir bertumbuh. Saat ini kondisi
kita di industri banyak melakukan paralel impor dan produsen. Jadi cash
cost tinggi di semua linier," tegasnya.
Pemerintah
dinilai tak pernah serius mengembangkan industri hulu minyak dan gas
Tanah Air. Terbukti, investor tak tertarik menanamkan modalnya di sektor
ini.
Bukti lain tak
seriusnya pemerintah adalah dengan tingginya impor di hilir migas. Hal
ini terjadi karena bagian hulu tak diurus dengan baik, sehingga tidak
mencukupi kebutuhan hilir.
Persoalan
tetap tingginya impor di sektor migas, juga berkolerasi dengan
kepentingan para trader. Kata Ahmad, sektor migas masih banyak melayani
trader. Sementara untuk meyakinkin investor refinery masih perlu waktu
lama.
"Masih panjang,
kemungkinan satu periode Pemilu lagi belum tentu ada hasil maksimal
sebab RUU migas masih blum tuntas," ujar Ahmad.
Di
sisi lain, sektor ESDM juga masih tumpang tindih di SKK Migas dan
Ditjen migas. Alhasil semua jalan di tempat. Maka tak heran, potensi
besar energi yang bisa mendukung industri nasional, seperti LNG di
wilayah timur Indonesia, tidak bisa dimanfaatkan maksimal.
"Alhasil semua jalan di tempat, LNG yang berlimpah dari timur selalu alasan infrastruktur belum memadai," sindir Ahmad.
Bagi
Ahmad, mengutamakan memperbaiki sektor hulu merupakan jalan tercepat
agar sengkarut impor migas bisa dibenahi. Alhasil, jika hulu tidak ada
masalah, maka di sektor hilir impor bisa dihilangkan. "Utamakan sektor
hulu tidak ada jalan lain," tegasnya[rs]
Posting Komentar
Posting Komentar