BANDA ACEH | GLOBAL SUMUT-Bea Cukai Aceh menghibahkan 60
ton bawang ilegal sitaan hasil penindakan periode Mei dan Juni 2017
kepada Dinas Sosial di 4 Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh, yaitu Pemkab
Aceh Besar, Pemkab Pidie Jaya, Pemkot Langsa, dan Pemkab Aceh Tamiang.
Bawang
ilegal tersebut merupakan hasil penindakan tim Patroli Laut Bea Cukai
Aceh Kapal BC 30005, yang terdiri dari 39 ton bawang merah dan 21 ton
bawang putih yang diangkut dari pelabuhan Penang, Malaysia dengan tujuan
Aceh Tamiang oleh kapal motor KM. Marcopolo, berbendera Indonesia
dengan nahkoda MH.
Pada
saat dideteksi keberadaannya pada Sabtu (03/06), awak KM. Marcopolo
mencoba melarikan diri dan tidak mengindahkan peringatan petugas. Namun,
setelah dilakukan upaya pengejaran, akhirnya kapal berhasil ditangkap
dan kemudian diamankan di Dermaga Bea Cukai Sumatera Utara di Belawan
untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Kepala
Kantor Wilayah Bea Cukai Aceh, Rusman Hadi menyampaikan bahwa bawang
sitaan ini merupakan hasil penindakan tim Patroli Laut Bea Cukai Aceh,
yang tergabung dalam operasi Jaring Sriwijaya.
“Mengingat
bahwa barang ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat, kondisinya yang
masih baik dan layak dikonsumsi, serta bertepatan dengan momentum
Ramadhan dan menjelang hari raya Idul Fitri, maka bawang ilegal ini kami
hibahkan kepada masyarakat Aceh melalui Dinas Sosial. Adapun hibah ini
telah mendapat ijin dari Pengadilan Negeri Kuala Simpang,” ujar Rusman.
Rusman
menambahkan bahwa selama kurun waktu Mei sampai Juni 2017 saat
digelarnya operasi Jaring Sriwijaya, Bea Cukai Aceh telah tiga kali
melakukan penindakan upaya penyelundupan.
“Penindakan
pertama pada Sabtu (06/05) atas KM. Sahabat Jaya I yang dinahkodai D
dan mengangkut 1.231 batang bibit pohon kurma ilegal. Kedua pada Kamis
(18/05) atas KM. Harapan Tujuh dengan nahkoda M yang mengangkut 80
batang pohon kurma dengan panjang 8 meter, 5 ton beras dan 61 kotak
makanan kucing. Kedua kapal ini juga berangkat dari pelabuhan Satun,
Thailand dengan tujuan Aceh Tamiang. Sedangkan yang ketiga adalah
penindakan pada KM. Marcopolo yang mengangkut 60 ton bawang merah dan
putih,” jelasnya.
Ketiga
orang nahkoda, D, M, dan MH, menurut Rusman, dijadikan sebagai
tersangka, karena diduga telah melakukan tindak pidana penyelundupan
impor, yaitu barang yang dimuat tidak dilengkapi dengan dokumen
kepabeanan yang dipersyaratkan, sehingga melanggar Pasal 102 huruf a
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Barang
bukti upaya penyelundupan berupa tiga unit kapal KM. Sahabat Jaya I,
KM. Harapan Tujuh, dan KM. Marcopolo, dan barang impor ilegal yang
diangkutnya disita oleh penyidik Kantor Wilayah Bea Cukai Aceh.
Bersamaan
dengan pelaksanaan hibah bawang merah dan putih ilegal tersebut, Bea
Cukai Aceh juga melakukan pemusnahan atas 1.300-an bibit dan pohon kurma
serta makanan kucing hasil penindakan atas KM. Sahabat Jaya I dan KM.
Harapan Tujuh. Dalam rilisnya, Rusman menyampaikan bahwa sesuai
rekomendasi dari pihak Karantina, bibit dan pohon kurma tersebut
berpotensi sebagai media pembawa hama penyakit, sehingga harus
dimusnahkan dengan cara dipotong, dibakar, dan ditimbun di dalam tanah.
Pemusnahan bibit dan pohon kurma ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu
di Balai Karantina kelas II Kualanamu dan di dermaga Belawan. Kegiatan
pemusnahan ini pun telah mendapat persetujuan dari Pengadilan Negeri
Kuala Simpang.
“Kegiatan
hibah dan pemusnahan atas barang sitaan upaya penyelundupan ini, selain
sebagai bukti komitmen Kantor Wilayah Bea Cukai Aceh dalam menjaga dari
masuknya barang-barang ilegal dan berbahaya melalui pantai timur
Sumatera dan perairan Aceh pada khususnya, juga sebagai bentuk
kesiapsiagaan dalam menindak tegas beragam aksi penyelundupan yang
terjadi serta terus berupaya untuk mengamankan penerimaan negara,” tegas
Rusman.
Secara
kumulatif sejak Januari 2017, Patroli Laut Bea Cukai Aceh telah enam
kali melakukan Penggagalan upaya penyelundupan melalui pantai timur
Sumatera, dengan total barang impor ilegal yang berhasil disita mencapai
135 ton bawang merah dan bawang putih, lebih dari 1.300 batang bibit
dan pohon kurma, 40 ekor ayam asal Thailand, beras, dan makanan kucing.
“Wilayah
Aceh sendiri banyak memiliki titik rawan yang berada di sepanjang
pesisir timur pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan resiko tinggi
terjadinya penyelundupan impor. Tentunya kesiapsiagaan Patroli Laut Bea
Cukai sangat dibutuhkan untuk mengawasi perairan Aceh dan menindak tegas
beragam upaya penyelundupan, khususnya yang melalui pelabuhan tidak
resmi sekaligus untuk mengamankan penerimaan negara,” pungkasnya.[rs]
Posting Komentar
Posting Komentar