JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Pemerintah diminta untuk membenahi
mekanisme arus keluar barang impor yang sudah masuk ke pelabuhan. Ini
perlu dilakukan agar barang yang sudah masuk benar-benar memiliki
standar sekaligus terjamin dari sisi keamanannya. Alasan lain, agar
industri dalam negeri lebih terlindungi.
Pemerintah
bisa lebih mendahulukan bahan baku untuk keluar dari pelabuhan karena
digunakan demi mendukung proses industri di dalam negeri. Artinya, ada
proses memilih memilah sebelum barang keluar dari pelabuhan.
"Percepatan
impor dan penyederhanaan proses impor harus lebih diutamakan bahan
baku. Meskipun secara regulations tidak bisa ada diskriminasi, namun
bisa dibuat jalur berbeda antara bahan baku dan barang jadi," tegas
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi)
Adhi S Lukman, Rabu, (10/5).
Bahkan,
kalau perlu, ditambah lagi dengan jalur pemeriksaan tambahan, untuk
produk-produk kategori konsumsi atau bahan pangan yang langsung
konsumsi.
"Jalur bahan
baku dan produk jadi dipisah. Kemudian persyaratan produk impor pun
harus diperketat demi keamanan konsumen di dalam negeri," ujar Adhi.
Adhi
menjelaskan, hingga saat ini, industri sektor makanan minuman lebih
mampu menahan gempuran produk impor. Kalau pun ada impor, nilai dan
volumenya sangat kecil.
Meski
data BPS menyebut ada lonjakan barang konsumsi, hal itu tak berlaku
untuk sektor makanan minuman. "Kalau sektor mamin saya lihat memang
tidak ada lonjakan," ucap dia.
Industri
mamin, ditegaskan Adhi, saat ini sudah menjadi tuan di dalam negeri
sehingga tidak khawatir dengan serbuan impor. Tak heran, produk impor
jadi di sektor mamin pun presentasinya sangat sedikit.
Alhasil,
jika konsumsi dalam negeri terus naik didorong pertumbuhan ekonomi
membaik, industri mamin dalam negeri siap memenuhi setiap kenaikan
permintaan.
"Industri
sangat siap. Karena mamin ada filter rasa selera dan budaya. Sehingga
relatif lebih sulit mamin global menyerang masuk. Perkiraan impor mamin
jadi sekitar 7% dari total peredaran dalam negeri," tegas Adhi.
Untuk
itu, industri berharap pemerintah benar-benar memperhatikan dan
menerapkan perlindungan sekaligus juga menghilangkan berbagai hambatan
yang memberatkan pengusaha. Mulai dari regulasi, birokrasi, hingga masih
besarnya suku bunga untuk industri.
"Suku
bunga. Regulasi yang kurang kondusif. Memang ada deregulasi. Tapi ada
juga regulasi baru. Misal soal sertifikasi halal, wacana cukai ke
industri, hingga Pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap impor
bahan baku kemasan plastik Polythelen Terephalate (PET) dan lain-lain,"
tegas Adhi.
Ia
berharap, pemerintah benar-benar memperhatikan masukan industri dan bisa
bersinergi. Jangan lagi ada kementerian mendukung, sebagian lagi
menolak, atas masukan yang diberikan industri. Sudah seharusnya
pemerintah benar-benar membuktikan keberpihakannya pada industri
nasional.
"Pemerintah
harus lebih meningkatkan koordinasi dengan menjadkan national Interest
dan daya saing di pasar global sebagai pedoman," ujar Adhi,
mengingatkan.
Kebijakan
impor harus disinergikan dengan dukungan nyata pada industri sebagai
sektor penyerap tenaga kerja besar. Impor jangan lagi dimaknai membuka
pintu untuk semua barang masuk leluasa.[rs]
Posting Komentar
Posting Komentar