MEDAN | GLOBAL SUMUT- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Agus Rahardjo menyebutkan, meski sudah banyak pejabat negara
dipenjara karena korupsi, namun tidak memberi efek jera mengurangi
perilaku korupsi. Sistem dan moral yang bobrok mendorong korupsi menjadi
sebuah budaya.
“Moral
dan sistem belum berjalan dengan baik menjadi pemicu korupsi menjadi
budaya,” kata Agus Rahardjo ketika berbicara tentang pemberantasan
korupsi di Gedung Biro Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan,
Jumat (7/4/2017).
Hadir
Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Tengku Erry Nuradi, Ketua Majelis Wali
Amanat (MWA) USU Prof Todung Mulya Lubis, Rektor USU Prof Runtung
Sitepu, para wakil rektor, dekan, dan para guru besar serta staf,
pegawai dan mahasiswa.
Lebih
lanjut, Agus Raharjo mengatakan, sistem perlu diubah agar menghindari
orang berbuat korupsi. “Tidak hanya menghukum, tapi mengubah sistem.
Korupsi sudah lintas sektor dan agama, sipil dan militer,” tuturnya.
Menurutnya,
korupsi sudah begitu masif di negeri ini. Dampak korupsi besar tidak
saja menimbulkan kerugian negara, tapi juga aspek sosial, ekonomi, dan
politik. Kemiskinan salah satu akibat dari korupsi.
Karena
itu, Agus Rahardjo menyarankan, gerakan anti korupsi tidak hanya
dimulai dari KPK, namun juga perlu didukung dari kalangan perguruan
tinggi dan masyarakat. Karena itu, dia mengajak semua pihak
menggelorakan semangat menjaga negara ini dengan mendorong anak-anak
secara aktif menyuarakan aksi-aksi antikorupsi.
Agus
juga berharap, pimpinan kampus mendorong berdirinya pusat kajian anti
korupsi di lingkungan kampus. Gerakan antikorupsi dimulai dari
lingkungan kampus untuk melakukan sinergisitas pusat kajian antikorupsi
lintas perguruan tinggi.
“Pencegahan
korupsi perlu dilakukan secara lebih masif dan berkelanjutan. Perguruan
tinggi juga semestinya membiasakan budaya akuntabel, transparan dan
mengikuti rel aturan yang ada tanpa memperpanjang proses birokrasi,”
katanya.
Menurut Agus
Rahardjo, jika Indonesia ingin keluar dari lingkaran korupsi yang
mematikan, maka harus dilakukan pembenahan sistem secara komprehensif.
Dan, sistem itu pun kemudian harus dijunjung tinggi oleh semua obyeknya
sampai ter-mindset-kan.
Agus
Rahardjo menilai, Indonesia perlu meniru sistem pencegahan dan
pemberantasan korupsi di Singapura. Pemberantasan korupsi harus
dilakukan dari lini yang paling rendah.
Senada
dengan Ketua KPK Agus Rahardjo, Ketua MWA USU Prof Todung Mulya Lubis,
menyebut maraknya praktik korupsi di Indonesia dikarenakan sistem
pemerintahan masih memungkinkan tindak pidana tersebut.
Todung
mengatakan, jika sebuah sistem bersih, tentu celah untuk melakukan
korupsi menjadi kecil. ‘’Indeks persepsi korupsi Singapura tinggi karena
sistemnya memang tidak memungkinkan untuk korupsi. Kenapa Indonesia
indeksnya selalu di bawah? Karena sistemnya memang memungkinkan,”
katatanya.
Sementara
Gubenur Sumatera Utara (Gubsu) Tengku Erry Nuradi menyebutkan, sesuai
anjuran dan bimbingan Korsupgah KPK, Sumatera Utara saat ini tengah
berbenah. ‘’Kita berupaya menciptakan pemerintahan yang bersih. Kita
belajar dari Surabaya, Jawa Barat untuk menerapkan aplikasi berbasis
elektronik. Dengan sistem elektronik, tentunya akan mempersempit
pertemuan face to face yang dinilai sebagai celah masuknya korupsi,’’
cetus Erry.
Erry juga
menambahkan, kita sangat prihatin praktik korupsi masih saja terjadi.
Untuk itu, kami berbangga KPK terus melakukan pengawasan dan bimbingan
untuk Sumatera Utara.
‘’Kita
tidak ingin lagi mendengar adanya pejabat yang tertangkap karena
korupsi. Citra Sumut yang selamat ini negatif akan kita jadikan Sumut
Paten. Ini butuh dukungan seluruh elemen dan lapisan masyarakat. Good
Government dan Good People,’’ tutur Tengku Erry.
Menyangkut
ada OTT di Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provsu kemarin,
Gubsu menegaskan, lebih mengedepankan azas pra duga tidak bersalah. Jika
Kadis Tamben dan staf bagian perizinan memang terbukti bersalah dari
hasil penyelidikan dan ditetapkan sebagai tersangka, maka ada
undang-undang yang mengatur hingga pemberhentian seorang ASN/PNS.
‘’Jika
sudah terbukti tentu surat pemecatan sebagai pejabat PNS akan ada
nanti. Kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi semua pihak yang
bertugas di jajaran Pemprovsu. Jangan terulang lagi. Ini juga menjadi
bahan evaluasi untuk memperbaiki sistem perizinan,” kata Erry.
Semua
unsur yang ada di Pemprovsu, pintanya, harus berkomitmen menjalankan
sistem dengan baik. “Sumut ini penduduknya banyak, potensinya banyak,
pasti masalahnya juga banyak, provinsi lainnya yang penduduknya besar,
juga banyak masalahnya, bukan di Sumut saja, contohnya Jakarta, Jawa
Timur dan sebagainya. Karena itu, komitmen itu penting,” cetus Erry.
Gubsu
Erry menambahkan, selama dirinya menjabat sebagai Gubernur Sumut,
bersih dari segala bentuk korupsi dan suap. “Boleh di cek, saya tidak
ada menerima apapun, baik dari jabatan, dari lelang. Silahkan saja. Saya
juga sudah ingatkan dalam setiap rapat kepada SKPD, bahwa Pemprovsu
berbeda dengan yang dahulu, tidak ada lagi target dan uang ketok palu.
Kita harus bersih semuanya,” tandas Gubsu Erry.[rs]
Posting Komentar
Posting Komentar