JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI
beberapa hari lalu mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan
sejumlah pihak, antara lain Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesian
dan, Apindo, terkait potensi penerimaan cukai.
RDPU
oleh Banggar tentang cukai, patut dicurigai karena tidak melibatkan
Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri)
sebagai asosiasi yang memiliki anggota pembayar cukai terbesar (70%).
Sejumlah
kalangan menilai, bahwa seharusnya dewan lebih memerhatikan suara-suara
dari industri nasional, dalam hal ini industri rokok kretek nasional,
ketimbang hanya meminta pandangan dari pabrikan rokok putih.
Bahkan,
merujuk data, kontribusi industri pabrikan rokok kretek, mencapai 80%
dari total kontribusi cukai yang disetor ke negara.
Ketua
Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji menilai,
pabrikan rokok kretek sudah jelas dari sisi serapan bahan baku lokal
juga tinggi, penyerapan tenaga kerja besar, padat karya. Seharusnya,
pandangannya juga diperhatikan.
Bahkan,
bila perlu, khusus untuk rokok putih atau rokok impor, dikenakan cukai
tinggi sementara rokok kretek dikenakan cukai lebih rendah.
"Kalau
negara mau melindungi harus ada dispartias cukai pengenaan cukai rendah
bagi rokok kretek atau berbahan baku lokal dibandingkan dengan rokok
putih, rokok berbahan baku impor," ujar Agus, Minggu (16/4).
Dengan
begitu, akan ada jaminan keberlangsungan industri kretek dalam negeri
dan tembakau nasional. Apalagi dari sisi penyerapan kandungan tembakau
lokal, industri pabrikan rokok kretek lebih bisa dipertanggungjawabkan.
"Kalau
tidak dibedakan, akan tergeras dari hulu ke hilir. Kretek ini, kan,
Indonesia banget. Ini sebenarnya peperangan korporat multinasional,
untuk itu kami usul ada disparitas, khusus untuk rokok putih, berbahan
baku impor, dikenakan cukai tinggi," tegasnya.
Agus
mewanti-wanti lobi-lobi perusahaan multinasional, yang notabene sudah
mencaplok sejumlah pabrik rokok lokal, untuk mempengaruhi kebijakan. Ia
menegaskan, kementerian keuangan, harus memberi dukungan nyata bagi
produk rokok kretek dalam negeri.
Pemerintah,
seharusnya, juga jangan sungkan menerapkan kebijakan seperti Amerika
yang melindungi rokok putih mereka. Meski WTO menetapkan bahwa
pelarangan rokok kretek ke Amerika menyelahi aturan, namun Amerika tidak
mematuhi, dengan dalih kepentingan industri dalam negeri.
"Amerika
menerapkan aturan larangan rokok aromatic, kemudian Indonesia menggugat
lewat WTO dan menang. Namun Amerika, tidak mematuhi, dengan dalih
melindungi industri. Terapkan saja ha serupa. Jangan dibuat mengambang
kalau memang pemerintah memandang kontribusi tembakau memberi pemasukan
besar ke negara," tandas Agus.[rs]
Posting Komentar
Posting Komentar