MEDAN-Aksi penertiban reklame ilegal dan bangunan yang berdiri di atas parit jalan, dari Satuan Polisi Praja (Satpol PP), Kota Medan, di bawah pimpinan, M. Sofyan, membuat Otua (36) dan kawan-kawan Warga Flamboyan Raya, Kecamatan Tuntungan, kehilangan mata pencaharian, bahkan kini tiga anggotanyanharus menanggur, karena kini tidak ada lokasi untuk usaha.
"Saya sudah dapat surat dari pihak Satpol pada Tanggal 21 Maret 2017 lalu, supaya membongkar bangunan saya, jadi saya taat aturan saja, cuma harapan saya janganlah pilih kasih, jika itu sudah jadi kesepakatan, tidak apa-apa tapi harus merata, saya juga butuh makan," jelas Otua, Kamis (23/3) yang selama ini menggeluti usaha cucian sepeda motor dan tempel benen di Jalan Flamboyan Raya.
Karena tidak memiliki latar belakang pendidikan yang mumpuni, Otua, mengakui merantau dari Kabanjahe ke Kota Medan, sejak tiga puluh tahun yang lalu, untuk mengadu nasib di kota ini dia, selain membuka usaha cucian sepeda motor dan tempel benen, juga membuka warung kopi agar nak dan istrinya bisa bertahan hidup.
"Saya sudah sempat punya anggota sebanyak tiga orang, selama dua hari ini, mereka harus pulang ke rumah masing-masing, karena ada perintah dari Satpol PP supayq membongkar tempat usaha saya," tuturnya dan mengakui hingga saat ini masih mengontrak, belum bisa membuat dan memiliki rumah sendiri.
Dari pengakuan Otua, kalau dari usaha cucian sepeda motor miliknya, sudah punya langganan pasti sekitar 15 kenderaan perharinya, untuk satu unit sepeda motor biaya cuciannya sebesar Rp 12 ribu, ditambah dari usaha tambal ban pedapatannya berkisar Rp 70 ribu hingga Rp 100 ribu perharinya.
"Hasil itulah untuk bertahan hidup bagi anak dan istri saya maupun ketiga anggota saya, namun peluang itu akan sirna, ya kini tinggal luka saja, kemudian harus berfikir tujuh keliling, karena pihak Pemko Medan akan melakukan penertiban, khususnya bangunan yang berada di atas parit jalan," tuturnya dengan mengharap iba dari pemerintah.
Atas kebijakan, Pemko Medan tersebut, Otua pun dengan terpaksa wajib membongkar tempat usahanya, sebab kalau tidak pihak Satpol PP yang akan membongkar itu, kemudian langsung dibawa ke kantornya. " Kalau saya sendiri yang bongkar kan masih bisa saya pergunakan nanti baik itu sengnya, kayu dam perlatan lainnya, kalau orang itu (Satpol), tambah banyaklah urusannya," ungkapnya.
Otua juga mengakui kalau dalam dua hari terakhir ini, dirinya selain kehilangan tempat usaha, juga kehilangan pendapatan sebesar Rp 280 ribu perhari. Kini dirinya selain mencari-cari tempat usaha lain, juga tengah membongkar habis bangunan usahanya tersebut.
Hal senada, juga disampaikan, Darwin, masih di sepanjang Jalan Flamboyan Raya, dirinya meminta supaya pihak Satpol PP membongkar papan reklame dan bangunan yang memakan parit jalan di wilayah perkotaan duluan
"Buktinya di depan kantor Satpol sendiri masih banyak bangunannya memakan parit jalan, bahkan ada yang sampai ke badan jalan," ungkapnya.
" Sama mereka kok dibiarkan begitu, kenapa sama kami yang masih berada di wilayah kecamatan peraturan itu tegas sekali, kami juga butuh makan, kami tidak meminta apa-apa pada pemerintah, kini setelah kami membongkar usaha kami, tolong perhatikan nasib kami," tukasnya. (rs)
"Saya sudah dapat surat dari pihak Satpol pada Tanggal 21 Maret 2017 lalu, supaya membongkar bangunan saya, jadi saya taat aturan saja, cuma harapan saya janganlah pilih kasih, jika itu sudah jadi kesepakatan, tidak apa-apa tapi harus merata, saya juga butuh makan," jelas Otua, Kamis (23/3) yang selama ini menggeluti usaha cucian sepeda motor dan tempel benen di Jalan Flamboyan Raya.
Karena tidak memiliki latar belakang pendidikan yang mumpuni, Otua, mengakui merantau dari Kabanjahe ke Kota Medan, sejak tiga puluh tahun yang lalu, untuk mengadu nasib di kota ini dia, selain membuka usaha cucian sepeda motor dan tempel benen, juga membuka warung kopi agar nak dan istrinya bisa bertahan hidup.
"Saya sudah sempat punya anggota sebanyak tiga orang, selama dua hari ini, mereka harus pulang ke rumah masing-masing, karena ada perintah dari Satpol PP supayq membongkar tempat usaha saya," tuturnya dan mengakui hingga saat ini masih mengontrak, belum bisa membuat dan memiliki rumah sendiri.
Dari pengakuan Otua, kalau dari usaha cucian sepeda motor miliknya, sudah punya langganan pasti sekitar 15 kenderaan perharinya, untuk satu unit sepeda motor biaya cuciannya sebesar Rp 12 ribu, ditambah dari usaha tambal ban pedapatannya berkisar Rp 70 ribu hingga Rp 100 ribu perharinya.
"Hasil itulah untuk bertahan hidup bagi anak dan istri saya maupun ketiga anggota saya, namun peluang itu akan sirna, ya kini tinggal luka saja, kemudian harus berfikir tujuh keliling, karena pihak Pemko Medan akan melakukan penertiban, khususnya bangunan yang berada di atas parit jalan," tuturnya dengan mengharap iba dari pemerintah.
Atas kebijakan, Pemko Medan tersebut, Otua pun dengan terpaksa wajib membongkar tempat usahanya, sebab kalau tidak pihak Satpol PP yang akan membongkar itu, kemudian langsung dibawa ke kantornya. " Kalau saya sendiri yang bongkar kan masih bisa saya pergunakan nanti baik itu sengnya, kayu dam perlatan lainnya, kalau orang itu (Satpol), tambah banyaklah urusannya," ungkapnya.
Otua juga mengakui kalau dalam dua hari terakhir ini, dirinya selain kehilangan tempat usaha, juga kehilangan pendapatan sebesar Rp 280 ribu perhari. Kini dirinya selain mencari-cari tempat usaha lain, juga tengah membongkar habis bangunan usahanya tersebut.
Hal senada, juga disampaikan, Darwin, masih di sepanjang Jalan Flamboyan Raya, dirinya meminta supaya pihak Satpol PP membongkar papan reklame dan bangunan yang memakan parit jalan di wilayah perkotaan duluan
"Buktinya di depan kantor Satpol sendiri masih banyak bangunannya memakan parit jalan, bahkan ada yang sampai ke badan jalan," ungkapnya.
" Sama mereka kok dibiarkan begitu, kenapa sama kami yang masih berada di wilayah kecamatan peraturan itu tegas sekali, kami juga butuh makan, kami tidak meminta apa-apa pada pemerintah, kini setelah kami membongkar usaha kami, tolong perhatikan nasib kami," tukasnya. (rs)
Posting Komentar
Posting Komentar