MEDAN | GLOBAL SUMUT-Gubernur H Tengku Erry Nuradi mengatakan,
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) berkomitmen akan
membentuk tim inventarisasi penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan tanah
(IP4T) yang kemunculannya dimulai dari bawah.
“Nantinya, tim IP4T ini saya instruksikan untuk turun ke masayarakat guna melihat secara langsung dan membuat kajian secara bersungguh-sungguh agar tidak ada kepentingan masyarakat adat yang terabaikan,” sebut Gubsu Erry dalam sambutannya dalam Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) V yang dibuka Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya di Kampung Tanjung Gusta, Kabupaten Deli Serdang, Jumat (17/3/2017).
Dalam kesempatan itu, dihadapan Menteri LHK Siti Nurbaya dan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Gubsu Erry menuturkan bahwa Pemprovsu sangat mengapresiasi dan menyambut positif terhadap apa yang diprogramkan dan dilaksanakan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). “Karena apa yang dilakukan sangat erat kaitannya dengan pencapaian pemecahan permasalahan pengakuan hak masyarakat hukum adat dan upaya pemberdayaan masyarakat adat itu sendiri,” sebut Gubsu Erry.
Gubsu Erry juga berharap melalui konferensi masyarakat adat ini nantinya akan melahirkan program-program besar yang konstruktif yang mendorong semua pihak yang terkait, masyarakat adat mendapatkan haknya, sehingga kedepan akan berjalan bersama-sama untuk membangun Indonesia.
“Dalam waktu yang tidak terlalu lama saya berharap pembahasan dan pengesahan peraturan daerah tentang cara pengakuan dan perlindungan hak masyarakat hukum adat di Provinsi Sumatera Utara yang sedang dirumuskan oleh DPRD Sumut dapat segera ditetapkan, sehingga kebijakan yang berpihak kepada masyarakat hukum adat dapat direalisasikan,” harap Gubsu Erry.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyebutkan, kongres yang menghimpun 2.304 komunitas adat seluruh wilayah di Indonesia itu untuk meneguhkan kembali keberadaan masyarakat adat dalam negara dan memastikann kehadiran negara dalam masyarakat adat.
“Presiden konsisten dalam dukungan kepada masyarakat adat nusantara. Saya yakin, saya dan pak Teten (Kepala Staf Jokowi-red) mencatat semua hal yang tadi telah disampaikan,” ujar Siti.
Siti menyebutkan, pemerintah menindaklanjuti pengakuan wilayah hutan adat dari spot-spot wilayah hutan adat yang telah diidentifikasi oleh sejumlah pihak pendamping atau yang telah menjadi usulan masyarakat adat sendiri secara langsung. “Saat ini, sedang terus dilakukan proses artikulasi dan verifikasi wilayah,” kata Siti.
Siti menegaskan, bahwa pemerintah telah membuktikan janjinya, antara lain telah diselesaikan pengakuan Hutan Adat dengan SK 1156 untuk Kulawi Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah dan Hutan Adat dengan SK 1152 untuk Tapang Semadak, Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat.
Sampai dengan kemarin sore, ujarnya, sedang diselesaikan rencana kembali mengeluarkan hutan adat dari wilayah konsesi PT TPL, seluas lebih kurang 7.000 hektar, setelah keluar 5.100 hektar pada Desember 2016. “Jadi terus menerus berlanjut,” ujarnya.
Langkah-langkah yang sama juga berlangsung untuk hutan sosial lainnya seperti yang sudah diselesaikan untuk 7 unit Hutan Desa 4.240 Ha di Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanui Selatan dan Toba Samosir Provinsi Sumut.
Di samping itu, sebanyak 9 unit hutan desa seluas 15.300 ha di Kabupaten Meranti, Pelalawan Provinsi Riau serta hutan kemasyarakatan sebanyak 4 unit seluas 786 ha di Kabupaten Pakpak Barat dan Langkat, Provinsi Sumut.
“Proses ini menunjukkan bahwa pemerintah bekerja dan dengan dukungan para aktivis, civil society para pendamping di seluruh Indonesia. Kita masih terus bekerja untuk realisasi yang luas bagi rakyat,” kata Siti Nurbaya.
Sementara itu, ujarnya, pada Desember 2016, telah dilakukan pengakuan resmi dengan penyerahan keputusan hutan adat untuk 9 kelompok masyarakat hutan adat, yang untuk pertama kalinya diserahkan oleh Presiden Joko Widodo kepada tokoh adat yang mewakili, dengan total luas areal hutan adat 13.122,3 Ha.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah akan memberikan dukungan akses pasar atas hasil hutan yang dihasilkan dalam wilayah hutan rakyat atau adat. “Ada dukungan akses pasar,” kata Menteri LHK Siti Nurbaya.
Dia mengemukakan hasil hutan yang diperoleh masyarakat adat, akan sulit berkembang jika tidak ada akses pasar. “Antara lain madu hutan, minyak kayu putih, kain tenun,” ujarnya.
Sementara itu, pemerintah juga mendorong sejumlah badan penelitian untuk memberikan dukungan inovasi. Mendorong pihak BUMN dan BUMD, serta dunia usaha untuk berbagi pengetahuan teknis.
“Saya meminta khususnya pada dunia usaha untuk berbagi pengetahuan teknis seperti bibit unggul, sistem operasi pemeliharaan,” sebut Siti seraya menegaskan, pemerintah berjanji terus melanjutkan penyelesaian pengakuan wilayah hutan yang diinginkan masyarakat adat.
Sedangkan Sekretaris AMAN Pusat, Abdon Nababan mengatakan, perusahaan-perusahaan telah mengabaikan hak-hak masyarakat adat selaku rakyat penunggu di atas tanah adat ataupun ulayat tempat perusahaan-perusahaan tersebut membuka usahanya. “Tanah yang digarap oleh perusahaan adalah tanah sewaan rakyat penunggu,” tegas Abdo Nababan.
Abdon mengatakan, bahwa hari ini adalah hari kebangkitan masyarakat adat untuk memgambil haknya kembali sebagai masyarakat penjaga bumi. “Haram bagi kami para masyarakat adat mengambil yang bukan menjadi hak-haknya atas tanah penunggu warisan leluhur. Kami minta negara mengembalikan hak kami tersebut,” tegasnya.
Untuk itu, Abdon berharap Presiden Joko Widodo dapat memenuhi tuntutan masyarakat adat, sebab saat ini beberapa regulasi tentang masyarakat adat sudah masuk dalam Program Legeslasi Nasional (Prolegnas).[rs]
“Nantinya, tim IP4T ini saya instruksikan untuk turun ke masayarakat guna melihat secara langsung dan membuat kajian secara bersungguh-sungguh agar tidak ada kepentingan masyarakat adat yang terabaikan,” sebut Gubsu Erry dalam sambutannya dalam Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) V yang dibuka Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya di Kampung Tanjung Gusta, Kabupaten Deli Serdang, Jumat (17/3/2017).
Dalam kesempatan itu, dihadapan Menteri LHK Siti Nurbaya dan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Gubsu Erry menuturkan bahwa Pemprovsu sangat mengapresiasi dan menyambut positif terhadap apa yang diprogramkan dan dilaksanakan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). “Karena apa yang dilakukan sangat erat kaitannya dengan pencapaian pemecahan permasalahan pengakuan hak masyarakat hukum adat dan upaya pemberdayaan masyarakat adat itu sendiri,” sebut Gubsu Erry.
Gubsu Erry juga berharap melalui konferensi masyarakat adat ini nantinya akan melahirkan program-program besar yang konstruktif yang mendorong semua pihak yang terkait, masyarakat adat mendapatkan haknya, sehingga kedepan akan berjalan bersama-sama untuk membangun Indonesia.
“Dalam waktu yang tidak terlalu lama saya berharap pembahasan dan pengesahan peraturan daerah tentang cara pengakuan dan perlindungan hak masyarakat hukum adat di Provinsi Sumatera Utara yang sedang dirumuskan oleh DPRD Sumut dapat segera ditetapkan, sehingga kebijakan yang berpihak kepada masyarakat hukum adat dapat direalisasikan,” harap Gubsu Erry.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyebutkan, kongres yang menghimpun 2.304 komunitas adat seluruh wilayah di Indonesia itu untuk meneguhkan kembali keberadaan masyarakat adat dalam negara dan memastikann kehadiran negara dalam masyarakat adat.
“Presiden konsisten dalam dukungan kepada masyarakat adat nusantara. Saya yakin, saya dan pak Teten (Kepala Staf Jokowi-red) mencatat semua hal yang tadi telah disampaikan,” ujar Siti.
Siti menyebutkan, pemerintah menindaklanjuti pengakuan wilayah hutan adat dari spot-spot wilayah hutan adat yang telah diidentifikasi oleh sejumlah pihak pendamping atau yang telah menjadi usulan masyarakat adat sendiri secara langsung. “Saat ini, sedang terus dilakukan proses artikulasi dan verifikasi wilayah,” kata Siti.
Siti menegaskan, bahwa pemerintah telah membuktikan janjinya, antara lain telah diselesaikan pengakuan Hutan Adat dengan SK 1156 untuk Kulawi Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah dan Hutan Adat dengan SK 1152 untuk Tapang Semadak, Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat.
Sampai dengan kemarin sore, ujarnya, sedang diselesaikan rencana kembali mengeluarkan hutan adat dari wilayah konsesi PT TPL, seluas lebih kurang 7.000 hektar, setelah keluar 5.100 hektar pada Desember 2016. “Jadi terus menerus berlanjut,” ujarnya.
Langkah-langkah yang sama juga berlangsung untuk hutan sosial lainnya seperti yang sudah diselesaikan untuk 7 unit Hutan Desa 4.240 Ha di Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanui Selatan dan Toba Samosir Provinsi Sumut.
Di samping itu, sebanyak 9 unit hutan desa seluas 15.300 ha di Kabupaten Meranti, Pelalawan Provinsi Riau serta hutan kemasyarakatan sebanyak 4 unit seluas 786 ha di Kabupaten Pakpak Barat dan Langkat, Provinsi Sumut.
“Proses ini menunjukkan bahwa pemerintah bekerja dan dengan dukungan para aktivis, civil society para pendamping di seluruh Indonesia. Kita masih terus bekerja untuk realisasi yang luas bagi rakyat,” kata Siti Nurbaya.
Sementara itu, ujarnya, pada Desember 2016, telah dilakukan pengakuan resmi dengan penyerahan keputusan hutan adat untuk 9 kelompok masyarakat hutan adat, yang untuk pertama kalinya diserahkan oleh Presiden Joko Widodo kepada tokoh adat yang mewakili, dengan total luas areal hutan adat 13.122,3 Ha.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah akan memberikan dukungan akses pasar atas hasil hutan yang dihasilkan dalam wilayah hutan rakyat atau adat. “Ada dukungan akses pasar,” kata Menteri LHK Siti Nurbaya.
Dia mengemukakan hasil hutan yang diperoleh masyarakat adat, akan sulit berkembang jika tidak ada akses pasar. “Antara lain madu hutan, minyak kayu putih, kain tenun,” ujarnya.
Sementara itu, pemerintah juga mendorong sejumlah badan penelitian untuk memberikan dukungan inovasi. Mendorong pihak BUMN dan BUMD, serta dunia usaha untuk berbagi pengetahuan teknis.
“Saya meminta khususnya pada dunia usaha untuk berbagi pengetahuan teknis seperti bibit unggul, sistem operasi pemeliharaan,” sebut Siti seraya menegaskan, pemerintah berjanji terus melanjutkan penyelesaian pengakuan wilayah hutan yang diinginkan masyarakat adat.
Sedangkan Sekretaris AMAN Pusat, Abdon Nababan mengatakan, perusahaan-perusahaan telah mengabaikan hak-hak masyarakat adat selaku rakyat penunggu di atas tanah adat ataupun ulayat tempat perusahaan-perusahaan tersebut membuka usahanya. “Tanah yang digarap oleh perusahaan adalah tanah sewaan rakyat penunggu,” tegas Abdo Nababan.
Abdon mengatakan, bahwa hari ini adalah hari kebangkitan masyarakat adat untuk memgambil haknya kembali sebagai masyarakat penjaga bumi. “Haram bagi kami para masyarakat adat mengambil yang bukan menjadi hak-haknya atas tanah penunggu warisan leluhur. Kami minta negara mengembalikan hak kami tersebut,” tegasnya.
Untuk itu, Abdon berharap Presiden Joko Widodo dapat memenuhi tuntutan masyarakat adat, sebab saat ini beberapa regulasi tentang masyarakat adat sudah masuk dalam Program Legeslasi Nasional (Prolegnas).[rs]
Posting Komentar
Posting Komentar