JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Langkah Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur
(Kotim), Kalimantan Tengah yang berencana mengaudit PT Sukajadi Sawit
Mekar dan PT Mustika Sembuluh (Group Musimas), mendapat dukungan dari
Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI). Dua perusahaan
Grup Musimas tersebut disinyalir telah menggarap lahan di luar izin Hak
Guna Usaha (HGU).
Menurut anggota Komisi IV DPR RI, Hamdhani, setiap perusahaan yang berinvestasi di Kalimantan Tengah harus mengikuti aturan. Selain kelengkapan perizinan, perusahaan harus menyelenggarakan usaha di wilayah yang telah diberikan izin. Artinya, jika perusahaan tersebut bergerak di bidang perkebunan, harus mengantongi Izin Usaha Perkebunan hingga izin HGU.
Tak hanya itu, setelah mengantongi izin, sudah barang tentu setiap perusahaan perkebunan kelapa sawit tidak menggarap lahan diluar HGU. "Komisi IV DPR menyetujui audit itu. Memang penting. Komisi IV DPR RI juga akan melakukan Audit secara menyeluruh terhadap PBS yang ada di Kalteng. Jika melanggar akan ada tindakan hukum," kata Anggota DPR RI Dapil Kalteng itu, belum lama ini.
Hamdhani menjelaskan, dalam PP No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, uraian atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang dasar Pokok-pokok Agrarian (UUPA) pasal 18 disebutkan, apabila HGU hapus dan tidak diperpanjang atau tidak diperbaharui, bekas pemegang hak wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya dan menyerahkan tanah dan tanaman yang ada di atas tanah bekas HGU kepada negara. Maka, di atas tanah yang tidak terdapat HGU sudah pasti wajib dibongkar dan tanah tersebut diserahkan kepada negara.
"Ya ini harus ditinjau ulang perusahaan yang memang menggarap di luar HGU. Tentunya jika menyalahi aturan harus diberi sanksi sesuai ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Dia melanjutkan, pada dasarnya setiap perusahaan perkebunan kelapa sawit tidak boleh melakukan aktivitas kerja diluar HGU yang telah ditentukan. Walaupun aktifitas kerja tersebut berada di kawasan yang sudah keluar izin lokasi.
"Izin lokasi itu bisa lebih luas atau sama dengan luasan HGU. Tapi HGU tidak bisa melebihi dari luasan izin lokasi. Tapi semua perusahaan tidak boleh melakukan penggarapan lahan sebelum izin HGU keluar. Ya harus digarap sesuai dengan HGU. Menggarap diluar HGU itu juga berdampak pada pendapatan pajak," imbuhnya.
Tak jalankan Plasma
Hamdhani menambahkan, sebagian besar perkebunan kelapa sawit di Kalteng tidak menjalankan Permentan 2011. Padahal jelas, perusahaan wajib memberikan plasma sebanyak 20 persen dari luas HGU. "Aturan Mentan banyak yang tidak direalisasikan. Padahal itu wajib, " kata Politisi Partai NasDem itu.
Sebelumnya, Pemkab Kotim berencana mengaudit PT Sukabumi Sawit Mekar dan PT Mustika Sembuluh (Group Musimas) karena disinyalir menggarap lahan di luar HGU. Pemkab Kotim juga telah mengaudit CV Agro Yakub yang diduga menggarap Hutan Produksi. "Kita evaluasi perizinan investor di Kotim. Sehingga tidak ada pelanggaran yang merugikan Kotim," pungkasnya.[rs/red/gbs]
Menurut anggota Komisi IV DPR RI, Hamdhani, setiap perusahaan yang berinvestasi di Kalimantan Tengah harus mengikuti aturan. Selain kelengkapan perizinan, perusahaan harus menyelenggarakan usaha di wilayah yang telah diberikan izin. Artinya, jika perusahaan tersebut bergerak di bidang perkebunan, harus mengantongi Izin Usaha Perkebunan hingga izin HGU.
Tak hanya itu, setelah mengantongi izin, sudah barang tentu setiap perusahaan perkebunan kelapa sawit tidak menggarap lahan diluar HGU. "Komisi IV DPR menyetujui audit itu. Memang penting. Komisi IV DPR RI juga akan melakukan Audit secara menyeluruh terhadap PBS yang ada di Kalteng. Jika melanggar akan ada tindakan hukum," kata Anggota DPR RI Dapil Kalteng itu, belum lama ini.
Hamdhani menjelaskan, dalam PP No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, uraian atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang dasar Pokok-pokok Agrarian (UUPA) pasal 18 disebutkan, apabila HGU hapus dan tidak diperpanjang atau tidak diperbaharui, bekas pemegang hak wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya dan menyerahkan tanah dan tanaman yang ada di atas tanah bekas HGU kepada negara. Maka, di atas tanah yang tidak terdapat HGU sudah pasti wajib dibongkar dan tanah tersebut diserahkan kepada negara.
"Ya ini harus ditinjau ulang perusahaan yang memang menggarap di luar HGU. Tentunya jika menyalahi aturan harus diberi sanksi sesuai ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Dia melanjutkan, pada dasarnya setiap perusahaan perkebunan kelapa sawit tidak boleh melakukan aktivitas kerja diluar HGU yang telah ditentukan. Walaupun aktifitas kerja tersebut berada di kawasan yang sudah keluar izin lokasi.
"Izin lokasi itu bisa lebih luas atau sama dengan luasan HGU. Tapi HGU tidak bisa melebihi dari luasan izin lokasi. Tapi semua perusahaan tidak boleh melakukan penggarapan lahan sebelum izin HGU keluar. Ya harus digarap sesuai dengan HGU. Menggarap diluar HGU itu juga berdampak pada pendapatan pajak," imbuhnya.
Tak jalankan Plasma
Hamdhani menambahkan, sebagian besar perkebunan kelapa sawit di Kalteng tidak menjalankan Permentan 2011. Padahal jelas, perusahaan wajib memberikan plasma sebanyak 20 persen dari luas HGU. "Aturan Mentan banyak yang tidak direalisasikan. Padahal itu wajib, " kata Politisi Partai NasDem itu.
Sebelumnya, Pemkab Kotim berencana mengaudit PT Sukabumi Sawit Mekar dan PT Mustika Sembuluh (Group Musimas) karena disinyalir menggarap lahan di luar HGU. Pemkab Kotim juga telah mengaudit CV Agro Yakub yang diduga menggarap Hutan Produksi. "Kita evaluasi perizinan investor di Kotim. Sehingga tidak ada pelanggaran yang merugikan Kotim," pungkasnya.[rs/red/gbs]
Posting Komentar
Posting Komentar