JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Anggota Komisi VI DPR RI Zulfan Lindan menilai
ada kekeliruan dalam penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 tahun
2016, yang tidak mengikutsertakan peran pengawasan DPR dalam hal
pengalihan aset BUMN.
“PP ini jelas dan tegas secara bulat akan ditolak oleh kami (Komisi VI DPR-red). Karena isinya bertentangan dengan UUD. Segala terkait keuangan negara sudah jelas dalam aturannya harus dibahas dalam APBN,” jelas Zulfan saat ditemui di ruang kerjanya, Kompleks Parlemen, Senin (16/01).
Politisi NasDem ini menjelaskan, dalam salah satu pasalnya, yakni pasal 2A, PP No 72 berisikan detail tata cara peralihan aset-aset BUMN dalam penggabungan satu holding BUMN. Di dalamnya, secara literasinya tidak perlu melewati pembahasaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) alias tanpa perlu persetujuan DPR.
“Nah ini yang tidak benar, kenapa harus menghindari DPR? Kita tentu terlebih dahulu ingin mengetahui dan bertanya, apakah BUMN ini rugi atau untung. Jangan sampai BUMN yang rugi malah diberikan penyertaan modal atau pengalihan aset untuk menjadi holding BUMN,” ungkap legislator NasDem dari Nanggroe Aceh Darussalam II ini.
Dia menilai, secara figur, Menteri BUMN saat ini kurang tepat dan tidak layak. Karena di dalam beberapa kebijakannya terkadang sering menimbulkan kontroversi.
“Masa mengangkat orang yang gagal dalam sebuah perusahaan menjadi dirut perusahaan negara yang bagus. Perusahaan sebelumnya saja dia gagal masa diposisikan (lagi) ke BUMN. Ini kan jadinya persoalan kepercayaan kita terhadap Menteri Negara BUMN,” tegas Zulfan.
Apalagi, keluarnya PP ini yang tidak mengikutsertakan DPR dalam pengalihan aset BUMN. Hal ini menambah ketidakpercayaan Komisi VI DPR kepada kredibilitas Rini Soemarno dalam mengelola Perusahaan Negara.
"Ini Ada apa? Tentunya kami mencurigai PP ini. Jangan-jangan ada apa-apa dibalik kehadiran PP 72/2016 tersebut,” pungkasnya.[rs/red/gbs]
“PP ini jelas dan tegas secara bulat akan ditolak oleh kami (Komisi VI DPR-red). Karena isinya bertentangan dengan UUD. Segala terkait keuangan negara sudah jelas dalam aturannya harus dibahas dalam APBN,” jelas Zulfan saat ditemui di ruang kerjanya, Kompleks Parlemen, Senin (16/01).
Politisi NasDem ini menjelaskan, dalam salah satu pasalnya, yakni pasal 2A, PP No 72 berisikan detail tata cara peralihan aset-aset BUMN dalam penggabungan satu holding BUMN. Di dalamnya, secara literasinya tidak perlu melewati pembahasaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) alias tanpa perlu persetujuan DPR.
“Nah ini yang tidak benar, kenapa harus menghindari DPR? Kita tentu terlebih dahulu ingin mengetahui dan bertanya, apakah BUMN ini rugi atau untung. Jangan sampai BUMN yang rugi malah diberikan penyertaan modal atau pengalihan aset untuk menjadi holding BUMN,” ungkap legislator NasDem dari Nanggroe Aceh Darussalam II ini.
Dia menilai, secara figur, Menteri BUMN saat ini kurang tepat dan tidak layak. Karena di dalam beberapa kebijakannya terkadang sering menimbulkan kontroversi.
“Masa mengangkat orang yang gagal dalam sebuah perusahaan menjadi dirut perusahaan negara yang bagus. Perusahaan sebelumnya saja dia gagal masa diposisikan (lagi) ke BUMN. Ini kan jadinya persoalan kepercayaan kita terhadap Menteri Negara BUMN,” tegas Zulfan.
Apalagi, keluarnya PP ini yang tidak mengikutsertakan DPR dalam pengalihan aset BUMN. Hal ini menambah ketidakpercayaan Komisi VI DPR kepada kredibilitas Rini Soemarno dalam mengelola Perusahaan Negara.
"Ini Ada apa? Tentunya kami mencurigai PP ini. Jangan-jangan ada apa-apa dibalik kehadiran PP 72/2016 tersebut,” pungkasnya.[rs/red/gbs]
Posting Komentar
Posting Komentar