MEDAN | GLOBAL SUMUT-Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi,
mengajak jajaran pemerintah daerah dan DPRD baik tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota bersinergi dalam melahirkan Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (LKPD) yang baik. “Kalau bisa seluruh kabupaten/kota bisa
memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian,” kata Gubsu pada acara
Penyerahan Laporan Hasil Pemantauan Tindaklanjut Rekomendasi Pemeriksaan
di Kantor BPK Provsu, Medan, Rabu (26/10).
Untuk tujuan itu, Gubsu mengatakan perlu dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Daerah masing-masing. DPRD dan Kepala Daerah disebutkannya memiliki fungsi sebagai penyelenggara pemerintah daerah. Pembagian kekuasaan antara pemerintah atau eksekutif dengan DPR atau legislatif menurutnya tidak berlaku di daerah.
Berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat yang terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan oleh DPRD dan kepala daerah. DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang diberi mandat rakyat untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Dengan demikian, DPRD dan Pemerintah Daerah idealnya dapat bekerjasama untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, termasuk dalam penyusunan LKPD.
Berdasarkan hasil pemantauan penyelesaian kerugian negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumut, per tanggal 20 Oktober 2016, pemerintah provinsi dan pemerintah 33 kabupaten/kota se Sumut terdapat sebanyak 3.229 kasus dengan nilai kerugian sebesar Rp1.087.605.547.642 atau 4.086 US$. Dari jumlah tersebut telah diangsur senilai Rp166.819.152.504 dan telah dilunasi senilai Rp142.705.264.020 sehingga masih terdapat sisa nilai kerugian sebesar Rp777.948.694.869 dan 4.086 US$.
“Pemantauan penyelesaian kerugian ini merupakan akumulasi dari beberapa tahun yang lalu. Seperti Pemprovsu bisa saja dari 10-15 tahun yang lalu, begitu juga dari daerah lain. Jadi jika penyelesaian kerugian ini tidak ditindaklanjuti maka setiap tahun dapat bertambah terus,” ujar Kepala Perwakilan BPK RI Sumut, Ambar Wahyuni usai acara penyerahan laporan hasil pemantauan penyelesaian kerugian daerah semester II tahun 2016 dan pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan per 19 september 2016, di kantor BPK RI Perwakilan Sumut, Rabu (26/10).
Dijelaskan Ambar, pemerintah daerah dengan tingkat penyelesaian kerugian daerah tertingi pertama adalah pemerintah Humbang Hasundutan dengan tingkat persentase penyelesaian 77,20 persen. Peringkat II adalah Pemerintah Kabupaten Langkat (60,32 persen) dan peringkat III adalah pemerintah kota Tebing Tinggi (59,99 persen).
Sedangkan pemerintah daerah dengan tingkat penyelesaian kerugian daerah terendah adalah kota Sibolga dengan tingkat persentase penyelesaian 7,07 persen. Peringkat kedua terendah Batubara dan ketiga Siantar. Sedangkan Pemprovsu berada pada posisi peringkat 19.
Sementara untuk tindaklanjut atas rekomendasi yang diberikan BPK per 19 September 2016, terdapat total rekomendasi sebanyak 15.892 dan telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi sebanyak 10.853, belum sesuai dan masih dalam proses sebanyak 4.021, belum ditindaklanjuti sebanyak 989 dan tidak dapat ditindaklanjuti sebanayk 29 rekomendasi.
Untuk pemerintah daerah dengan tingkat penyelesaian tindak lanjut tertinggi I adalah Pemerintah daerah Dairi dengan tingkat persentase 86,40 persen, peringkat kedua Kabupaten Labuhan Batu Utara (86,04 persen) dan peringkat III Pemko Medan (85,51 persen).
Pemerintah daerah dengan tingkat penyelesaian tindak lanjut rendah adalah pemerintah kabupaten Simalungun dengan tingkat persentase tindak lanjut 26,74 persen. Sedangkan provinsi mendapat peringkat 23.
Dalam kesempatan itu, Ambar juga mengatakan permasalahan yang menjadi dasar selama ini seperti persoalan aset tetap yakni aset tetap yang belum dicatat dalam neraca, aset tetap tidak didukung data rincian yang memadai, akumulasi penyusutan belum sesuai dengan SAP, kapitalisasi pengeluaran setelah perolehan awal atas aset tetap tidak ditambahkan/didistribusikan pada nilai aset awal, tetapi sebagai aset baru.
“Selain itu juga persoalan kas seperti pengelolaan kas di daerah tahun 2015 yang tidak tertib, juga pencatatan persediaan yang belum tertib,” terang Ambar. Begitu juga lanjut Ambar persoalan piutang, seperti penyajian akun piutang dan penyisihan piutang belum sesuai ketentuan, penatausahaan piutang PBB yang belum memadai dan belum dilakukan validasi juga belanja modal seperti pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak.
“Lambannya proses tindaklanjut dan laporan keuangan biasanya bisa saja dikarenakan daerahnya yang masih menggelar pilkada, adanya pimpinan yang masih berstatus Pj juga disebabkan karena sistem laporan yang saat ini harus sudah akrual sistem, sehingga menuntut daerah harus lebih detail untuk memberikan laporan keuangannya,” jelas Ambar.
Gubsu, Tengku Erry Nuradi mengakui kalau tindaklanjut kerugian negara yang dilakukan oleh Pemprovsu memang masih rendah. “Respon memang rendah, ini karena jabatan Inspektorat yang masih kosong, kedua pejabat yang membuat kerugian negara itu sekarang sudah tidak ada lagi, sudah pensiun, meninggal dunia atau sudah berpindah tugas,” kata Erry.
Dikatakan Erry, hasil pemantauan kerugian negara itu bukanlah kerugian dalam setahun dua tahun, namun merupakan akumulasi dari beberapa tahun. Untuk menyelesaikan hal itu kata Erry, Pemprovsu nantinya akan membuat sidang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TPTGR) yang nantinya akan diketuai oleh Sekda lalu ditetapkan berapa kerugian negara dan diberi waktu kalau bisa dibayar kalau tidak maka kepala daerah akan mengeluarkan SK sehingga dapat dihapuskan.
“Jadi kalau dari rekomendasi BPK itu kita bisa membuat sidang TPTGR itu dan mengeluarkan SK kepala daerah, kalau tidak bisa dibayarkan maka bisa dihapuskan,” kata Erry.(GBS-MDN)
Untuk tujuan itu, Gubsu mengatakan perlu dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Daerah masing-masing. DPRD dan Kepala Daerah disebutkannya memiliki fungsi sebagai penyelenggara pemerintah daerah. Pembagian kekuasaan antara pemerintah atau eksekutif dengan DPR atau legislatif menurutnya tidak berlaku di daerah.
Berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat yang terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan oleh DPRD dan kepala daerah. DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang diberi mandat rakyat untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Dengan demikian, DPRD dan Pemerintah Daerah idealnya dapat bekerjasama untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, termasuk dalam penyusunan LKPD.
Berdasarkan hasil pemantauan penyelesaian kerugian negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumut, per tanggal 20 Oktober 2016, pemerintah provinsi dan pemerintah 33 kabupaten/kota se Sumut terdapat sebanyak 3.229 kasus dengan nilai kerugian sebesar Rp1.087.605.547.642 atau 4.086 US$. Dari jumlah tersebut telah diangsur senilai Rp166.819.152.504 dan telah dilunasi senilai Rp142.705.264.020 sehingga masih terdapat sisa nilai kerugian sebesar Rp777.948.694.869 dan 4.086 US$.
“Pemantauan penyelesaian kerugian ini merupakan akumulasi dari beberapa tahun yang lalu. Seperti Pemprovsu bisa saja dari 10-15 tahun yang lalu, begitu juga dari daerah lain. Jadi jika penyelesaian kerugian ini tidak ditindaklanjuti maka setiap tahun dapat bertambah terus,” ujar Kepala Perwakilan BPK RI Sumut, Ambar Wahyuni usai acara penyerahan laporan hasil pemantauan penyelesaian kerugian daerah semester II tahun 2016 dan pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan per 19 september 2016, di kantor BPK RI Perwakilan Sumut, Rabu (26/10).
Dijelaskan Ambar, pemerintah daerah dengan tingkat penyelesaian kerugian daerah tertingi pertama adalah pemerintah Humbang Hasundutan dengan tingkat persentase penyelesaian 77,20 persen. Peringkat II adalah Pemerintah Kabupaten Langkat (60,32 persen) dan peringkat III adalah pemerintah kota Tebing Tinggi (59,99 persen).
Sedangkan pemerintah daerah dengan tingkat penyelesaian kerugian daerah terendah adalah kota Sibolga dengan tingkat persentase penyelesaian 7,07 persen. Peringkat kedua terendah Batubara dan ketiga Siantar. Sedangkan Pemprovsu berada pada posisi peringkat 19.
Sementara untuk tindaklanjut atas rekomendasi yang diberikan BPK per 19 September 2016, terdapat total rekomendasi sebanyak 15.892 dan telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi sebanyak 10.853, belum sesuai dan masih dalam proses sebanyak 4.021, belum ditindaklanjuti sebanyak 989 dan tidak dapat ditindaklanjuti sebanayk 29 rekomendasi.
Untuk pemerintah daerah dengan tingkat penyelesaian tindak lanjut tertinggi I adalah Pemerintah daerah Dairi dengan tingkat persentase 86,40 persen, peringkat kedua Kabupaten Labuhan Batu Utara (86,04 persen) dan peringkat III Pemko Medan (85,51 persen).
Pemerintah daerah dengan tingkat penyelesaian tindak lanjut rendah adalah pemerintah kabupaten Simalungun dengan tingkat persentase tindak lanjut 26,74 persen. Sedangkan provinsi mendapat peringkat 23.
Dalam kesempatan itu, Ambar juga mengatakan permasalahan yang menjadi dasar selama ini seperti persoalan aset tetap yakni aset tetap yang belum dicatat dalam neraca, aset tetap tidak didukung data rincian yang memadai, akumulasi penyusutan belum sesuai dengan SAP, kapitalisasi pengeluaran setelah perolehan awal atas aset tetap tidak ditambahkan/didistribusikan pada nilai aset awal, tetapi sebagai aset baru.
“Selain itu juga persoalan kas seperti pengelolaan kas di daerah tahun 2015 yang tidak tertib, juga pencatatan persediaan yang belum tertib,” terang Ambar. Begitu juga lanjut Ambar persoalan piutang, seperti penyajian akun piutang dan penyisihan piutang belum sesuai ketentuan, penatausahaan piutang PBB yang belum memadai dan belum dilakukan validasi juga belanja modal seperti pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak.
“Lambannya proses tindaklanjut dan laporan keuangan biasanya bisa saja dikarenakan daerahnya yang masih menggelar pilkada, adanya pimpinan yang masih berstatus Pj juga disebabkan karena sistem laporan yang saat ini harus sudah akrual sistem, sehingga menuntut daerah harus lebih detail untuk memberikan laporan keuangannya,” jelas Ambar.
Gubsu, Tengku Erry Nuradi mengakui kalau tindaklanjut kerugian negara yang dilakukan oleh Pemprovsu memang masih rendah. “Respon memang rendah, ini karena jabatan Inspektorat yang masih kosong, kedua pejabat yang membuat kerugian negara itu sekarang sudah tidak ada lagi, sudah pensiun, meninggal dunia atau sudah berpindah tugas,” kata Erry.
Dikatakan Erry, hasil pemantauan kerugian negara itu bukanlah kerugian dalam setahun dua tahun, namun merupakan akumulasi dari beberapa tahun. Untuk menyelesaikan hal itu kata Erry, Pemprovsu nantinya akan membuat sidang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TPTGR) yang nantinya akan diketuai oleh Sekda lalu ditetapkan berapa kerugian negara dan diberi waktu kalau bisa dibayar kalau tidak maka kepala daerah akan mengeluarkan SK sehingga dapat dihapuskan.
“Jadi kalau dari rekomendasi BPK itu kita bisa membuat sidang TPTGR itu dan mengeluarkan SK kepala daerah, kalau tidak bisa dibayarkan maka bisa dihapuskan,” kata Erry.(GBS-MDN)
Posting Komentar
Posting Komentar