JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Untuk menghindari terjadinya praktik pelanggaran
Hak Asasi Manusia saat menangani tindak pidana perdagangan orang,
khususnya di kawasan ASEAN, kesepakatan bersama akhirnya terancang
secara sistematis. Bentuknya sendiri dengan membuka keran komunikasi dan
konsultasi antara aparat penegak hukum ASEAN dengan institusi-institusi
HAM serta lembaga serupa lainnya. Tujuan akhirnya tentu saja
keselarasan antara penegakan hukum dengan regulasi dunia mengenai Hak
Asasi Manusia (HAM).
Ketua Senior Officials' Meeting on Transnational Crime (SOMTC), Komjen Pol. Ari Dono Sukmanto menyatakan hal itu, usai membuka pertemuan ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AIHCR) di Hotel Le Meredien, Jakarta, Kamis, (29/09/2016).
Menurut Ari yang juga Kabareskrim Mabes Polri itu, komunikasi dan konsultasi ini menjadi penting agar terhindar dari polemik yang justru mengganggu esensi perlawanan terhadap human trafficking.
“Sebagai langkah awal dalam mengimplementasikan ASEAN Convention against Traficking in Person Especially Women and Children (ACTIP) dan ASEAN Plan of Action (APA), akan sangat penting apabila memiliki keselarasan dengan institusi atau lembaga pemerintahan negara anggota ASEAN lainnya, termasuk institusi HAM atau lembaga-lembaga lainnya yang serupa, serta badan sektoral ASEAN lainnya. Tentu kita tidak ingin saat melaksanakan penanganan tindak pidana tersebut justru menjadi polemik, misalnya, dianggap melanggar aturan HAM terhadap para pelaku. Bahkan hingga saat menangani para korban human trafficking,” ungkap Ari.
Berdasarkan data, sebanyak 184 kasus dari 237 kasus laporan terkait tindak pidana perdagangan orang telah dituntaskan oleh Polri di tingkat Polda dan Mabes Polri. Sementara sampai dengan Agustus 2016, sebanyak 68 kasus dari 77 laporan terkait dengan human trafficking telah dituntaskan oleh Polri di tingkat Polda dan Mabes Polri. Jumlah tersangka yang ditahan oleh Mabes Polri sebanyak 31 tersangka. Sisanya, baik di Polda dan Mabes Polri, hingga saat ini masuk dalam tahap penuntasan kasus.
Berangkat dari data itu, masih menurut Ari, sisi lain dari pentingnya musyawarah itu adalah terjadinya pertukaran informasi terkait penanganan tindak pidana perdagangan manusia.
“Dengan adanya konsultasi ini juga, maka akan menguntungkan bagi negara ASEAN untuk mendengarkan praktik-praktik terbaik serta kerja sama antar agensi untuk memerangi kejahatan perdagangan orang di kawasan. Selain itu, melalui forum konsultasi seperti ini, menjadi langkah strategis bagi Indonesia dalam menjaga stabilitas keamanan di kawasan ASEAN. Pertemuan ini juga diharapkan akan berlangsung berkesinambungan serta mampu meningkatkan kolaborasi antar ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR), SOMTC, dan badan sektoral ASEAN lainnya dalam implementasi ACTIP. Negara di kawasan ASEAN mesti menjadi negara yang paling manusiawi, termasuk juga mereka yang menjadi korban perdagangan orang karena tidak boleh ada seorangpun yang mesti menjadi hamba atau budak dalam bentuk apapun, atau menjadi korban penyelundupan maupun perdagangan orang, termasuk untuk tujuan perdagangan organ tubuh manusia”, papar Ari.
Sementara itu, Sekretaris Umum Deputi ASEAN Bidang Sosio-Budaya, H.E. Vongthep Arthakaivalvatee menyatakan bahwa melalui bangunan komunikasi seperti ini diharapkan penanganan transnational crime di kawasan ASEAN lebih maksimal.
“Dengan pertemuan ini, sesama negara anggota di kawasan serta negara sahabat lainnya, bisa memiliki satu bingkai yang sama untuk memaksimalisasi perlawanan terhadap transnational crime, termasuk human trafficking. Di sisi lain, pertemuan ini juga merupakan langkah awal dari pekerjaan besar untuk terciptanya keselarasan pemikiran, menyongsong ASEAN Vision 2025,” tutup Vongthep.(rls)
Ketua Senior Officials' Meeting on Transnational Crime (SOMTC), Komjen Pol. Ari Dono Sukmanto menyatakan hal itu, usai membuka pertemuan ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AIHCR) di Hotel Le Meredien, Jakarta, Kamis, (29/09/2016).
Menurut Ari yang juga Kabareskrim Mabes Polri itu, komunikasi dan konsultasi ini menjadi penting agar terhindar dari polemik yang justru mengganggu esensi perlawanan terhadap human trafficking.
“Sebagai langkah awal dalam mengimplementasikan ASEAN Convention against Traficking in Person Especially Women and Children (ACTIP) dan ASEAN Plan of Action (APA), akan sangat penting apabila memiliki keselarasan dengan institusi atau lembaga pemerintahan negara anggota ASEAN lainnya, termasuk institusi HAM atau lembaga-lembaga lainnya yang serupa, serta badan sektoral ASEAN lainnya. Tentu kita tidak ingin saat melaksanakan penanganan tindak pidana tersebut justru menjadi polemik, misalnya, dianggap melanggar aturan HAM terhadap para pelaku. Bahkan hingga saat menangani para korban human trafficking,” ungkap Ari.
Berdasarkan data, sebanyak 184 kasus dari 237 kasus laporan terkait tindak pidana perdagangan orang telah dituntaskan oleh Polri di tingkat Polda dan Mabes Polri. Sementara sampai dengan Agustus 2016, sebanyak 68 kasus dari 77 laporan terkait dengan human trafficking telah dituntaskan oleh Polri di tingkat Polda dan Mabes Polri. Jumlah tersangka yang ditahan oleh Mabes Polri sebanyak 31 tersangka. Sisanya, baik di Polda dan Mabes Polri, hingga saat ini masuk dalam tahap penuntasan kasus.
Berangkat dari data itu, masih menurut Ari, sisi lain dari pentingnya musyawarah itu adalah terjadinya pertukaran informasi terkait penanganan tindak pidana perdagangan manusia.
“Dengan adanya konsultasi ini juga, maka akan menguntungkan bagi negara ASEAN untuk mendengarkan praktik-praktik terbaik serta kerja sama antar agensi untuk memerangi kejahatan perdagangan orang di kawasan. Selain itu, melalui forum konsultasi seperti ini, menjadi langkah strategis bagi Indonesia dalam menjaga stabilitas keamanan di kawasan ASEAN. Pertemuan ini juga diharapkan akan berlangsung berkesinambungan serta mampu meningkatkan kolaborasi antar ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR), SOMTC, dan badan sektoral ASEAN lainnya dalam implementasi ACTIP. Negara di kawasan ASEAN mesti menjadi negara yang paling manusiawi, termasuk juga mereka yang menjadi korban perdagangan orang karena tidak boleh ada seorangpun yang mesti menjadi hamba atau budak dalam bentuk apapun, atau menjadi korban penyelundupan maupun perdagangan orang, termasuk untuk tujuan perdagangan organ tubuh manusia”, papar Ari.
Sementara itu, Sekretaris Umum Deputi ASEAN Bidang Sosio-Budaya, H.E. Vongthep Arthakaivalvatee menyatakan bahwa melalui bangunan komunikasi seperti ini diharapkan penanganan transnational crime di kawasan ASEAN lebih maksimal.
“Dengan pertemuan ini, sesama negara anggota di kawasan serta negara sahabat lainnya, bisa memiliki satu bingkai yang sama untuk memaksimalisasi perlawanan terhadap transnational crime, termasuk human trafficking. Di sisi lain, pertemuan ini juga merupakan langkah awal dari pekerjaan besar untuk terciptanya keselarasan pemikiran, menyongsong ASEAN Vision 2025,” tutup Vongthep.(rls)
Posting Komentar
Posting Komentar