MEDAN | GLOBAL SUMUT-Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Ir H Tengku Erry
Nuradi MSi mendorong Pemko Medan dan etnis Karo menjadikan Peringatan
Mengenang Perdiri Kota Medan Guru Pattimpus Sembiring Pelawi, menjadi
kalender kegiatan (calendar of event) dalam upaya mendongkrak tingkat
kunjungan wisatawan ke Sumut.
Harapan tersebut disampaikan Tengku Erry Nuradi dalam acara mengenang Pendiri Kota Medan, Guru Pattimpus Sembiring Pelawi yang dikemas dalam acara Rapat Kerja Tahunan Merdang Merdem Kota Medan 2016 di Tugu Guru Pattimpus, Jl Guru Pattimpus Medan, Jumat (15/7/2016).
Hadir dalam acara tersebut Walikota Medan Drs Dzulmi Eldin S MSi, Wakil Walikota Medan Ahyar Nasutio, masyarakat Karo di Medan diantaranya Prof Efendi Barus, HS Serta Gintng, Roy F Ginting, Prof Menneth Ginting dan Budi Sinulingga. Selain itu, turut hadir tokoh berbagai etnis diantaranya Datuk Adil Heberham Sembiring Pelawai yang merupakan cucu Guru Pattimpus, anggota DPRD Sumut dan anggota DPRD Medan serta undangan lainnya.
Dalam kesempatan itu, Erry Nuradi mengatakan, kegiatan Kerja Tahunan Merdang Merdem merupakan kegiatan budaya suku Karo yang sangat berpotensi menarik perhatian wisatawan mancanegara. Apalagi kegiatan tersebut digelar dalam rangka mengengang pendiri Kota Medan, Guru Pattimpus Sembiring Pelawi.
“Mengenang pendiri Kota Medan ini dapat dijadikan salah satu calander of event dalam upaya menarik wisawatawan mancanegara,” sebut Erry.
Erry menilai, Dinas Pariwisata Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut dan Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota, masih lemah dalam menyusun kalender kegiatan yang dapat menarik minat wisawatan.
“Kita harus akui, kita masih lemah dalam menyusun calender of event. Dinas Pariwisata provinsi dan Kabupaten Kota harus bersinergi dalam menyusun kalender kegiatan kepariwisataan,” pesan Erry.
Tidak hanya etnis Karo, sebut Erry, etnis lain juga diharapkan mampu mengemas kegiatan budaya dan adat istiada masing-masing, guna menarik minat wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Sumut.
“Kita berharap, kedepan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Kota tidak lagi berjalan sendiri-sendiri. Tetapi sudah bersinergi dengan tokoh adat dan saling dukung,” harap Erry.
Tidak lupa Erry mengingatkan masyarakat untuk tidak melupakan sejarah bangsa, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dan jasa pendahulunya.
“Jangan lupakan akar sejarah. Sejarah layak kita lestarikan bagi generasi mendatang. Misalnya mengapa suku Karo dan Melayu punya kedekatan yang erat. Ini ada sejarahnya,” sebut Erry.
Sementara tokoh Karo, Prof Effendi Barus mengatakan, usai Kota Medan telah menginjak 426 tahun. Sementara acara Rapat Kerja Tahunan Merdang Merdem kali ini merupakan kegiatan yang kedua di gelar di Kota Medan.
“Ini kegiatan yang kedua kali digelar di Medan. Kehgiatan ini tidak hanya untuk mengenang pendiri Kota Medan yakni Guru Pattimpus Sembiring Pelawi, tetapi jugaRapat Kerja Tahunan untuk memberi masukan bagi kemajuan Kota Medan,” sebut Barus.
Guru Pattimpus Sembiring Pelawi merupakan orang pertama yang membuka perkampungan di Medan yang berlokasi di Tanah Deli. Pada zaman penjajahan, orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah zaman kemerdekaan, istilah Medan Deli berangsur lenyap sehingga akhirnya kurang populer.
Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah di antara kedua sungai tersebut.
Pada tahun 1860, Medan masih merupakan hutan rimba. Penduduk yang berasal dari Karo dan Semenanjung Malay hanya mendiami kawasan muara sungai.
Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumut.
Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama ‘Medan Putri’. Perkembangan Kampung ‘Medan Putri’ tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung ‘Medan Putri’ yang merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting.
Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dan isteri Guru Pattimpus yang mendirikan kampung Medan melahirkan anaknya yang pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta adalah bertani menanam lada. Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki dinamai si Kecik.
Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang berfikiran maju. Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut ilmu) membaca Alquran kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang agama Islam ke Aceh.
Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini adalah keterangan H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku Deli: In Woord en Beeld ditulis oleh N. ten Cate.
Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis berbentuk bundaran yang terdapat dipertemuan antara dua sungai yakni Sungai Deli dan sungai Babura. Rumah Administrateur terletak di seberang sungai dari kampung Medan. Letak dari Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang sekarang ini. (RHD)
Harapan tersebut disampaikan Tengku Erry Nuradi dalam acara mengenang Pendiri Kota Medan, Guru Pattimpus Sembiring Pelawi yang dikemas dalam acara Rapat Kerja Tahunan Merdang Merdem Kota Medan 2016 di Tugu Guru Pattimpus, Jl Guru Pattimpus Medan, Jumat (15/7/2016).
Hadir dalam acara tersebut Walikota Medan Drs Dzulmi Eldin S MSi, Wakil Walikota Medan Ahyar Nasutio, masyarakat Karo di Medan diantaranya Prof Efendi Barus, HS Serta Gintng, Roy F Ginting, Prof Menneth Ginting dan Budi Sinulingga. Selain itu, turut hadir tokoh berbagai etnis diantaranya Datuk Adil Heberham Sembiring Pelawai yang merupakan cucu Guru Pattimpus, anggota DPRD Sumut dan anggota DPRD Medan serta undangan lainnya.
Dalam kesempatan itu, Erry Nuradi mengatakan, kegiatan Kerja Tahunan Merdang Merdem merupakan kegiatan budaya suku Karo yang sangat berpotensi menarik perhatian wisatawan mancanegara. Apalagi kegiatan tersebut digelar dalam rangka mengengang pendiri Kota Medan, Guru Pattimpus Sembiring Pelawi.
“Mengenang pendiri Kota Medan ini dapat dijadikan salah satu calander of event dalam upaya menarik wisawatawan mancanegara,” sebut Erry.
Erry menilai, Dinas Pariwisata Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut dan Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota, masih lemah dalam menyusun kalender kegiatan yang dapat menarik minat wisawatan.
“Kita harus akui, kita masih lemah dalam menyusun calender of event. Dinas Pariwisata provinsi dan Kabupaten Kota harus bersinergi dalam menyusun kalender kegiatan kepariwisataan,” pesan Erry.
Tidak hanya etnis Karo, sebut Erry, etnis lain juga diharapkan mampu mengemas kegiatan budaya dan adat istiada masing-masing, guna menarik minat wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Sumut.
“Kita berharap, kedepan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Kota tidak lagi berjalan sendiri-sendiri. Tetapi sudah bersinergi dengan tokoh adat dan saling dukung,” harap Erry.
Tidak lupa Erry mengingatkan masyarakat untuk tidak melupakan sejarah bangsa, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dan jasa pendahulunya.
“Jangan lupakan akar sejarah. Sejarah layak kita lestarikan bagi generasi mendatang. Misalnya mengapa suku Karo dan Melayu punya kedekatan yang erat. Ini ada sejarahnya,” sebut Erry.
Sementara tokoh Karo, Prof Effendi Barus mengatakan, usai Kota Medan telah menginjak 426 tahun. Sementara acara Rapat Kerja Tahunan Merdang Merdem kali ini merupakan kegiatan yang kedua di gelar di Kota Medan.
“Ini kegiatan yang kedua kali digelar di Medan. Kehgiatan ini tidak hanya untuk mengenang pendiri Kota Medan yakni Guru Pattimpus Sembiring Pelawi, tetapi jugaRapat Kerja Tahunan untuk memberi masukan bagi kemajuan Kota Medan,” sebut Barus.
Guru Pattimpus Sembiring Pelawi merupakan orang pertama yang membuka perkampungan di Medan yang berlokasi di Tanah Deli. Pada zaman penjajahan, orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah zaman kemerdekaan, istilah Medan Deli berangsur lenyap sehingga akhirnya kurang populer.
Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah di antara kedua sungai tersebut.
Pada tahun 1860, Medan masih merupakan hutan rimba. Penduduk yang berasal dari Karo dan Semenanjung Malay hanya mendiami kawasan muara sungai.
Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumut.
Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama ‘Medan Putri’. Perkembangan Kampung ‘Medan Putri’ tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung ‘Medan Putri’ yang merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting.
Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dan isteri Guru Pattimpus yang mendirikan kampung Medan melahirkan anaknya yang pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta adalah bertani menanam lada. Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki dinamai si Kecik.
Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang berfikiran maju. Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut ilmu) membaca Alquran kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang agama Islam ke Aceh.
Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini adalah keterangan H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku Deli: In Woord en Beeld ditulis oleh N. ten Cate.
Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis berbentuk bundaran yang terdapat dipertemuan antara dua sungai yakni Sungai Deli dan sungai Babura. Rumah Administrateur terletak di seberang sungai dari kampung Medan. Letak dari Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang sekarang ini. (RHD)
Posting Komentar
Posting Komentar