MEDAN | GLOBAL SUMUT-Listrik membuat hidup jadi mudah. Akan tetapi,
penggunaan listrik juga dapat menimbulkan sejumlah risiko. Kebakaran
akibat arus pendek serta kesetrum sengatan arus listrik adalah dua
contoh risiko yang ditimbulkan oleh listrik. Persoalannya, masyarakat
belum memprioritaskan keselamatan dalam penggunaan listrik.
Untuk itu, Schneider Electric menyosialisasikan penggunaan produk dan instalasi listrik yang aman. Mengingat arus pendek masih mendominasi penyebab insiden kebakaran yang terjadi di Kota Medan.
Schneider Electric, perusahaan global di bidang pengelolaan energi dan automasi, menggelar acara bertajuk “Solutions World” bertempat di Santika Premier Dyandra Hotel & Convention, Medan. Di acara ini, selain memamerkan teknologi penunjang efisiensi energi yang terkini dari Schneider Electric, sederetan diskusi interaktif yang mengangkat isu terkini di bidang pengelolaan energi dan automasi juga dihadirkan oleh para pakar energi dari Schneider Electric.
Country president schneider electric indonesia mengatakan Efisiensi energi merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan, antara lain karena isu kelangkaan energi masih menjadi sebuah kendala besar. Menurut data yang dirilis oleh International Energy Agency, saat ini 1,3 miliar orang di seluruh dunia masih belum memiliki akses terhadap energi, khususnya energi listrik. Fakta lain menunjukkan bahwa arus urbanisasi, digitalisasi, dan industrialisasi semakin mendorong pengkonsumsian energi yang bertambah tinggi.
Ia menambahkan, Urbanisasi misalnya, di tahun 2050 diperkirakan perkotaan akan menjadi pusat kehidupan sebagian besar warga dunia, yaitu sejumlah 2,5 miliar jiwa. Era digitalisasi juga membutuhkan energi yang begitu besar, di mana di tahun 2020 diprediksi akan ada 50 miliar perangkat yang saling terkoneksi melalui internet. Begitu pula dengan arus industrialisasi, yang dipercaya akan menyerap energi 50% lebih besar di tahun 2050.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), rasio elektrifikasi nasional baru mencapai sekitar 86%, artinya 14% masyarakat Indonesia belum dapat menikmati berbagai kemudahan yang diperoleh dari adanya aliran listrik.
Di sisi lain, saat penggunaan energi akan terus bertambah dua kali lipat selama 40 tahun ke depan, masyarakat global juga dibebani dengan tanggungjawab untuk mengurangi emisi karbon hingga setengahnya. Untuk mencapai keseimbangan tersebut, dibutuhkan upaya efisiensi energi sebesar empat kali lipat dari sekarang.
Sementara itu, Core founder green building council indonesia Ir. rana yusuf nasir mengatakan, bangunan gedung menghabiskan lebih dari 1/3 sumber daya dunia untuk konstruksinya menggunakan 40% dari total energi global dan menghasilkan 40% dari total emisi greenhouse gas (GHG) fakta ini mempertegas urgensi yang sangat tinggi bagi sektor bangunan untuk merealisasikan langkah efisiensi energi (Ulfah)
Untuk itu, Schneider Electric menyosialisasikan penggunaan produk dan instalasi listrik yang aman. Mengingat arus pendek masih mendominasi penyebab insiden kebakaran yang terjadi di Kota Medan.
Schneider Electric, perusahaan global di bidang pengelolaan energi dan automasi, menggelar acara bertajuk “Solutions World” bertempat di Santika Premier Dyandra Hotel & Convention, Medan. Di acara ini, selain memamerkan teknologi penunjang efisiensi energi yang terkini dari Schneider Electric, sederetan diskusi interaktif yang mengangkat isu terkini di bidang pengelolaan energi dan automasi juga dihadirkan oleh para pakar energi dari Schneider Electric.
Country president schneider electric indonesia mengatakan Efisiensi energi merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan, antara lain karena isu kelangkaan energi masih menjadi sebuah kendala besar. Menurut data yang dirilis oleh International Energy Agency, saat ini 1,3 miliar orang di seluruh dunia masih belum memiliki akses terhadap energi, khususnya energi listrik. Fakta lain menunjukkan bahwa arus urbanisasi, digitalisasi, dan industrialisasi semakin mendorong pengkonsumsian energi yang bertambah tinggi.
Ia menambahkan, Urbanisasi misalnya, di tahun 2050 diperkirakan perkotaan akan menjadi pusat kehidupan sebagian besar warga dunia, yaitu sejumlah 2,5 miliar jiwa. Era digitalisasi juga membutuhkan energi yang begitu besar, di mana di tahun 2020 diprediksi akan ada 50 miliar perangkat yang saling terkoneksi melalui internet. Begitu pula dengan arus industrialisasi, yang dipercaya akan menyerap energi 50% lebih besar di tahun 2050.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), rasio elektrifikasi nasional baru mencapai sekitar 86%, artinya 14% masyarakat Indonesia belum dapat menikmati berbagai kemudahan yang diperoleh dari adanya aliran listrik.
Di sisi lain, saat penggunaan energi akan terus bertambah dua kali lipat selama 40 tahun ke depan, masyarakat global juga dibebani dengan tanggungjawab untuk mengurangi emisi karbon hingga setengahnya. Untuk mencapai keseimbangan tersebut, dibutuhkan upaya efisiensi energi sebesar empat kali lipat dari sekarang.
Sementara itu, Core founder green building council indonesia Ir. rana yusuf nasir mengatakan, bangunan gedung menghabiskan lebih dari 1/3 sumber daya dunia untuk konstruksinya menggunakan 40% dari total energi global dan menghasilkan 40% dari total emisi greenhouse gas (GHG) fakta ini mempertegas urgensi yang sangat tinggi bagi sektor bangunan untuk merealisasikan langkah efisiensi energi (Ulfah)
Posting Komentar
Posting Komentar