STABAT | GLOBAL SUMUT-Oknum pejabat tinggi seperti Kaban BPMDK Langkat,
Drs. Jaya Sitepu dan Kabid Pemdes, Khairuddin, sepertinya begitu kebal
hukum. Terbukti, meski sudah pernah hadir memenuhi panggilan dari
Kejaksaan Negeri Stabat terkait dugaan kasus pemotongan anggaran Dana
Desa (DD) sebesar 6 hingga 10 persen, namun proses hukum masih jalan
ditempat.
Hingga kini, dugaan kasus pemotongan Dana Desa yang tengah ditangani Kejari Stabat, terkesan masih jalan ditempat. Pasalnya, sejauh ini belum ada satupun yang ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus pemotongan Dana Desa (DD) tersebut. Padahal, Kaban BPMDK Langkat, Drs. Jaya Sitepu sudah dua kali datang memenuhi panggilan Kejari Stabat untuk menjalani proses pemeriksaan. Beliau disebut-sebut terindikasi melakukan pemotongan Dana Desa (DD) tahun 2015 berkisar mulai antara 6 hingga 10 persen setiap desa.
Demikian disebutkan salah seorang sumber berinisial ANS yang minta nama lengkapnya dirahasiakan kepada Wartawan, belum lama ini. " Kabarnya Kabag BPMDK Langkat sudah dua kali dipanggil menjalani pemeriksaan di Kejaksaan, kalau terbukti bersalah maka dipastikan akan masuk penjara, " ujarnya.
Diantara petinggi BPMDK Langkat, terdapat nama Kabid Pemdes BPMDK Langkat, Khairuddin yang juga ikut diperiksa dalam dugaan kasus tersebut. Khairuddin sendiri bukan nama baru di BPMDK Langkat yang terindikasi melakukan penyalahgunaan jabatan. Beberapa tahun silam, Khairuddin juga dikaitkan dengan dugaan kasus pembelian Software SIMKEUDES yang berasal dari anggaran dana desa (ADD) Kab. Langkat tahun 2014.
Diberitakan sebelumnya, sedikitnya Rp 800 juta berasal dari anggaran dana desa (ADD) di Kabupaten Langkat tahun anggaran 2014 lalu, diduga menguap begitu saja. Anggaran uang negara itu, disebut-sebut digerogoti oleh Kabid Pemdes, Khairuddin di instansi Badan Pemerintahan Masyarakat Desa dan Kelurahan (PMDK) Kabupaten Langkat.
Penggerogotan dana ADD itu dilakukan sangat rapi. Caranya dibuat program seolah-olah merupakan usulan desa dan menjadi kebutuhan terkait simtem informasi dan pelaporan keuangan desa, meski dalam Perbup hal tersebut tidak termasuk dalam daftar penggunaan ADD.
Berdasarkan program tersebut, setiap desa kemudian diwajibkan membayar Rp 3,5 juta dengan alasan untuk pembelian software SIMKEUDES berupa kepingan CD yang disebut-sebut ditangani oleh Kha, oknum Kabid di PMDK Langkat. Software itupun disebutkan hanya ada di PT Trimedia Teknologi, sebuah perusahaan yang disebut-sebut berkantor di Pulau Jawa.
Dengan adanya kewajiban masing-masing desa membayar Rp 3,5 juta untuk pembelian software itu, maka jumlah uang ADD yang dikumpulkan oknum pejabat PMDK itu sedikitnya mencapai Rp 800 juta lebih mengingat ada sebanyak 240 desa di Langkat. Menurut sumber, harga software berupa satu kepingan CD hingga Rp 3,5 juta itu, teramat mahal. Apalagi CD bisa dicopy, sehingga tidak semua desa harus mengeluarkan ADDnya sebesar Rp 3,5 juta untuk membeli CD dimaksud.
Menanggapi itu, Kasi Intel, Kejari Stabat, Erik Yiduistita SH membantah kalau kedatangan kedua oknum pejabat BPMDK Langkat ke Kejari Stabat dalam rangka proses pemeriksaan. " Memang ada yang kita kroscek lalu diserahkan ke Inspektorat untuk dilakukan audit karena saya menginginkan adanya koordinasi dan kerjasama antar lintas instansi, " katanya saat ditemui Realitas di ruang kerjanya, belum lama ini. Lebih lanjut, kata Erik, pihaknya telah membentuk tim untuk pengawasan dana desa. Ia berharap tidak terjadi tumpang tindih proyek pembangunan antara pusat dengan kabupaten yang berpotensi merugikan keuangan negara. Oleh sebab itu semua pihak diminta untuk membuat laporan pertanggung jawaban, seperti camat sebagai pengawas, fasilitator di kabupaten dan kades dan swakelola dibawahnya sebagai pelaksana. " Tetap kita kawal biar nanti pembangunan kedepan bisa sesuai yang diharapkan, kalau memang diperlukan kepala dinaspun akan kita panggil dan diwawancarai, " janjinya.
Polres Langkat sendiri juga berjanji akan mendalami kasus pungutan liar (pungli) yang selama ini mengurita di instansi BPMDK ( Badan pemberdayaan Masyarakat dan Desa ) seperti yang terjadi dijajaran instansi Kantor BPMDK dibawah kepemimpinan Drs. Jaya Sitepu seperti pungutan Calon Kepala Desa Lulus seleksi sebanyak 375 calon dikenakan sebesar Rp. 1 juta. Apabila dihitung dana keseluruhan mencpai Rp. 375 juta.
Kasat Reskrim Polres Langkat, AKP. Agus Subarna Praja. SH mengatakan pihaknya sedang turun ke bawah untuk menyelidiki dugaan kasus penyelewengan anggaran ADD/DD " Ini sudah perintah dari Kapolda dan akan kami dalami, " sebutnya. (red)
Hingga kini, dugaan kasus pemotongan Dana Desa yang tengah ditangani Kejari Stabat, terkesan masih jalan ditempat. Pasalnya, sejauh ini belum ada satupun yang ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus pemotongan Dana Desa (DD) tersebut. Padahal, Kaban BPMDK Langkat, Drs. Jaya Sitepu sudah dua kali datang memenuhi panggilan Kejari Stabat untuk menjalani proses pemeriksaan. Beliau disebut-sebut terindikasi melakukan pemotongan Dana Desa (DD) tahun 2015 berkisar mulai antara 6 hingga 10 persen setiap desa.
Demikian disebutkan salah seorang sumber berinisial ANS yang minta nama lengkapnya dirahasiakan kepada Wartawan, belum lama ini. " Kabarnya Kabag BPMDK Langkat sudah dua kali dipanggil menjalani pemeriksaan di Kejaksaan, kalau terbukti bersalah maka dipastikan akan masuk penjara, " ujarnya.
Diantara petinggi BPMDK Langkat, terdapat nama Kabid Pemdes BPMDK Langkat, Khairuddin yang juga ikut diperiksa dalam dugaan kasus tersebut. Khairuddin sendiri bukan nama baru di BPMDK Langkat yang terindikasi melakukan penyalahgunaan jabatan. Beberapa tahun silam, Khairuddin juga dikaitkan dengan dugaan kasus pembelian Software SIMKEUDES yang berasal dari anggaran dana desa (ADD) Kab. Langkat tahun 2014.
Diberitakan sebelumnya, sedikitnya Rp 800 juta berasal dari anggaran dana desa (ADD) di Kabupaten Langkat tahun anggaran 2014 lalu, diduga menguap begitu saja. Anggaran uang negara itu, disebut-sebut digerogoti oleh Kabid Pemdes, Khairuddin di instansi Badan Pemerintahan Masyarakat Desa dan Kelurahan (PMDK) Kabupaten Langkat.
Penggerogotan dana ADD itu dilakukan sangat rapi. Caranya dibuat program seolah-olah merupakan usulan desa dan menjadi kebutuhan terkait simtem informasi dan pelaporan keuangan desa, meski dalam Perbup hal tersebut tidak termasuk dalam daftar penggunaan ADD.
Berdasarkan program tersebut, setiap desa kemudian diwajibkan membayar Rp 3,5 juta dengan alasan untuk pembelian software SIMKEUDES berupa kepingan CD yang disebut-sebut ditangani oleh Kha, oknum Kabid di PMDK Langkat. Software itupun disebutkan hanya ada di PT Trimedia Teknologi, sebuah perusahaan yang disebut-sebut berkantor di Pulau Jawa.
Dengan adanya kewajiban masing-masing desa membayar Rp 3,5 juta untuk pembelian software itu, maka jumlah uang ADD yang dikumpulkan oknum pejabat PMDK itu sedikitnya mencapai Rp 800 juta lebih mengingat ada sebanyak 240 desa di Langkat. Menurut sumber, harga software berupa satu kepingan CD hingga Rp 3,5 juta itu, teramat mahal. Apalagi CD bisa dicopy, sehingga tidak semua desa harus mengeluarkan ADDnya sebesar Rp 3,5 juta untuk membeli CD dimaksud.
Menanggapi itu, Kasi Intel, Kejari Stabat, Erik Yiduistita SH membantah kalau kedatangan kedua oknum pejabat BPMDK Langkat ke Kejari Stabat dalam rangka proses pemeriksaan. " Memang ada yang kita kroscek lalu diserahkan ke Inspektorat untuk dilakukan audit karena saya menginginkan adanya koordinasi dan kerjasama antar lintas instansi, " katanya saat ditemui Realitas di ruang kerjanya, belum lama ini. Lebih lanjut, kata Erik, pihaknya telah membentuk tim untuk pengawasan dana desa. Ia berharap tidak terjadi tumpang tindih proyek pembangunan antara pusat dengan kabupaten yang berpotensi merugikan keuangan negara. Oleh sebab itu semua pihak diminta untuk membuat laporan pertanggung jawaban, seperti camat sebagai pengawas, fasilitator di kabupaten dan kades dan swakelola dibawahnya sebagai pelaksana. " Tetap kita kawal biar nanti pembangunan kedepan bisa sesuai yang diharapkan, kalau memang diperlukan kepala dinaspun akan kita panggil dan diwawancarai, " janjinya.
Polres Langkat sendiri juga berjanji akan mendalami kasus pungutan liar (pungli) yang selama ini mengurita di instansi BPMDK ( Badan pemberdayaan Masyarakat dan Desa ) seperti yang terjadi dijajaran instansi Kantor BPMDK dibawah kepemimpinan Drs. Jaya Sitepu seperti pungutan Calon Kepala Desa Lulus seleksi sebanyak 375 calon dikenakan sebesar Rp. 1 juta. Apabila dihitung dana keseluruhan mencpai Rp. 375 juta.
Kasat Reskrim Polres Langkat, AKP. Agus Subarna Praja. SH mengatakan pihaknya sedang turun ke bawah untuk menyelidiki dugaan kasus penyelewengan anggaran ADD/DD " Ini sudah perintah dari Kapolda dan akan kami dalami, " sebutnya. (red)
Posting Komentar
Posting Komentar