MEDAN | GLOBAL SUMUT-Gubenur Sumatera Utara (Sumut) Ir H Tengku Erry
Nuradi Msi mengatakan, Indonesia masih belum merdeka dari sisi ketahanan
pangan. Itu terbukti karena harga komoditi pangan seperti beras dan
daging sapi masih tinggi, bahkan jika dibandingkan harga di luar negeri.
Hal itu disampaikan Tengku Erry Nuradi saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) dan Sinkronisasi Kepala Badan/ Dinas/ Kantor Penanganan Penyuluhan Kabupaten/Kota dan Pimpinan Balai Penyuluhan Kecamatan seSumut di Hotel Garuda Plaza Medan, Selasa (21/6/2016)
Hadir dalam acara itu Kepala Badan Pelaksana Koordinasi Penyuluhanan (Bakorluh) Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Sumut, Bonar Sirait, Kepala Dinas (Kadis) Perindustrian dan Perdagangan Sumut dan Plt Kadis Pertanian Sumut.
Beras Vietnam dan beras Thailand misalnya, harganya hanya Rp 7-8 ribu kg. Jauh lebih murah dibanding beras petani lokal.
Demikian juga dengan harga daging sapi di luar negeri yang bisa lebih murah seperti dari India hanya Rp 50-60 ribu perkilogramnya.
“Bahkan daging sapi India bila dikirim ke Indonesia dengan menggunakan angkutan pesawat, harganya tetap bisa lebih murah. Hanya Rp 80 ribu saja. Ini membuktikan dari sisi pangan kita masib terjajah. Artinyai kita belum merdeka dari sisi ketahanan pangan. Kalau begini terus, kita bisa jadi penonton di negeri sendiri,” ujar Erry cemas.
Salah satu langkah strategis untuk keluar dari penjajahan bidang pangan tersebut, diantaranya dengan meningkatkan produksi hasil pangan dan mewujudkan stabilitas harga serta distribusi yang lebih baik, sehingga kita bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
“Harga pangan juga masih dikendilkan oleh kartel dan pihak yang mengambil keutungan lebih besar dari petani. Ini juga persoalan lain yang harus segera mendapat perhatian pemerintah pusat,” sebut Erry.
Erry berharap, Rakor dan Sinkronisasi Kepala Badan/ Dinas/ Kantor Penanganan Penyuluhan Kabupaten/Kota dan Pimpinan Balai Penyuluhan Kecamatan seSumut menelurkan langkah taktis dan strategis guna menyamakan persepsi dalam meningkatkan ketahanan pangan Sumut yang nantinya akan berimbas positif pada ketahanan pangan nasional.
“Sudah saatnya kita menjadi tuan rumah di negari kita sendiri. Merdeka dari penjajahan pangan,” pesan Erry.
Imbau Terbitkan Perda Perlindungan Lahan Tanaman Pangan Strategis Tidak lupa Erry mengimbau para penyuluh di Sumut, fokus pada upaya peningkatan produktivitas padi dalam mewujudkan swasembada pangan di Sumut.
“Jangan ada lagi alih fungsi lahan tanaman pangan. Pemkab dan Pemko di Sumut kita harapkan punya lahan tanaman pangan sendiri. Selain itu, saya juga mengimbau Pemkab dan Pemko menerbitkan Peraturan Daerah guna melindungi lahan tanaman pangan strategis,” pesan Erry.
Kecenderungan pengalihan lahan pertanian tanaman pangan menjadi perkebunan sawit, sebut Erry, semakin marak dalam beberapa dekade terakhir. Padahal pertanian padi sawah dengan irigasi yang baik, jauh lebih menguntungkan daripada perkebunan sawit.
“Pemerintah Provinsi bersama DPRD Sumut, sudah menerbitkan Perda Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Perda ini diharapkan bisa disahuti Pemkab dan Pemko, terutama daerah yang memiliki lahan pertanian tanaman pangan. Ada baiknya segera terbitkan Perda pendukung di daerah masing-masing,” harap Erry.
Erry juga meminta para Kepala Badan/ Dinas/ Kantor yang menangani penyuluhan kabupaten/kota dan Pimpinan Balai Penyuluhan Kecamatan se Sumut yang hadir dalam kegiatan tersebuut, fokus pada upaya peningkatan prooduktivitas pangan Sumut.
“Produksi padi Sumut menurun. Saat ini Sumut turun satu pringkat menjadi posisi 6 produsen padi nasional. Enam urutan terbesar produksi gabah di Indonesia itu yakni tertinggi Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan produksi, Sumatera Selatan dan Sumut,” terang Erry.
Salah satu persoalan yang dihadapi Sumut adalah lahan irigasi. Secara teknis, baru mencapai baru 35% lahan tanaman padi di Sumut yang mendapat pengairan memadai. Selebihnya masih minim. Akibatnya, lahan rentan dialihfungsikan menjadi lahan tanaman sawit, bahkan lahan perumahan.
“Kita baiknya focus pada padi. Karena posisi kita sudah bergeser dari urutan lima menjadi enam dalam produksi padi. Saya berharap, seluruh Kabupaten danTidak lupa Erry berpesan kepada Pemkab dan Pemko bersinergi dalam upaya mencapai ketahanan pangan di Sumut.
“Saat ini lahan persawahan terus diincar investor. Banyak investor yang membeli sawah. Trend ini juga harus disikapi,” ujar Erry.
Guna mendorong peningkatan produksi padi di Sumut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut akan berupaya menyiapkan sarana dan prasarana irigasi.
“Saat ini Sumut memiliki irigasi terbesar yaitu sungai ular seluas 18 ribu hektar. Begitu juga potensi 100 ribu hektar irigasi di Asahan yang akan dibagun.
Langkat ada irigasi 10 ribu hektar. Saat ini sedang pembangunan,” papar Erry. Kota kerja keras, jangan ada lagi alih fungsi lahan pangan,” pesan Erry.
Sementara Kepala Bakorluh Sumut Bonar Sirait, pada Jambore penyuluh di Kabupaten Langkat tahun lalu, Erry sempat melontarkan ide agar penyuluh bisa diberi perlindungan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa sebagaimana guru. Ide tersebut mendapat sambuatan pemerintah pusat dan kini menjadi agenda nasional.
“Mulai tahun 2017 penyuluh di Sumut terdaftar sebagi peserta BPJS. Ini juga sudah menjadi agenda nasional,” ujar Bonar.
Bonar Sirait mengatakan, Sumut termasuk provinsi lumbung padi, sehingga mendapat perhatian khusus dari pemerintah dalam upaya pendapaian ketahanan pangan.
“Salah satu program adalah upaya khusus padi jagung dan kedelai atau Upsus Pajale juga pembangunan irigasi dan waduk,” jelas Bonar.
Untuk pencapaian target produksi pangan, peran Penyuluh dan Balai Penyuluh di Kecamatan sangat penting dan strategis.
“Kita juga menghimbau agar Kabupaten dan kota bisa bersinergi untuk lebih memperhatikan Balai Penyuluhan Kecamatan di wilayah masing-masing,” tambah Bonar.
Dalam acara itu, Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi secara simbolik menyerahkan bantuan 10 unit komputer kepada 10 Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan seSumut. (RHD)
Hal itu disampaikan Tengku Erry Nuradi saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) dan Sinkronisasi Kepala Badan/ Dinas/ Kantor Penanganan Penyuluhan Kabupaten/Kota dan Pimpinan Balai Penyuluhan Kecamatan seSumut di Hotel Garuda Plaza Medan, Selasa (21/6/2016)
Hadir dalam acara itu Kepala Badan Pelaksana Koordinasi Penyuluhanan (Bakorluh) Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Sumut, Bonar Sirait, Kepala Dinas (Kadis) Perindustrian dan Perdagangan Sumut dan Plt Kadis Pertanian Sumut.
Beras Vietnam dan beras Thailand misalnya, harganya hanya Rp 7-8 ribu kg. Jauh lebih murah dibanding beras petani lokal.
Demikian juga dengan harga daging sapi di luar negeri yang bisa lebih murah seperti dari India hanya Rp 50-60 ribu perkilogramnya.
“Bahkan daging sapi India bila dikirim ke Indonesia dengan menggunakan angkutan pesawat, harganya tetap bisa lebih murah. Hanya Rp 80 ribu saja. Ini membuktikan dari sisi pangan kita masib terjajah. Artinyai kita belum merdeka dari sisi ketahanan pangan. Kalau begini terus, kita bisa jadi penonton di negeri sendiri,” ujar Erry cemas.
Salah satu langkah strategis untuk keluar dari penjajahan bidang pangan tersebut, diantaranya dengan meningkatkan produksi hasil pangan dan mewujudkan stabilitas harga serta distribusi yang lebih baik, sehingga kita bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
“Harga pangan juga masih dikendilkan oleh kartel dan pihak yang mengambil keutungan lebih besar dari petani. Ini juga persoalan lain yang harus segera mendapat perhatian pemerintah pusat,” sebut Erry.
Erry berharap, Rakor dan Sinkronisasi Kepala Badan/ Dinas/ Kantor Penanganan Penyuluhan Kabupaten/Kota dan Pimpinan Balai Penyuluhan Kecamatan seSumut menelurkan langkah taktis dan strategis guna menyamakan persepsi dalam meningkatkan ketahanan pangan Sumut yang nantinya akan berimbas positif pada ketahanan pangan nasional.
“Sudah saatnya kita menjadi tuan rumah di negari kita sendiri. Merdeka dari penjajahan pangan,” pesan Erry.
Imbau Terbitkan Perda Perlindungan Lahan Tanaman Pangan Strategis Tidak lupa Erry mengimbau para penyuluh di Sumut, fokus pada upaya peningkatan produktivitas padi dalam mewujudkan swasembada pangan di Sumut.
“Jangan ada lagi alih fungsi lahan tanaman pangan. Pemkab dan Pemko di Sumut kita harapkan punya lahan tanaman pangan sendiri. Selain itu, saya juga mengimbau Pemkab dan Pemko menerbitkan Peraturan Daerah guna melindungi lahan tanaman pangan strategis,” pesan Erry.
Kecenderungan pengalihan lahan pertanian tanaman pangan menjadi perkebunan sawit, sebut Erry, semakin marak dalam beberapa dekade terakhir. Padahal pertanian padi sawah dengan irigasi yang baik, jauh lebih menguntungkan daripada perkebunan sawit.
“Pemerintah Provinsi bersama DPRD Sumut, sudah menerbitkan Perda Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Perda ini diharapkan bisa disahuti Pemkab dan Pemko, terutama daerah yang memiliki lahan pertanian tanaman pangan. Ada baiknya segera terbitkan Perda pendukung di daerah masing-masing,” harap Erry.
Erry juga meminta para Kepala Badan/ Dinas/ Kantor yang menangani penyuluhan kabupaten/kota dan Pimpinan Balai Penyuluhan Kecamatan se Sumut yang hadir dalam kegiatan tersebuut, fokus pada upaya peningkatan prooduktivitas pangan Sumut.
“Produksi padi Sumut menurun. Saat ini Sumut turun satu pringkat menjadi posisi 6 produsen padi nasional. Enam urutan terbesar produksi gabah di Indonesia itu yakni tertinggi Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan produksi, Sumatera Selatan dan Sumut,” terang Erry.
Salah satu persoalan yang dihadapi Sumut adalah lahan irigasi. Secara teknis, baru mencapai baru 35% lahan tanaman padi di Sumut yang mendapat pengairan memadai. Selebihnya masih minim. Akibatnya, lahan rentan dialihfungsikan menjadi lahan tanaman sawit, bahkan lahan perumahan.
“Kita baiknya focus pada padi. Karena posisi kita sudah bergeser dari urutan lima menjadi enam dalam produksi padi. Saya berharap, seluruh Kabupaten danTidak lupa Erry berpesan kepada Pemkab dan Pemko bersinergi dalam upaya mencapai ketahanan pangan di Sumut.
“Saat ini lahan persawahan terus diincar investor. Banyak investor yang membeli sawah. Trend ini juga harus disikapi,” ujar Erry.
Guna mendorong peningkatan produksi padi di Sumut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut akan berupaya menyiapkan sarana dan prasarana irigasi.
“Saat ini Sumut memiliki irigasi terbesar yaitu sungai ular seluas 18 ribu hektar. Begitu juga potensi 100 ribu hektar irigasi di Asahan yang akan dibagun.
Langkat ada irigasi 10 ribu hektar. Saat ini sedang pembangunan,” papar Erry. Kota kerja keras, jangan ada lagi alih fungsi lahan pangan,” pesan Erry.
Sementara Kepala Bakorluh Sumut Bonar Sirait, pada Jambore penyuluh di Kabupaten Langkat tahun lalu, Erry sempat melontarkan ide agar penyuluh bisa diberi perlindungan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa sebagaimana guru. Ide tersebut mendapat sambuatan pemerintah pusat dan kini menjadi agenda nasional.
“Mulai tahun 2017 penyuluh di Sumut terdaftar sebagi peserta BPJS. Ini juga sudah menjadi agenda nasional,” ujar Bonar.
Bonar Sirait mengatakan, Sumut termasuk provinsi lumbung padi, sehingga mendapat perhatian khusus dari pemerintah dalam upaya pendapaian ketahanan pangan.
“Salah satu program adalah upaya khusus padi jagung dan kedelai atau Upsus Pajale juga pembangunan irigasi dan waduk,” jelas Bonar.
Untuk pencapaian target produksi pangan, peran Penyuluh dan Balai Penyuluh di Kecamatan sangat penting dan strategis.
“Kita juga menghimbau agar Kabupaten dan kota bisa bersinergi untuk lebih memperhatikan Balai Penyuluhan Kecamatan di wilayah masing-masing,” tambah Bonar.
Dalam acara itu, Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi secara simbolik menyerahkan bantuan 10 unit komputer kepada 10 Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan seSumut. (RHD)
Posting Komentar
Posting Komentar