BELAWAN | GLOBAL SUMUT-Dinas Perikanan Kelautan Propinsi Sumatera Utara
(Diskanlasu) didesak pihak HNSI Medan untuk menghentikan izin pukat
apung dan tidak sembarangan memberikan izin penangkapan ikan (SIPI) bagi
kapal berukuran dibawah 30 GT jenis alat tangkap pukat apung bagi
sejumlah kapal ikan yang berpraktek manipulasi ukuran kapal (Gross Ton)
atau dengan istilah Mark down.
Saat ini ada sekitar 80 persen kapal penangkap ikan di Pelabuhan Perikanan samudera Belawan (PPSB) berpraktek mark down guna mendapatkan izin pukat apung dari Diskanlasu karena sesuai Permen Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) nomor 02 tahun 2015 tak lagi dikeluarkan izin bagi kapal ikan beralat tangkap trawl yang tak ramah lingkungan.
"Kita minta pihak Kamla dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan (PSDKP), Syahbandar perikanan jangan tutup mata dalam hal ini dan benar-benar harus mengecek alat tangkap yang digunakan sebelum berangkat ke laut dan bagi pihak Diskanla jangan sembarangan keluarkan izin pukat apung sebelum adanya cek fisik kapal yang sesuai ukurannya,"tegas Ketua HNSI Kota Medan HT.Bahrumsyah di sekretariat HNSI Kota Medan di jalan Cicalengka Belawan, Kamis (23/06).
Dari laporan yang diterima serta hasil sidak beberapa hari di PPSB Gabion kata Bahrum yang juga anggota DPRD Kota Medan dari fraksi PAN tersebut, banyak kapal berizin pukat apung saat mau melaut menyembunyikan alat tangkap trawl dan papan besi pemberat seperti kura - kura di dalam palka kapal namun setibanya di laut tetap menggunakan alat tangkap trawl yang meresahkan nelayan kecil tersebut, dari itulah kita mendesak Diskanlasu untuk menghentikan izin pukat apung bermasalah tersebut.
Sementara itu, Kadiskanla Sumut Zonni Waldi yang ditanyai seputar pemberian izin alat tangkap pukat apung mengatakan, izin penangkapan ikan (SIPI) yang menjadi kewenangan propinsi sudah beralih 100 persen ke pukat apung, ada pancing ada pukat insang, pukiani untuk menangkap cumi cumi, Akan tetapi Zonni tak menyebutkan jumlah perizinan pukat apung yang telah dikeluarkan tersebut.
Ditanya bagaimana soal pengawasan di lapangan dimana ternyata masih ditemui kapal ikan yang memiliki izin pukat apung namun dalam praktiknya pukat trawl ? Menurut Kadiskanlasu, kalau kapal ikan tersebut terbukti melanggar perizinan maka akan kita cabut izinnya.Tegasnya.
Lebih lanjut Zonni mengatakan, Persoalan kita sekarang adalah kurangnya sarana dan prasana kita di dalam pengawasan sebab laut kita ini panjangnya di Selat Malaka sekitar 545 kilometer, itu kan suatu hal berat untuk diawasi dijalani setiap harinya setiap minggunya.
Oleh karena itulah kita bekerjasama dengan PSDKP Belawan dan PSDKP pusat dan tim kordinasi pusat agar praktek tak sesuai izin itu dapat diawasi meski itu sulit dipantau selama 24 jam, dari itulah diperlukan informasi serta kesadaran dari masyarakat nelayan itu sendiri, Jelas Zonni usai meninjau tim verifikasi bantuan bagi nelayan di Kelurahan terjun Kecamatan Medan Marelan.(bu ).
Saat ini ada sekitar 80 persen kapal penangkap ikan di Pelabuhan Perikanan samudera Belawan (PPSB) berpraktek mark down guna mendapatkan izin pukat apung dari Diskanlasu karena sesuai Permen Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) nomor 02 tahun 2015 tak lagi dikeluarkan izin bagi kapal ikan beralat tangkap trawl yang tak ramah lingkungan.
"Kita minta pihak Kamla dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan (PSDKP), Syahbandar perikanan jangan tutup mata dalam hal ini dan benar-benar harus mengecek alat tangkap yang digunakan sebelum berangkat ke laut dan bagi pihak Diskanla jangan sembarangan keluarkan izin pukat apung sebelum adanya cek fisik kapal yang sesuai ukurannya,"tegas Ketua HNSI Kota Medan HT.Bahrumsyah di sekretariat HNSI Kota Medan di jalan Cicalengka Belawan, Kamis (23/06).
Dari laporan yang diterima serta hasil sidak beberapa hari di PPSB Gabion kata Bahrum yang juga anggota DPRD Kota Medan dari fraksi PAN tersebut, banyak kapal berizin pukat apung saat mau melaut menyembunyikan alat tangkap trawl dan papan besi pemberat seperti kura - kura di dalam palka kapal namun setibanya di laut tetap menggunakan alat tangkap trawl yang meresahkan nelayan kecil tersebut, dari itulah kita mendesak Diskanlasu untuk menghentikan izin pukat apung bermasalah tersebut.
Sementara itu, Kadiskanla Sumut Zonni Waldi yang ditanyai seputar pemberian izin alat tangkap pukat apung mengatakan, izin penangkapan ikan (SIPI) yang menjadi kewenangan propinsi sudah beralih 100 persen ke pukat apung, ada pancing ada pukat insang, pukiani untuk menangkap cumi cumi, Akan tetapi Zonni tak menyebutkan jumlah perizinan pukat apung yang telah dikeluarkan tersebut.
Ditanya bagaimana soal pengawasan di lapangan dimana ternyata masih ditemui kapal ikan yang memiliki izin pukat apung namun dalam praktiknya pukat trawl ? Menurut Kadiskanlasu, kalau kapal ikan tersebut terbukti melanggar perizinan maka akan kita cabut izinnya.Tegasnya.
Lebih lanjut Zonni mengatakan, Persoalan kita sekarang adalah kurangnya sarana dan prasana kita di dalam pengawasan sebab laut kita ini panjangnya di Selat Malaka sekitar 545 kilometer, itu kan suatu hal berat untuk diawasi dijalani setiap harinya setiap minggunya.
Oleh karena itulah kita bekerjasama dengan PSDKP Belawan dan PSDKP pusat dan tim kordinasi pusat agar praktek tak sesuai izin itu dapat diawasi meski itu sulit dipantau selama 24 jam, dari itulah diperlukan informasi serta kesadaran dari masyarakat nelayan itu sendiri, Jelas Zonni usai meninjau tim verifikasi bantuan bagi nelayan di Kelurahan terjun Kecamatan Medan Marelan.(bu ).
Posting Komentar
Posting Komentar