LABURA
| GLOBAL SUMUT-Kabupaten Labuhanbatu Utara yang merupakan satu dari 3
Kabupaten dari hasil pemekaran Kab. Labuhanbatu dan sudah berdiri pada
tahun 2008. Sabtu (12/3).
Kabupaten
yang dilintasi jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) lintas timur, terdiri
dari 8 Kecamatan, dimana empat kecamatan mengarah kepesisir dan empat
kecamatan lagi mengarah keperbukitan (gugusan bukit barisan).
Kabupaten
Labuhanbatu Utara yang penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai
petani sawit dan karet sebagai sumber keuangan utama. Pertambahan
penduduk serta meningkatnya kebutuhan juga perkembangan mendorong
tumbuhnya dunia usaha, terutama usaha perkebunan, terutama perkebunan
sawit, baik milik perorangan maupun berbentuk perusahaan.Keadaan itu
mendorong dibutuhkannya lahan pertanian yang tiap tahun makin luas, yang
pada akhirnya mendorong penjarahan atau pendudukan kawasan hutan yang
dialih fungsikan sebagai lahan perkebunan, walau tidak melalui jalur
pelepasan kawasan secara resmi.
Kawasan
hutan yang kaya akan potensi kayu sebelum dijadikan lahan perkebunan
menarik perhatian pelaku bisnis yang berkecimpung dalam dunia usaha
perkayuan. Harga kayu yang cukup menggiurkan serta tingginya permintaan
pasar akhirnya mendorong dan memancing munculnya kasus-kasus ilegal
logging yang pada saat ini sangat marak terjadi didaerah ini.
Lemahnya
pengawasan terhadap pelaku ilegal logging ini serta adanya oknum-oknum
pejabat dinas kehutanan baik dari tingkat Provinsi maupun Kabupaten yang
ikut terlibat didalamnya semakin memperparah perusakan serta penguasaan
kawasan hutan menjadi tak terkendali.
Perubahan
status kawasan dari SK 44 menjadi SK 579 pada tahun 2014 khususnya
diSumatera Utara berhasil merubah kawasan hutan menjadi Areal Penggunaan
Lain (APL) lebih dari 700 ribu hektar.
Menguatkan
adanya Dugaan konspirasi (persekongkolan) antara mapia dan Pejabat.
Sedangkan untuk Kabupaten Labuhanbatu Utara luas kawasan yang dilepaskan
lebih dari 40.000 Ha dari yang dimohonkan seluas 60.200Ha. Sementara
realita dilapangan kawasan hutan baik Hutan Produksi Terbatas (HPT),
Hutan Lindung (HL) dan bahkan Hutan Swaka Alam (HSA) sudah banyak yang
beralih fungsi menjadi lahan perkebunan sawit tanpa adanya tindakan dan
sangsi hukum kepada para pelaku, demikian juga halnya para Pelaku Ilegal
Logging yang semakin hari semakin menjadi-jadi dan cenderung terkesan
adanya pembiaran dari pihak Dinas Kehutanan.
Pemberitaan
tentang maraknya kegiatan ilegal logging, baik dimedia cetak, media
sosial bahkan dimedia elektronik seakan tidak menyurutkan niat para
pelaku untuk terus melakukannya, hukum yang bisa dibeli, aparat pejabat
yang bisa dibayar serta kesadaran masyarakat yang masih sangat kurang
akan pentingnya menjaga kelestarian hutan semakin memperparah keadaan
ini.
Saat
ini ada tiga titik besar kegiatan ilegal logging yang sedang berjalan
tampa adanya legalitas atau ijin yang harus dimiliki oleh pelaku. Setiap
malam jalan lintas timur dilewati kendaraan-kendaraan yang membawa
gelondongan kayu besar yang bebagian besar mengarah kekota Kisaran Kab.
Asahan yang banyak terdapat usaha pengolahan kayu bulat menjadi kayu
batangan balok maupun lembaran papan berbagai ukuran.
Bisnis
hitam yang menggiurkan yang dibiarkan tumbuh subur yang bisa
menimbulkan bencana longsor dan banjir bandang seakan bukan masalah lagi
bagi pelaku-pelaku ilegal logging tersebut, Labura mengundang bencana
adalah kalimat yang tepat disematkan untuk daerah ini. (Rinaldi.H)
Posting Komentar
Posting Komentar