MEDAN
| GLOBAL SUMUT-Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Ir
H Tengku Erry Nuradi MSi meminta pemerintah pusat segera mengeluarkan
kebijakan terkait mahalnya harga gas dan keterbatasan pasokan listrik di
Sumut. Jika tidak, pertumbuhan investasi terancam mati suri, termasuk
investor yang kini telah beroperasi di Kawasan Strategis Nasional (KSN)
di Sumut.
Harapan
itu disampaikan Tengku Erry Nuradi dalam diskusi dengan rombongan
Komisi VII DPR RI di kantor Gubernur Sumut, Jl Diponegoro Medan, Senin
(21/3/2016).
Hadir
Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu, anggota Donny Maryadi
Oekon (PDIP), Yulian Gunhar (PDIP), Adian Yunus Yusak Napitupulu (PDIP),
Eni Maulani Saragih (Golkar), Gito Ganinduto (Golkar), Satya Widya
Yudha (Golkar), Ramson Siagian (Gerindra), Bambang Haryadi (Gerindra),
Adji Farida Padmo Ardans (P.Demokrat), Andriyanto Johan Syah (PAN), H
Agus Sulistyono (PKB) dan H Isqan Qolba Lubis (PKB).
Turut
hadir unsur DPRD Sumut, Dirjen Migas, Dirjen Ketenagalistrikan, Dirjen
Minerba, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Kementerian
Ristek dan Dikti, PT Pertamina, PT PLN (persero), PT PGN, PT Inalum, BPH
Migas dan SKK Migas serta intansi terkait.
Dalam
kesempatan itu, Erry mengatakan, harga gas di Sumut tertinggi di
Indonesia mencapai US$ 12 per juta British Thermal Unit (MMBTU) dari
sebelumnya US$ 14 MMBTU. Dampaknya, industry mengalami kendala dalam
berproduksi akibat tingginya biaya operasional pengadaan gas.
“Gas
merupakan urat nadi pertumbuhan ekonomi Sumut. Jika harga gas tetap
mahal, industri menjadi tidak miliki daya saing,” ujar Erry.
Erry berharap, pemerintah pusat mengeluarkan regulasi yang mengatur
harga gas dalam upaya mendorong pertumbuhan industri di Sumut. “Pihak
industri berharap, harga gas industri di Sumut bisa dibawah US$10 per
juta British Thermal Unit,” sebut Erry.
Jika
harga gas tetap tinggi, sejumlah investor di Sumut mengalami kendala
dalam berproduksi, termasuk sejumlah industri yang kini telah beroperasi
di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei Simalungun dan di Kawasan
Strategis Nasoional Danau Toba nantinya.
Selain
masalah harga gas yang tinggi, Erry juga mengatakan, minimnya
ketersediaan daya listrik di Sumut juga menjadi persoalan lain yang
diharapkan segera mendapat solusi.
“Kita berharap, DPR RI bersama pemerintah pusat duduk bersama mencari solusi dua masalah itu,” ujar Erry.
Sementara
Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan menegaskan, persoalan pasokan dan
tingginya harga gas sudah menjadi masalah sejak lama di Sumut.
Akibtanya, tidak sedikit industri yang gulung tikar.
“Sebelumnya,
pernah dialokasikan dana Rp 3 triliun untuk membangun kilang gas di
Sumut. Namun akhirnya dipindahkan ke Lampung dan kini kilang tersebut
tidak berfungsi,” sebut Gus.
Saat
ini, pasokan gas masih tetap ke Sumut, namun harganya sangat tinggi
bahkan termahal di Indonesia. “Sumut kan NKRi juga. Tetapu harganya jauh
lebih mahal di banding daerah lain,” ujar Gus.
Untuk
itu, Komisi VII DPR RI akan mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan
terkait kebutuhan penurunan harga gas bagi industri di Sumut.
“Kami
masih akan membahas persoalan ini dengan pihak terkait malam ini dan
besok. Pembahasan di Sumut nantinya melahirkan rekomendasi bagi
pemerintah,” kata Gus.
Anggota
Komisi VII DPR RI dari Golkar, Eni Maulani Saragih mengatakan, harga
gas di Sumut berkisar US$ 12 MMBTU, terhitung tinggi. Jauh berbeda
dengan harga gas di Jatim yang hanya US$ 7,9 MMBTU.
“Bahkan
di Sumut pernah mencapai US$ 14 MMBTU. Mahalnya harga gas di Sumut
akibat banyaknya mata ranrai pendistribusian dan monopoli PGN,” sebut
Eni. Layaknya, sebut Eni, fasilitas strategis seperti gas yang kini di
bawah kendali Perusahaan Gas Negara (PGN), harus dapat diakses terbuka.
Karena monopoli, harga gas menjadi mahal.
“Padahal kan PGN bukan BUMN murni. Sebanyak 40% saham dikuasai swasta,” tegas Eni.
Sementara
anggota DPR RI Satya Widya Yudha dari Golkar mengatakan, Dirjen Migas
memegang kunci utama dalam mengkombinasikan peraturan negara dengan
melihat aspirasi pasar.
“Kita
harus bisa memilih. Mengirit sedikit pendapataan negara dari sektor
migas, namun pertumbuhan ekonomi bisa tinggi atau sebaliknya,” katanya.
Perwakilan
PGN, Cahyadi menyatakan, kebutuhan gas industri, komersial dan
rumahtangga di Sumut mencapai 20 MMscfd perhari, sementara pasokan gas
hanya 6 MMscfd. Akibatnya terdapat defisit sebesar 14 MMscfd.
“Sedangkan harga gas perhari ini mencapai US$ 12,22 MMBTU,” sebut Cahyadi.
PGN
dan Pertamina serta Dirjen Migas sudah berupaya menurunkan harga gas
industri di Sumut, namun memerlukan kebijakan pemerintah.
“Kita
masih menunggu kebijakan pemerintah. Kalau sudah ada kebijakan
nantinya, kami siap terapkan. Mohon percepatan agar bisa realisasikan,”
kata Cahyadi. Direktur Gas, Energi Baru dan Terbarukan PT Pertamina
(Persero), Yeni Andayani mengatakan, sumber gas di Sumut sangat
terbatasyakni dari sumur gas Pangkalan Susu sebanyak 6 MMscfd, Sumur
Benggala 2 MMscfd. Jumlah itu juga sebagian digunakan untuk kebutuhan
produksi Pertamina.
“Untuk
memenuhi kebutuhan perlu sumber LNG lain yang dibeli dan diregasifikasi
di Aceh kemudian dibawa ke Belawan. Kami kerjasama dengan PGN,” ujar
Yeni.
Duskusi
Komisi VII DPR RI dalam rangka Reses Masa Persidangan III Tahun
2015-2016 yang melibatkan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Riset
dan Teknologi dan Dikti, Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Masa reses
Komisi VII DPR RI di Sumut berlangsung selama 4 hari sejak 20-23 Maret
2016. (RHD)
Posting Komentar
Posting Komentar