MEDAN
| GLOBAL SUMUT-Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Ir
H Tengku Erry Nuradi MSi meminta Pemerintah Kabupaten (Pembab)
menganggarkan alokasi dana pengadaan Global Positioning System (GPS)
bagi nelayan tradisional. Alat tersebut diharapkan dapat mengantisipasi
nelayan tradisional tidak memasuki kawasan perairan asing yang dapat
berujung dengan penangkapan dan penahanan.
Hal
itu disampaikan Tengku Erry Nuradi saat menyambut kedatangan 4 nelayan
tradisional asal Kabupaten Langkat dan 3 nelayan asal Kabupaten
Deliserdang di kantor Gubernur Sumut, Jl Diponegoro Medan, Senin
(28/03/2016).
Turut
mendapingi para nelayan, Konsulat Jenderal RI di Penang Taufik Rodi,
anggota DPD RI Parlindungan Purba, Kadis Perikanan dan Kelautan Sumut
Zonny Waldy, Ketua HNSI Sumut Syah Afandin dan sejumlah pengurus HNSI
lainnya. Para nelayan tersebut sempat ditahan Polisi Perairan Diraja
Malaysia akibat tuduhan memasuki kawasan peraran Malaysia.
Dalam
kesempatan itu, Erry mengatakan, para nelayan tradisional, baik itu di
pesisir pantai timur maupun pantai barat Sumatera, harus mendapatkan
pelatihan dan pembekalan tentang batas wilayah perairan. Selain itu,
para nelayan juga dilengkapi dengan alat penunjuk arah dan alat penunjuk
posisi agar tidak terjebak dalam persoalan memasuki batas wilayah
perairan negara tetangga.
“Pertama,
Pemkab bekerjasama dengan lembaga terkait, seperti HNSI, mendata jumlah
nelayan di daerahnya masing-masing. Kemudian para nelayan diberikan
pelatihan khusus untuk mendapatkan sertifikasi dan penerbitan Kartu
Nelayan,” ujar Erry.
Pembekalan
bagi nelayan, sebut Erry, tidak cukup hanya dalam bentuk pengetahuan,
tetapi juga dilengkapi dengan alat bantu teknologi. “Alat penunjuk arah
dan alat penunjuk posisi, sangat penting bagi nelayan tradisional.
Pemkab kita harapkan dapat mengambil kebijakan untuk pengadaan ini. Kita
tidak mau nelayan tradisional terus mendapat masalah soal batas
perairan,” sebut Erry.
Erry
juga mengimbau, Pemkab dan HNSI menyusun program peningkatan SDM
nelayan tradisional di daerah masing-masing dengan melibatkan para
nelayan yang pernah ditahan karena masuk keperairan asing.
“Para
nelayan yang pernah ditahan, hendaknya menjadi duta dalam Sosialisasi
Nelayan Taat Batas Perairan. Para nelayan nantinya dapat berbagi
pengalaman dengan nelayan lain guna menceritakan suka duka selama
ditahan. Tujuannya agar nelayan lain tidak melanggar batas perairan
dengan negara tetangga,” imbau Erry.
Selain
itu, Erry meminta Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut juga menjalin
komunikasi harmonis dengan Pemerintah Malaysia terkait persoalan nelayan
tradisional dan pelanggaran batas perairan.
“Pertama,
lakukan pendataan dan sosialisasi. Kemudian bekali nelayan dengan
keahlian navigasi dan penyiapan alat navigasi. Ketiga bangun komunikasi
dengan Pemerintah Malaysia. Jika tiga program ini berjalan dengan baik,
nelayan tradisional yang bermasalah dengan batas perairan akan
berkurang,” harap Erry.
Sementara
Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Penang, Taufik Rodi mengatakan, Diraja
Malaysia khususnya Pemerintahan Penang, dapat memaklumi kebijakan
Kementerian Perikanan dan Kelautan RI yang menenggelamkan kapal asing
mencuri ikan di perairan Indonesia. Selain itu, Taufik juga membantah
rumor yang menyebutkan, nelayan Indonesia yang ditangkap mendapat
perlakuan tidak manusia di Malaysia.
“Soal
kebijakan menenggelamkan kapal asing yang kedapatan mencuri ikan, tidak
ada pengaruhnya bagi pemerintah Malaysia khususnya Pemerintah Penang.
Nelayan kita yang ditangkap, masih diperlakukan manusiaswi. Tidak ada
istilah balas dendam,” jelas Taufik. Lebih rinci Taufik mengatakan,
nelayan Indonesia yang kini masih ditahan Pemerintah Malaysia sekitar
150 orang dengan masa tahanan antara 1 sampai 3 bulan saja.
“Padahal
kalau menurut hukum di Malaysia, minimal bisa sampai setengah tahun.
Tetapi karena pertimbangan satu rumpun, sehingga seharusnya hukuman enam
bulan, bisa jadi 3 bulan atau 2 bulan saja,” jelas Taufik.
Kadis
Perikanan dan Kelautan Sumut Zonny Waldy mengatakan, alat GPS akan
membantu nelayan tradisonal dalam mengenali wilayah perauran. Alat
tersebut secara otomatis akan berbunyi 1 atau 2 km saat ingin memasuki
perbatasan wilayah antarnegara. “Biasanya, GPS akan bunyi saat masuk
wilayah abu-abu. Tanda itu akan membantu nelayan mengenali lokasinya,”
jelas Zonny.
Anggota
DPD RI Komite II daerah pemilihan Sumut, Parlindungan Purba, meminta
pemerintah mempertegas titik batas wilayah perairan Indonesia dengan
beberapa negara tetangga. Tujuannya agara nelayan tradisional yang tidak
dilengkapi alat navigasi canggih dapat mengenali posisi saat menangkap
ikan.
“Nelayan
ditertibkan artinya kalau mau melaut itu ada surat-surat. Mereka ke
perairan Malaysia karena lautnya di sini ikannya kurang, karena itu
mangrove, rumah ikan, terumbu karang harus diperbanyak. Kita sangat
memerlukan dukungan,” ujar Parlindungan.
Parlindungan
juga mengatakan, nelayan tradisional merupakan pahlawan ekonomi dan
pangan yang layak mendapatkan apresiasi dan dukungan.
“Sayangnya,
banyak nelayan tradisional ditangkap cuma karena permasalahan melewati
batas perairan. Persoalannya, semua ini terjadi karena ketidaktahuan
mereka,” tambah Parlindungan.
Pemulangan
7 nelayan asal Langkat dan Deliserdang setelah Dinas Kelautan dan
Perikanan Sumut, HNSI dan Konjen RI di Penang dan DPD RI melakukan
koordinasi dengan Pemerintah Malaysia.
“Setelah
tiba di Indonesia, kita bawa jumpa Pak Gubernur. Karena mereka ini
pahlawan ekonomi dan pangan,” sebut Parlindungan. (RHD)
Posting Komentar
Posting Komentar