0
MEDAN | GLOBAL SUMUT - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edy Purdijatno, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Jaksa Agung RI  HM. Prasetyo bersama Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) H Gatot Pujo Nugroho ST MSi menggelar Rapat Koordinasi khusus (Rakorsus) untuk membahas Kasus Register 40, Aset PT KIA, Lahan PT Pelindo I, dan Rencana Deportasi Pengungsi Bangladesh serta penangan Pengungsi Rohingnya.

Rakorsus digelar di Ruang Beringin lantai VIII kantor Gubernur Sumut Jalan Diponegoro No.30 Medan, Senin (8/6). Hadir para deputi dari kementerian terkait, Forum koordinasi Pimpinan Daerah Sumut (FKPD) yakni Kapolda Sumut Irjen Pol Eko Hadi Sutedjo, Kajati SU HM Yusni SH MH, Kasdam I Bukit Barisan serta Beberapa Bupati/Walikota Se-Sumut. Sementara dari Pemprovsu ikut mendampingi Gubsu, Wakil Gubsu HT Erry Nuradi, Sekdaporsu Hasban Ritonga dan Pimpinan SKPD terkait.

Menkopolhukam Tedjo Edy Purdijatno kepada wartawan usai melakukan Rakorsus menyampaikan bahwa ada empat  permasalahan yang dibahas dalam Rakorsus yang pertama adalah register 40 Padang lawas yang dikuasai oleh DL Sitorus. "Yang ini ada upaya-upaya dari yang bersangkutan yang untuk ingin menbenturkan antara rakyat, pekerja dengan pihak pemeintah. Dan ini akan ditangani dengan baik dan kita tidak mengharapkan didalam penanganan kasus hukum ini sampai mengorbankan masyarakat," ujarnya.

Jadi, pemerintah sudah sepakat bahwasanya apa yang disampaikan bapak presiden RI, bahwa manajemennya akan dirubah keepada negara. Tetapi masyarakatnya tidak diganggu dan tetap bekerja seperti biasa yanag tetap berpenghasilan seperti biasa pula.

"Hanya manajemennya dirubah. yakni yang biasanya pemasukan dari person persn tadi ini akan dirubah masuk kepada kas negara. Dan nanti-nanti ada pembagian pusat dan daerah dan akan diatur kemudian," katanya lagi.

Terkait maslah PT KAI, Menko Polhukam menyampaikan bahwa ada penyalahgunaan didalam kerjasamanya yang melibatkan pejabat Walikota Medan terdahulu dan sekarang sudah menjadi proses hukum serta sudah menjadi terdakwa. "Nah ini akan dikembalaika lagi aturannya seperti apa dan akan dilakukan penyitaan oleh Kejaksaan serta akan ditata ulang sehingga bisa dikerjasamakan," katanya.

Terkait Pelindo, lanjutnya kasus ini  juga akan diditindaklanjuti dengan proses hukum. Sementara masalah pengungsi Bangladesh ini harus dipulangkan karena memang mereka pencari kerja.  Sedangkan Kalau pengungsi Rohinga harus ditangani.

Kajagung H M Prasetyo dalam kesempatan yang sama menyampikan bahwa pihaknya akan secepatnya melakukan eksekusi. " Kita lebih cepat lebih bagus dan sebenarnya bukan eksekusi tapi pengambilan manajemen dan segera dilakukan dan ini diharapkan bagi masyarakat yang berada disana bahwa apa yang yang dilakukan tidak akan merugian mereka karena yang kita ambil alih adalah manajemennya dan mereka tidak akan kehilangan mata pencaharian dan kedepan kemungkinan tidak lagi berhubungan dengan perushan DL Sitorus tapi manajemen baru," ujarnya.

Menteri LH dan Kehutanan RI Siti Nurbaya, menambahkan bahwa sejak 2009 sampai sekarang belum selesai padahal sudah ada Putusan MA dan sudah menjadi kekuatan hukum. "Kedepan ini pasti akan kita eksekusi  Ini yang terjadi kan sudah cukup lama jadi ini terjadi pembiaran yang cukup lama. Sesuai Perintah presiden jelas harus ada langkah tegas dalam penegakan hukum karen lingkungan dan hutan kita sudah rusak," tutupnya.

Terkait agenda Rakorsus yang dibahas, Gubernur melaporkan bahwa masalah register 40 diawali tahun 1924 kawasan register 40 ditetapkan berdasarkan penetapan Gubernur Jendral Hindia belanda seluas 75.622 Ha diperuntukan sebagai hutan tetap dan berfungsi sebagai hutan produksi. Kemudian tahun 1982 kawasan reguster 40 mengalami perlusan menjadi 178.508 Ha terdiri dari hutan produksi dan hutan lindung kemudian Tahun 2014 berdasarkan SK menteri kehutanan kawasan hutan register 40 menjadi 156.204 Ha (hutan produksi dan lebih kurang 22.304 Ha areal pengguanan lain)

"Kawasan hutan ini telah dirambah menjadi perkebunan kelapa sawit dan upaya-upaya untuk mencegah telah dilakukan oleh pemerintah daerah hingga akhirnya penanganan perambahan hutan ini masuk ke ranah hukum dan tekah diputuskan oleh Mahkamah Agung tanggal 12 Februari 2007," ujarnya.

Paska putusan MA, sesungguhnya telah cukup panjang langkah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat bersama pemerintah daerah termasuk dengan upaya-upaya rencana aksi dengan pelibatan FKPD Pemda, Pemkap Palas dan Paluta serta sosialisasi kepada masyarakat setempat.

"Kini harapkan pemda dan masyarakat agar permasalahan ini dapat segera diselesaikan tanpa menimbulkan dampak-dampak yang dapat mempengaruhi kondusifitas masyarakat dan kami mendukung setiap upaya penegakan hukum dan kami juga berharap penyelesaian ini bisa memberikan dampak positif bagi peningkatan kesejahteran masyarakat lokal dan memberi peningkatan pertumbuhan ekonomi serta peneriman bagi pemda juga pendapatan negara," katanya.

Sedangkan terkait PT Kereta Api Indonesia (KAI), Gubsu melanjutkan bahwa proses hukum perdata antara PT KIA melawan PT Agra Citra Karisma (ACK) dimulai tahun 2011 hingga keluarnya keputusan kasasi bahkan PK dari Mahkamah Agung pada 21 April 2015. " Terkait hal ini kami telah melakukan berbagai upaya deteksi dini saat nantinya akan dieksekusi hasil putusan ini serta antisipasi rentetan dari proses hukum selanjutnya atas dampak-dampak yang terjadi dari penetapan ini," katanya.

Sedangkan permasalahan PT Pelindo, bahwa informasi yang kami peroleh Pelindo I Belawan berdasarkan sertifikat hak pengolahan tanah nomor 1/ belawan I tangal 3 Maret 1993 tekah menguasai tanah seluas 278,15 Ha di kawasan Belawan termasuk didalamnya tanah seluas 10 Ha yang dikenal dengan sebutan tanah Pantai Anjing.

"Tanah Pantai anjing inilah yang kemudian digugat oleh seseorang yang mengaku memiliki hak dan keputusan kasasi memenangkan penggugat untuk selanjutnya akan dilakukan eksekusi meskipun pihak PT pelindo sedangkan melakukan PK," jelas Gubsu.

Sementara terkait Penanganan Penghungsi dan pencari suaka, Gubsu menjelaskan bahwa Sumut sejak tahun 2009 telah kedatangan Irregular Migrants (Pengungsi dan pencari suaka) yang hingga saat ini jumlahnya mencapai 2021 dan setiap saat berfluktasi. Mereka terdiri dari warga negara Afhganistan, Srilanka, Sudan, Iraq, Iran, Palestina, Suria, Pakistan, Somalia, Kuwait, Eritrea, Ethopia, Yordania, Thailand, Bangladesh dan Myanmar.

Para pencari suaka dan pengungsi di data oleh pihak UNHCR dan IOM dan pembiayaanya selama ini baik itu akomodasi termasuk bantuan kepada setiap orang sebesar Rp 1.250.000 setiap bulan yang diberikan oleh pihak IOM.

"Ada dua persoalan yang saat ini dialami pihak imigrasi maupun pemda yakni masalah penampungan dan masalah suku Rohingnya. Hingga saat ini warga Rohingya di Sumut berjumlah 306 sebagai pengungsi dan pencari suaka namun ada 21 orang warga Myanmar yang ditangkap melakukan illegal Fishing dan sudah 5 bulan lebih belum dideportasi ke negaranya," ujar Gubsu.(red)

Posting Komentar

Top