0
MEDAN | GLOBAL SUMUT-Hari ini senin (10/11/2014) rakyat sumut kembali bergerak gelar aksi di beberapa tempat,mereka mendesak pemerintah segera menghentikan rencana menaikkan harga BBM ,Hal itu disampaikan Saharuddin Minggu (09/11/2014) di medan. 

Dijelaskannya ada tiga tuntutan rakyat sumut,Pertama Batalkan rencana kenaikan BBM Sampai ekonomi indonesia tumbuh 7 persen,Kedua Berantas Korupsi,Efesiensi APBN / APBD dan Tangkap Pengemlang Pajak,Ketiga Mendesak Gubernur/Walikota dan DPRD Se Sumut Tolak Kenaikan harga BBM untuk di sampaikan Kepada Presiden.

Lebih lanjut Saharuddin menghimbau kepada masyarakat sumut saudara-saudaraku Para aktivis dan pejuang demokrasi.. Yang ada dilahan-lahan pertanian yang ada tempat-tempat ibadah, dipabrik,yang ada di laut lepas yang terseok mencari hidup ditempat-tempat sampah.para tukang ojek, para Guru, mahasiswa, pemuda anak-anak nelayan Kita mencintai negeri kaya ini tapi kita bukan lagi sebagai pemiliknya, karena kedaulatan rakyat itu hanya mimpi dan bohongan-bohongan saja.  
Jika nanti Pemerintah yang baru seumur jagung ini tetap ngotot akan menaikkan harga BBM dan jika wakil-wakil rakyat kita diparlemen hanya bisa manut- manut, Saatnya kita bersiap melawan menghadang, untuk membuat mereka sadar. 
bahwa kita belum mati dan masih bisa melawan.Kita masih bisa menduduki rumah-rumah rakyat yaitu DPR serta kantor-kantornya para pelayan-pelayan itu, dan mengusir mereka keluar.  
Kita tak perlu takut..karena pemerintah itu, DPR itu, polisi itu, tentara itu adalah pelayan-pelayan kita. yang menikmati seluruh harta kekayaan kita.  
Saudara-saudaraku, besok atau lusa BBM sepertinya pasti akan tetap dinaikkan oleh mereka itu (Pemerintah : yang juga bilang mereka menaikkan BBM juga demi rakyat ) Dimana teman-teman kita dulu yg sama-sama berjuang melawan tirani penaikan harga BBM itu, mereka yg berbaju merah, membawa toa, yang membakar ban, membuat jalanan menjadi satu-satunya parlemen rakyat yang menjanjikan keadilan untuk rakyat Bilang dengan merekab Kita tetap setia dijalan bersama rakyat..tidak mau berubah . 
Harga BBM naik 33 persen pada 2012; tarif dasar listrik (TDL) naik pertiga bulan sejak tahun lalu; dan dalam waktu dekat ada rencana menaikan harga gas elpiji 12 kilogram. “Pemerintah tidak ingin membebani masyarakat,” katanya Sebaliknya, alasan PDIP sepakat menaikkan harga BBM subsidi tahun ini. Menurut dia, jika subsidi BBM ini tetap diteruskan, pendidikan sampai 12 tahun tidak berjalan; pembangunan rumah sakit dan penjaminan kesehatan juga tidak akan bertambah.”Kalau mau meningkatkan kemakmuran rakyat, tinggal pilih: kita mau meningkatkan di sektor produktivitas, pendidikan, kesehatan, infrastruktur atau hanya sekadar memikirkan kepentingan subsidi kendaraan, Harus diingat, PDIP yang saat ini mendesak kenaikan harga BBM, tahun 2012 sangat getol menolak kenaikan harga BBM, bahkan dengan mengerahkan massa. Semua itu membuktikan bahwa alasan ‘atas nama rakyat’ dan ‘demi kepentingan rakyat’ itu hanya dijadikan bahan jualan saja. Dalam pandangan Pemerintah, yang disebut subsidi BBM adalah saat BBM dijual di bawah harga pasar internasional. Jika demikian maknanya, maka selama ini Pemerintah terus mensubsidi pihak asing seperti Cina, Korea, Jepang, AS dan lainnya. Mengapa? Karena Pemerintah menjual gas tersebut jauh di bawah harga pasar internasional. Gas Blok Tangguh sejak masa Megawati dijual ke Cina melalui kontrak 25 tahun dengan harga jauh di bawah harga internasional. Saat itu harganya hanya US$ 2,7 per MMBTU. Lalu naik menjadi US$ 3,5 per MMBTU. Harga internasionalnya saat itu adalah US$ 15-18 per MMBTU. Kerugian negara atas penjualan gas murah ke Cina itu diperkirakan sekitar Rp 500 triliun pertahun (Tribunnews.com, 12/3). Artinya, Pemerintah Indonesia mensubsidi Cina sekitar US$ 12 per MMBTU gas. Awal Juli lalu, Pemerintah mengklaim sukses merenegosiasi harga gas ke Cina menjadi US$ 8 per MMBTU (Detik.finance, 30/6). Meski naik, subsidi ke Cina masih besar sekitar US$ 10 per MMBTU. Begitu juga subsidi ke Korea. Harga jual gas Tangguh ke Korea hanya US$ 4,1 per MMBTU. Hal ini juga terjadi pada harga jual gas ke Jepang dan AS. Menaikkan harga BBM diklaim sebagai satu-satunya jalan karena tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan APBN. Alasan itu dipakai Pemerintahan SBY kala itu dan ditolak oleh PDIP. Sekarang, alasan yang sama dipakai Jokowi dan PDIP. Namun, alasan dulu atau sekarang sama saja: sama-sama dusta! Masih banyak jalan lain. Sebelum Pilpres, menurut tim ekonomi Jokowi-JK, Darmawan Prasodjo, untuk mengatasai masalah subsidi BBM, di antara langkah pertama Jokowi adalah janji bahwa pemerintahannya akan fokus mengurangi kebocoran-kebocoran akibat penyelundupan BBM ke luar negeri. 
Ada kebocoran penggunaan BBM karena adanya penyelundupan sebesar 15% atau sekitar Rp 42 triliun. Jika pengawasan kepada aparat daerah diperkuat, setidaknya Rp 42 triliun itu bisa dihemat. Lalu pada tahun pertama akan dimulai konversi BBM yang mahal ke gas yang murah. Selain itu, pemborosan 20% BBM bersubsidi juga akan ditekan dengan memperbanyak transportasi publik (Kontan.co.id, 12/6/14). Jokowi juga berjanji akan memotong subsidi energi secara bertahap. Contohnya adalah penggunaan bahan bakar untuk pembangkit listrik milik PLN yang mesti diganti dari BBM ke gas atau batubara. ”Itu sudah menghemat sekitar Rp 70 triliun,” katanya (Kompas.com, 16/8). Pemerintahan Jokowi juga berjanji akan: memberantas mafia minyak yang disoal banyak pihak; membeli minyak mentah dan olahan langsung dari produsen, tidak melalui broker seperti selama ini; membangun kilang di dalam negeri; mengurangi anggaran perjalanan yang di RAPBN 2015 sebesar 32 triliun; mengganti BBM dengan gas untuk pembankit PLN yang selama ini memang sudah siap memakai gas; mengalihkan pembayaran bunga utang termasuk bunga utang obligasi rekap BLBI; mengefisienkan belanja pegawai termasuk dengan merampingkan lembaga dan jabatan yang tumpang-tindih; dan jalan lainnya. Pertanyaannya: seriuskah janji-janji itu akan diwujudkan? Yang jelas, kenaikan harga BBM pasti membuat rakyat susah. Jika harga BBM naik, harga transportasi pasti naik; harga bahan baku naik; harga semua kebutuhan pasti akan naik dan inflasi akan naik. Akibatnya, daya beli rakyat turun. Yang paling terdampak adalah rakyat dengan pendapatan pas-pasan. Kenaikan harga BBM akan menambah jutaan jumlah orang miskin. Jika pun benar pengurangan subsidi dialihkan untuk pembangunan infrastruktur, yang pertama-tama untung adalah para kapitalis dan pihak asing. Pasalnya, Jokowi senang menyerahkan pembangunan infrastruktur kepada pihak asing. Pembangunan MRT, misalnya, diserahkan ke Jepang; pengadaan Bus Transjakarta dan kereta monorel diserahkan ke Cina. Pengurangan subsidi juga diklaim untuk menciptakan pertumbuhan. Ini pun akan lebih banyak dinikmati oleh orang kaya dan para kapitalis. Pasalnya, rasio gini terus meningkat. Pada 2012 saja rasio gini sebesar 0,41. Artinya, 1% penduduk menikmati 41% pendapatan, kekayaan atau sumberdaya. Jika harga BBM naik, yang langsung untung adalah pihak asing pelaku bisnis eceran BBM. Jika harga BBM naik, orang akan belanja BBM ke SPBU asing seperti Shell dan Total. Pembeli BBM di SPBU Pertamina yang BUMN pasti berkurang. Sebenarnya, pengurangan subsidi termasuk kenaikan harga BBM adalah amanat liberalisasi dalam LoI IMF, Januari 2000. Pengurangan subsidi sekaligus merupakan perintah Bank Dunia dan syarat pemberian utang (Indonesia Country Assistance Strategy, World Bank, 2001). Bank Dunia bahkan sudah mewanti-wanti: pemenang Pemilu harus menaikkan BBM. Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A. Chaves mengatakan, Bank Dunia ingin agar pemerintahan yang baru bisa mengurangi subsidi BBM. “Tidak terlalu penting siapa yang menang. Yang diperhatikan adalah bagaimana mereka yang terpilih menerapkan kebijakan. Salah satunya, siapa nantinya yang berani mengurangi subsidi BBM,” ujar Chaves (Detikfinance, 21/7/2014). Alhasil, demi para kapitalis dan pihak asinglah sesungguhnya kenaikan harga BBM itu dilakukan meski harus dengan mengorbankan rakyat banyak. Rizal Ramli juga menyatakan bahwa mafia Migas itu mengendalikan sepenuhnya kebijakan BBM, sehingga pemerintah tidak punya cadangan minyak yang cukup untuk satu hari pun. Mereka harus membeli minyak dari mafia itu dan harga dikendalikan sepenuhnya oleh mereka. “Mafia Migas itu juga melarang pemerintah Indonesia mempunyai kilang sendiri. Padahal bila punya kilang, maka pemerintah punya stok dan harga lebih murah. Bisa setengahnya, ”terang Rizal. Karena ketergantungan pemerintah kepada mafia ini, maka pemerintah tidak bisa mendapatkan minyak (impor) dengan harga yang lebih murah dan dari pemerintah asing langsung (G to G). Mantan Menko Perekonomian di masa Gus Dur ini juga sempat senang ketika Jokowi dalam kampanye pilpresnya menyatakan akan memberantas mafia Migas. “Tapi kenyataannya apa, sekarang Jokowi tergantung mereka. Sehingga mereka akan menaikkan BBM ini,” terang Rizal. Rizal mengaku penjelasannya tentang Mafia Migas ini sudah lama, bahkan sejak zaman Soeharto. Tapi nggak ada yang mau dengar. Kalau seandainya ia jadi presiden, maka ia akan berani memutuskan rantai mafia migas ini. Ahli ekonomi ini juga pesimis dengan pemerintah Jokowi. Pemerintah yang sebelumnya menjanjikan pembentukan Kabinet Trisakti, kini berubah menjadi ‘Kabinet Kerja’. “Pertanyaannya kerja untuk siapa? Untuk asing,” tanya Rizal. Ia juga menyatakan bahwa pemerintah harusnya mempunyai ideology yang jelas dalam kebijakan ekonomi. Bukan meneruskan ideologi neo liberalisme yang berujung pada neokolonialisme. Kalau harga BBM dinaikkan maka pom-pom bensin asing akan laku dan itu menguntungkan mereka. Padahal menurut Rizal, dengan turunnya harga minyak dunia saat ini, dari 107 dolar per barel menjadi 80 dolar per barel, harusnya harga BBM turun. Pemerintah Cina saja, telah menurunkan harga BBM hingga empat kali. Rizal juga mengritik pemerintah yang mengeluh tidak ada uang. Padahal uang Negara tiap tahun dikeluarkan untuk membayar subsidi BLBI sebesar 60 trilyun, selama 20 tahun. Ia juga membantah pendapat Wapres Jusuf Kalla yang menyatakan bahwa subsidi BBM ini dinikmati oleh 70% orang kaya. Menurutnya, kalau harga BBM dinaikkan maka akan berdampak pada 86,3 juta pemilik sepeda motor, 2,2 juta nelayan dan 3 juta kendaraan umum. “Orang yang langsung jatuh miskin sekitar 10 juta. Sehingga total orang miskin menjadi 38,2 juta dan kenaikan BBM ini berdampak pada 150 juta orang. Karena ibu-ibu akan merasakan dampaknya langsung karena kenaikan harga-harga pangan,” ungkap Rizal. Karena itu, ia menyarankan, kalau terpaksa BBM dinaikkan, maka yang dinaikkan hanya untuk Pertamax saja. Sedangkan untuk Premium dengan Oktannya diturunkan 80-83, tetap harganya Rp 6500/liter. Konsumen untuk Premium sekitar 40%. Sedangkan untuk Pertamax dengan Oktan 92-94, harganya dinaikkan menjadi Rp 14.000/liter. Konsumen untuk Pertamax 60%. “Maka pemilik kendaraan mewah tidak akan berani beli Premium, karena akan merusak mesinnya. Tidak seperti sekarang ini mereka beli semaunya,” terangnya. Jika ini dilakukan, maka pemerintah akan menghemat subsidi sebesar 230 trilyun dan akan untung 130 trilyun.(Red/GS/Mdn)

Posting Komentar

Top