MEDAN | GLOBAL SUMUT-Sekretaris Daerah Kabupaten Nias Selatan (Sekdakab Nisel) Asa'aro Laia
dan Asisten I Setdakab Nisel Feriaman Sarumaha terbukti melakukan tindak
pidana korupsi. Keduanya bersama Firman Adil Dachi, adik bupati
setempat, telah merugikan negara Rp10,7 miliar dalam pengadaan lahan
pembangunan Balai Benih Induk (BBI) di Nisel pada 2012.
Asa'aro Laia dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan didenda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan. Sedangkan Feriaman Sarumaha diganjar dengan hukuman 4 tahun bui dan didenda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara itu, Firman Adil Dachi, yang merupakan adik Bupati Idealisman Dachi, dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hukuman itu dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Zul Fahmi di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (13/8/2014).
"Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama," kata Zul Fahmi, .
Asya'aro, Feriaman dan Firman terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain, atau koorporasi sehingga merugikan keuangan negara. Mereka telah melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Khusus Firman, dia juga terbukti melanggar Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sebab, selain telah memperkaya diri sendiri, dia juga didakwa telah menerima pembayaran Rp10,7 miliar yang diketahui sebagai hasil tindak pidana korupsi. Dia juga melakukan penarikan dana dan melakukan transfer ke sejumlah orang untuk membayar pembelian tanah dari warga.
Asya'aro dan Feriaman tidak dibebani kewajiban membayar uang pengganti. Kerugian negara Rp10,04 miliar sudah dibayar Firman. Namun, Firman tetap dikenakan kewajiban membayar sisa kerugian negara Rp720 juta, dengan catatan jika hartanya tidak cukup untuk membayar, maka dia dikenai pidana penjara selama 1 tahun.
Sebelumnya, tim JPU yang dipimpin Polim Siregar menuntut agar Asya'aro Laia juga dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Lalu, Feriaman Sarumaha dituntut dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sementara itu, Firman dituntut dengan hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan untuk perkara korupsi ini. Dia juga dituntut dengan hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan karena melakukan pencucian uang dari hasil korupsi itu.
Menyikapi putusan majelis hakim JPU menyatakan pikir-pikir. Sikap serupa disampaikan ketiga terdakwa.
Dalam perkara ini, pada APBD 2012, Pemkab Nisel menganggarkan Rp15 miliar untuk pembelian lahan yang akan dijadikan lokasi pembangunan perkantoran dan berbagai sarana dan fasilitas umum di Kabupaten Nisel. Namun para terdakwa mengalihkan anggaran itu mengadakan lahan Balai Benih Induk (BBI). Lahan seluas 64,3 hektare untuk BBI itu dibebaskan dari Firman Adil Dachi. Sementara itu, 6 bulan sebelumnya, adik Bupati Nisel ini membeli tanah itu dengan harga Rp850 juta dari sejumlah warga. Namun, dia menjualnya ke Pemkab Nisel dengan harga Rp11,3 miliar. Setelah dipotong pajak, Firman menerima dana Rp10,7 miliar.
"Tindakan terdakwa Firman ini merupakan mencari keuntungan yang tidak wajar. Dan tindakan itu didukung panitia pengadaan tanah dan tim penaksir harga tanah," kata Hakim Zul Fahmi. (Red/GS)
Asa'aro Laia dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan didenda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan. Sedangkan Feriaman Sarumaha diganjar dengan hukuman 4 tahun bui dan didenda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara itu, Firman Adil Dachi, yang merupakan adik Bupati Idealisman Dachi, dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hukuman itu dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Zul Fahmi di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (13/8/2014).
"Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama," kata Zul Fahmi, .
Asya'aro, Feriaman dan Firman terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain, atau koorporasi sehingga merugikan keuangan negara. Mereka telah melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Khusus Firman, dia juga terbukti melanggar Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sebab, selain telah memperkaya diri sendiri, dia juga didakwa telah menerima pembayaran Rp10,7 miliar yang diketahui sebagai hasil tindak pidana korupsi. Dia juga melakukan penarikan dana dan melakukan transfer ke sejumlah orang untuk membayar pembelian tanah dari warga.
Asya'aro dan Feriaman tidak dibebani kewajiban membayar uang pengganti. Kerugian negara Rp10,04 miliar sudah dibayar Firman. Namun, Firman tetap dikenakan kewajiban membayar sisa kerugian negara Rp720 juta, dengan catatan jika hartanya tidak cukup untuk membayar, maka dia dikenai pidana penjara selama 1 tahun.
Sebelumnya, tim JPU yang dipimpin Polim Siregar menuntut agar Asya'aro Laia juga dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Lalu, Feriaman Sarumaha dituntut dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sementara itu, Firman dituntut dengan hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan untuk perkara korupsi ini. Dia juga dituntut dengan hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan karena melakukan pencucian uang dari hasil korupsi itu.
Menyikapi putusan majelis hakim JPU menyatakan pikir-pikir. Sikap serupa disampaikan ketiga terdakwa.
Dalam perkara ini, pada APBD 2012, Pemkab Nisel menganggarkan Rp15 miliar untuk pembelian lahan yang akan dijadikan lokasi pembangunan perkantoran dan berbagai sarana dan fasilitas umum di Kabupaten Nisel. Namun para terdakwa mengalihkan anggaran itu mengadakan lahan Balai Benih Induk (BBI). Lahan seluas 64,3 hektare untuk BBI itu dibebaskan dari Firman Adil Dachi. Sementara itu, 6 bulan sebelumnya, adik Bupati Nisel ini membeli tanah itu dengan harga Rp850 juta dari sejumlah warga. Namun, dia menjualnya ke Pemkab Nisel dengan harga Rp11,3 miliar. Setelah dipotong pajak, Firman menerima dana Rp10,7 miliar.
"Tindakan terdakwa Firman ini merupakan mencari keuntungan yang tidak wajar. Dan tindakan itu didukung panitia pengadaan tanah dan tim penaksir harga tanah," kata Hakim Zul Fahmi. (Red/GS)
Posting Komentar
Posting Komentar