0
MEDAN | GLOBAL SUMUT- Pemko Medan mengajukan  penurunan tentang  tarif  pajak hiburan seperti karaoke,  fitness dan massage kepada DPRD Medan. Permintaan ini diajukan untuk menyahuti keluhan para pengusaha hiburan yang mengaku keberatan dengan tingginya tarif pajak hiburan selama ini.
 
Sementara hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha hiburan. Kondisi itu menyebabkan sejumlah tempat hiburan, terutama karaoke terancam akan menutup usahanya.
    
Demikian disampaikan Kadis Pendapatan (Kadispenda) kota Medan M Husni SE MSi didampingi Kabid Pendaftaran dan Pendataan Nawawi Lubis kepada wartawan di Medan, Senin (9/6/2014). Pengajuan penurunan tarif pajak ini tercantum dalam Rancangan Peraturan Daerah Kota Medan tentang Peraturan Daerah mengenai Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Medan No.7 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan.
    
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, Husni mengaku  tarif pajak hiburan  seperti karaoke yang layaknya sebesar 20 persen. 
 
Hal itu sesuai dengan tarif pajak hiburan yang diterapkan disejumlah kota besar seperti Jakarta, Makasar dan Surabaya, dimana tarif pajak hiburannya hanya sebesar 20 persen.  Dengan tarif pajak sebesar 20 persen itu, dunia usaha hiburan maju dan tumbuh pesat di ketiga kota tersebut.
    
"Saya pun beramsumsi jika pajak hiburan seperti karaoke diturunkan menjadi 20 persen, Insya Allah usaha hiburan di Kota Medan akan berkembang.Meskipun tarif  pajak hiburan diturunkan, saya pastikan target kita dari pajak hiburan tidak akan diturunkan. Untuk tahun 2014, targetkan kita tetap sebesar Rp.35 miliar," kata Husni.
    
Menurut mantan Kabag Umum ini,  sampai Juni 2014, target yang terealisasi sudah mencapai 36 persen. Dia optimis memasuiki Triwulan II target akan tembus 42 persen. Karenanya, jika tarif pajak hiburan disetujui DPRD Medan turun 20 persen, Husni yakin pihaknya akan mencapai target. "Tidak tertutup  kemungkinan kita akan melampui target," ungkapnya.
    
Optimisme ini muncul karena Husni yakin apabila  tarif pajak hiburan turun menjadi 20 persen, dunia hiburan akan menggeliat. Apalagi Kota Medan saat ini  telah ditetapkan sebagai kota metropolitan, tentunya membutuhkan fasilitas hiburan. Kondisi ini akan membuat pengusaha hiburan berlomba-lomba berinvestasi, sebab mereka merasa tidak diberatkan dengan tarif pajak yang harus dibayarkan.
    
"Inilah sebagai salah satu bentuk insentif yang kita berikan kepada para pengusaha agar mau berinvestasi. Apalagi jika didukung dengan dipermudahnya segala pengurusan perizinan yang dibutuhkan untuk berusaha. Jadi pengajuan penurunan tarif pajak ini kita ajukan semata-mata untuk menghidupkan dunia usaha di Kota Medan, buka karena pesanan. 
 
Jika dunia usaha bergeliat, perekonomian kita akan meningkat dan mampu mengurangi angka pengangguran dengan diserapnya tenaga kerja. Di samping itu PAD kita juga meningkat, sebab pengusaha dengan sukarela membayar pajak karena merasa tidak diberatkan," paparnya.
    
Selain tarif pajak karaoke, Husni mengungkapkan ada 2 tarif pajak lagi yang diajukan untuk diturunkan yaitu tarif pajak fitness dari 35 persen menjadi 10 persen dan tarif pajak massage  dari 30 persen menjadi 20 persen. Dia berharap dengan analogi yang diberikan ini, DPRD Medan dapat menyetujui penurunan pajak hiburan baik karaoke, fitness dan massage.
    
Saat ini, jelas Husni,  wajib pajak (WP) hiburan yang terdaftar di Dispenda Medan yaitu karaoke sebanyak 42 WP, bioskop 7 WP, billiard 18 WP, spa 37 WP, panti pijat 45 WP, time zone 27 WP, dfitness 17 WP dan diskotek 3 WP. Sebailknya sejumlah karaoke yang ada seperti Soccer, Song, Zet Plane, New Zone dan  The Brand kini terancam  tutup akibat tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk beroperasi dan sangat memberatkannya tarif pajak hiburan  yang harus dibayarkan.
    
Sebelum mengakhiri penjelasannya, Husni menambahkan pengajuan Rancangan Peraturan daerah tenatng Perubahan Atas Peraturan daerah Kota Medan No.7 Tahun 2011 tentang pajak hiburan ini juga dilatarbelakangi dengan hasil keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tanggal 18 Juli 2012 dengan amar putusan perkara register No.52/PUU-IX/2011 yang menyatakan golf tidak lagi menjadi objek pajak hiburan.
    
"Konsekuensinya seluruh pemerintah kota dan kabupaten di Indonesia, termasuk Kota Medan harus menyesesuaikan. Sebab,  dalam perda kita saat ini masih ada pajak golf.  Inilah yang menjadi salah satu dasar kita melakukan perubahan atas Perda No.7 tahun 2011 tersebut.Dalam pengajuan perubahan inilah, kita juga mengajukan penurunan tariff pajak hiburan karaoke, fitness dan massage," jelasnya.(Red/GS)
 

Posting Komentar

Top