Perusahaan Harus Berkontribusi Bagi
Masyarakat Sekitar
MEDAN | GLOBAL SUMUT -Gubernur Sumatera Utara H Gatot Pujo
Nugroho ST MSi mendukung pembentukan Tim Pemantau Corporate Social
Responsibility (CSR) Perusahaan. Dengan adanya tim pemantau, diharapkan bisa
semakin meningkatkan tanggungjawab setiap perusahaan terhadap lingkungan dan
masyarakat sekitar.
Dukungan ini diutarakan Gubsu saat membuka Workshop Menuju Pembentukan
Komite Pemantau CSR Perkebunan Multipihak Berbadan Hukum di Hotel Grand Antares
Medan, Kamis (27/2).Pembentukan pemantau CSR ini rencananya memilih Kabupaten
Labuhanbatu Utara sebagai pilot project.
Acara yang dimotori oleh FITRA Sumut ini, menurut Gubsu seyogyanya tidak
hanya sekadar lokakarya atau Workshop saja. Tapi harus diiringi langkah nyata
yang bisa menyadarkan perusahaan-perusahaan perkebunan dan perusahaan lain di
seluruh kabupaten di Sumatera Utara.
“Setelah diterapkan di Kabupaten Labura sebagai pilot project, saya berharap
bisa dilanjutkan ke daerah-daerah lain di Sumut,” harap Gubsu.
Gubsu menambahkan, dari sisi yuridis, CSR merupakan kebijakan yang sangat
baik untuk diterapkan setiap perusahaan. Karena pada dasarnya tiap perusahaan
memiliki tanggungjawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitar
perusahaan itu beroperasi atau berdiri.
Karenanya, Gubsu atas nama pemerintah Sumatera Utara sangat salut dan
mendukung program FITRA ini.Dengan adanya tim pengawas CSR maka
perusahaan-perusahaan baik swasta maupun BUMN yang beroperasi di Sumatera Utara
harus ikut berkontribusi bagi lingungan dan masyarakat sekitarnya.
“Mereka harus berkontribusi langsung. Semoga ini menjadi presure kepada
perusahaan, agar mereka semakin transparan melaksanakan CSR kepada publik,”
imbuh Gubsu.
Direktur Eksekutif FITRA Sumut Rurita Ningrum menerangkan, penyelenggarakan
lokakarya atau workshop kali ini adalah bagian akhir dari rangkaian kerja yang
telah FITRA rintis di kabupaten Labura sejak pertengahan 2012.
“FITRA Sumut telah sampai pada kesimpulan perlunya dibentuk atau diadakan
komite pengawas atau pemantau CSR yang independen dan non partisan yang
berbadan hukum di wilayah Sumut. Ini nanti melibatkan partisipasi aktif seluruh
pemangku kepentingan sesuai fungsi dan perannya masing-masing,” katanya.
Dipilihnya Kabupaten Labura sebagai pilot project, karena sebagai daerah
otonomi baru hasil pemekaran masih sangat dimungkinkan bagi pengembangan
inovasi baru dalam praktik penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Daerah baru
diharapkan lebih fleksibel dalam mengadopsi kebijakan baru dibanding daerah
yang sudah lama berdiri yang cenderung sudah terjebak langgam kerja yang
lambat, tidak inovatif dan sukar menerima perubahan.
Selain itu, lanjutnya sebagai daerah hasil pemekaran, kabupaten Labura tentu
memiliki keterbatasan utamanya sumber-sumber pendapatan untuk membiayai
jalannya pemerintahan dan pembangunan. Sudah menjadi rahasia umum bila
sebagaian besar porsi APBD habis digunakan untuk membayar gaji pegawai. Hal ini
terjadi di sebagian besar daerah otonomi di seluruh Indonesia terlebih
daerah-daerah baru hasil pemekaran baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
“Maka keberadaan CSR walaupun statusnya di luar anggaran (APBN dan APBD)
atau bersifat off budgeter dapat digunakan sebagai dana penunjang pembangunan
utamanya bagi upaya peningkatan kesejahteraan sosial,” jelas Rurita.
Usai dibuka Gubsu, acara dilanjutkan dengan dialog dengan narasumber Rurita
Ningrum dari FITRA, Kusbianto SH MHum rektor Universitas Dharmawangsa, DPRD
Labuhanbatu Utara dan Michael B Hoelman dari Yayasan (NRD)
Posting Komentar
Posting Komentar