MEDAN LABUHAN | GLOBAL SUMUT -
Sepertinya Kapoldasu, Irjen Pol Wisnu Amat Sastro akan kembali dipusing
dengan kembali beroperasi judi dadu (samkwang) dikawasan Perumahan
Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan. Bagaimana tidak, aktivitas judi
yang sebelumnya sempat tutup akibat gencarnya penggerebekan yang
dilakukan polisi, kini disaat menjelang bulan puasa (dimana umat muslim
meningkatkan ibadah) jurtru di nodai dengan aktivitas judi (samkwang)
yang
sudahkembali beroperasi, Minggu (26/5) kemarin.
Informasi diperoleh media online Global Sumut, bandar judi yang sudah sejak tiga hari lalu membuka ‘casinonya’ mendatangkan para penjudi dari kota Mdan dan luar daerah dengan pengamanan dari oknum berramput cepak serta berseragam. Meski masih terbilang baru dibuka, tapi permainan dengan mengguncang mata dadu itu membuat pengunjungnya tertarik.
“Sudah 3 hari bukanya, kemarin sempat tutup karena dimana-mana kena razia. Apalagi kalau sudah razia gabungan siapa yang berani,” celoteh, A Cong penjudi asal Medan.
Tanpa menyadari keberadaan wartawan, A Cong pun membeberkan suasana diarena permainan judi samkwang tersebut.”Buah dadu dikocok untuk menarik para pemain, kalau naluri judinya lagi bagus pasti apa yang dipasang kena. Tapi kalau fengshui lagi jelek berapapun uang dipasang habis,” bebernya.
Dalam perkembangannya perjudian jenis ini semakin banyak dimintai warga khususnya warga keturunan tionghua. Meski dilarang keras oleh hukum, tapi karena lemahnya mental aparat negara atau malah justru terlibat melindungi (beking) judi, membuat para bandar dan pemainnya semakin terang-terangan membuka lokasi perjudian.
Sudirman, seorang tokoh masyarakat di Medan Utara mengatakan, ketidak tegasan hukum dimata pelakunya menjadikan para bandar tidak merasa jera. Parahnya lagi, bandar judi justru menganggap hukum masih bisa dibandrol. Selain itu, keuntungan yang besar membuat bandar memilih berpindah dari profesi sebelumnya.
”Tidak ada ketegasan dari aparat penegak hukum membuat praktek perjudian kian merambah ke kawasan pinggiran. Karena sampai saat ini dari pelaku yang diangkap, tidak semuanya menjalani proses pengadilan,” katanya.
Menurut dia, permasalahan judi di Sumut khususnya di utara kota Medan sebenarnya merupakan tanggungjawab bersama pemerintah, Polri, TNI, MUI, ormas dan masyarakat. Namun umumnya yang terjadi, meski telah mengetahui adanya praktik perjudian pihak-pihak atau pimpinan institusi yang memegang tanggungjawab seperti acuh dan tak peduli.
”Kalau semua pihak mau duduk bersama seperti pemerintah, TNI Polri dengan melibatkan ormas keagamaan termasuk MUI (Majelis Ulama Indonesia) kemungkinan besar perjudian seperti ini bisa diberantas. Jangan lagi beranggapan itu tugas polisi dan biar polisi yang merazia. Tapi mari sama-sama persoalan yang telah mengakar ini kita tertibkan bersama, kalau dirazia ya melibatkan semua pihak,” pungkas dia.(abu/din)
Informasi diperoleh media online Global Sumut, bandar judi yang sudah sejak tiga hari lalu membuka ‘casinonya’ mendatangkan para penjudi dari kota Mdan dan luar daerah dengan pengamanan dari oknum berramput cepak serta berseragam. Meski masih terbilang baru dibuka, tapi permainan dengan mengguncang mata dadu itu membuat pengunjungnya tertarik.
“Sudah 3 hari bukanya, kemarin sempat tutup karena dimana-mana kena razia. Apalagi kalau sudah razia gabungan siapa yang berani,” celoteh, A Cong penjudi asal Medan.
Tanpa menyadari keberadaan wartawan, A Cong pun membeberkan suasana diarena permainan judi samkwang tersebut.”Buah dadu dikocok untuk menarik para pemain, kalau naluri judinya lagi bagus pasti apa yang dipasang kena. Tapi kalau fengshui lagi jelek berapapun uang dipasang habis,” bebernya.
Dalam perkembangannya perjudian jenis ini semakin banyak dimintai warga khususnya warga keturunan tionghua. Meski dilarang keras oleh hukum, tapi karena lemahnya mental aparat negara atau malah justru terlibat melindungi (beking) judi, membuat para bandar dan pemainnya semakin terang-terangan membuka lokasi perjudian.
Sudirman, seorang tokoh masyarakat di Medan Utara mengatakan, ketidak tegasan hukum dimata pelakunya menjadikan para bandar tidak merasa jera. Parahnya lagi, bandar judi justru menganggap hukum masih bisa dibandrol. Selain itu, keuntungan yang besar membuat bandar memilih berpindah dari profesi sebelumnya.
”Tidak ada ketegasan dari aparat penegak hukum membuat praktek perjudian kian merambah ke kawasan pinggiran. Karena sampai saat ini dari pelaku yang diangkap, tidak semuanya menjalani proses pengadilan,” katanya.
Menurut dia, permasalahan judi di Sumut khususnya di utara kota Medan sebenarnya merupakan tanggungjawab bersama pemerintah, Polri, TNI, MUI, ormas dan masyarakat. Namun umumnya yang terjadi, meski telah mengetahui adanya praktik perjudian pihak-pihak atau pimpinan institusi yang memegang tanggungjawab seperti acuh dan tak peduli.
”Kalau semua pihak mau duduk bersama seperti pemerintah, TNI Polri dengan melibatkan ormas keagamaan termasuk MUI (Majelis Ulama Indonesia) kemungkinan besar perjudian seperti ini bisa diberantas. Jangan lagi beranggapan itu tugas polisi dan biar polisi yang merazia. Tapi mari sama-sama persoalan yang telah mengakar ini kita tertibkan bersama, kalau dirazia ya melibatkan semua pihak,” pungkas dia.(abu/din)
Posting Komentar
Posting Komentar