BELAWAN| GLOBAL SUMUT
- Ketua DPC HNSI Kota Medan Zulfachri Siagian mengatakan, kehidupan
nelayan di Indonesia khususnya di kota Medan masih banyak hidup di bawah
garis kemiskinan , padahal sebagaimana kita ketahui Indonesia merupakan
negeri maritim kaya akan sumberdaya kelautan dan perikanan namun sangat
di sayangkan masyarakat nelayannya belum sejahtera.Jumat (08/02/2013).
Menurut ketua HNSI tersebut, salah satu faktor penyebabnya adalah masih doyannya Pemerintah mempersulit serta memberlakukan sejumlah pungutan terhadap perizinan operasional kapal ikan bahkan harga ikan di pasaran masih terbilang rendah ketimbang negara lain yakni Malaysia selaku negara tetangga. Bayangkan saja sejumlah pungutan malah diberlakukan yakni kapal ikan yang diatas 30 GT harus membayar PHP ke KKP pusat , untuk alat tangkap 50 GT membayar Rp 11, 5 juta/tahun sedangkan PI ukuran 50 GT sebesar Rp 40 juta pertahun yang dibayar didepan.
Sedangkan bila nelayan di Malaysia dibantu alat tangkap dan keperluan lainnya, bagi pemilik kapal yang memiliki izin penangkapan ikan malah diberikan 10 sen setara Rp 300 setiap kilonya dari hasil tangkapan
yang digunakan untuk perawatan kapal ikan, kerajaan Malaysia membayar ansuransi terhadap nelayan dengan konpensasi apabila meninggal di laut sebesar 100 ribu ringgit atau Rp 300 juta, kalau meninggal di darat 50 ribu ringgit setara Rp 150 juta.
Jika kapal ikan tersebut tak bisa kelaut dengan alasan ombak dan rusak biaya ini tak bisa dikembalikan.Ketika rombongan melihat pembongkaran ikan TPI PPSB mereka menanyakan harga ikan jenis kakap dijual sebesar Rp 25 ribu/Kg , bawal Rp 50 ribu/Kg. mereka sangat terkejut, karena di
malaysia jenis ikan kakap (Pekjo) dihargai Rp 30 ringgit atau Rp 90 ribu sementara bawal seharga 50 ringgit atau Rp 150 ribu. Sedangkan di Indonesia khususnya di PPSB bila tak mengikuti ansuransi paling-paling nelayan tewas di laut oleh pihak pengusaha hanya sekedar diberi uang duka sebesar Rp 10 juta dan hingga kini masih banyak nelayan kita yang belum beransuransi.
Dari sini kita bisa melihat kenapa nelayan Malaysia lebih sejahtera, dengan biaya operasional yang rendah tapi menjual dengan harga yang tinggi sehingga mendapat keuntungan besar sehingga mereka bisa
melakukan tour atau study banding ke negara- negara lain.(Abu /Salim/Blw)
Menurut ketua HNSI tersebut, salah satu faktor penyebabnya adalah masih doyannya Pemerintah mempersulit serta memberlakukan sejumlah pungutan terhadap perizinan operasional kapal ikan bahkan harga ikan di pasaran masih terbilang rendah ketimbang negara lain yakni Malaysia selaku negara tetangga. Bayangkan saja sejumlah pungutan malah diberlakukan yakni kapal ikan yang diatas 30 GT harus membayar PHP ke KKP pusat , untuk alat tangkap 50 GT membayar Rp 11, 5 juta/tahun sedangkan PI ukuran 50 GT sebesar Rp 40 juta pertahun yang dibayar didepan.
Sedangkan bila nelayan di Malaysia dibantu alat tangkap dan keperluan lainnya, bagi pemilik kapal yang memiliki izin penangkapan ikan malah diberikan 10 sen setara Rp 300 setiap kilonya dari hasil tangkapan
yang digunakan untuk perawatan kapal ikan, kerajaan Malaysia membayar ansuransi terhadap nelayan dengan konpensasi apabila meninggal di laut sebesar 100 ribu ringgit atau Rp 300 juta, kalau meninggal di darat 50 ribu ringgit setara Rp 150 juta.
Jika kapal ikan tersebut tak bisa kelaut dengan alasan ombak dan rusak biaya ini tak bisa dikembalikan.Ketika rombongan melihat pembongkaran ikan TPI PPSB mereka menanyakan harga ikan jenis kakap dijual sebesar Rp 25 ribu/Kg , bawal Rp 50 ribu/Kg. mereka sangat terkejut, karena di
malaysia jenis ikan kakap (Pekjo) dihargai Rp 30 ringgit atau Rp 90 ribu sementara bawal seharga 50 ringgit atau Rp 150 ribu. Sedangkan di Indonesia khususnya di PPSB bila tak mengikuti ansuransi paling-paling nelayan tewas di laut oleh pihak pengusaha hanya sekedar diberi uang duka sebesar Rp 10 juta dan hingga kini masih banyak nelayan kita yang belum beransuransi.
Dari sini kita bisa melihat kenapa nelayan Malaysia lebih sejahtera, dengan biaya operasional yang rendah tapi menjual dengan harga yang tinggi sehingga mendapat keuntungan besar sehingga mereka bisa
melakukan tour atau study banding ke negara- negara lain.(Abu /Salim/Blw)
Posting Komentar
Posting Komentar