AEK KANOPAN| GLOBAL SUMUT - Penggunaan dan Bantuan
Operasional Sekolah ( BOS) tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah
Pertama( SMP) di Kabupaten Labuhanbatu Utara ( Labura) disinyalir tidak
transfaran .
Hal ini dikatakan oleh Direktur investigasi (Dirsus) Komisi Pencari Fakta Indefenden –Republik Indonesia
( KPFI-RI) Labuhanbatu Utara Pander Sinaga Sabtu(10/2).
Lebih lanjut di jelaskan Pander Sinaga , hasil investigasi
diseluruh sekolah tingkat SD dan SMP di Kecamatan Kualuh Leidong dan Kecamatan
Kualuh Hilir tidak ada papan pengumuman penggunaan dana BOS diduga tidak
mematuhi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Permendikbud) No 50 tahun 2011, karena point utamanya tidak
mengumumkan penggunaan dana BOS di papan pengumuman sekolah masing –masing,
seperti dalam formulir BOS-04,artinya tidak transfaran kepublik.katanya.
Pada hal , menurut Permendikbub
No 50 tahun 2011, dijelas, sekolah harus mengumumkan dipapan pengumuman sekolah
penggunaan dan penyaluran dana BOS, namun para Kepala sekolah ( Kepsek) tingkat
SD dan SMP tidak mengindahkan peraturan tersebut. Sehingga , penggunaan dana
BOS itu hanya diketahui oleh pihak Kepsek, Bendahara BOS, Komite sekolah, serta
Manager dana BOS Kabupaten.
Salah seorang sumber Dinas
Pendidikan yang dikonfirmasi Wartawan GLOBAL SUMUT
yang minta jati dirinya tidak dipublikasikan mengatakan
Sabtu(9/2), memang bila kita melihat aliran dana BOS yang diterima para Kepsek
itu sangat cukup besar, namun dana BOS tersebut tidak sesuai penggunaannya
seperti yang tertuang dalam peraturan penggunaan dana BOS. Karena, masih ada
terdapat para guru disekolah masing –masing masih melakukan penjualan buku pada
murid , dan bahkan pengutipan yang tidak jelas peruntukannya.katanya.
Terkait dugaan penyalah gunaan Dana Bos di Wilayah Kab.Labura, Manager Dana BOS Dinas Pendidikan
Kabupaten Labuhanbatu Subekti belum dapat dikonfirmasi Globalsumut.com
Seperti mana diketahui Anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2012 naik 43,75 persen menjadi Rp23,5 triliun dari sebelumnya Rp16 triliun. Dengan nilai itu seharunya pendidikan di tingkat SD dan SMP sudah gratis semuanya. Tidak perlu ada lagi pungutan apapun.
Persoalannya memang harus kembali kepada pengurus sekolah dalam mengelola dana yang diterima. Karena dalam praktik di lapangan, masih saja ada pungutan yang dikemas dalam berbagai alasan terhadap anak didik.
Banyak dalih yang diajukan untuk memuluskan kemasan pungutan itu mulai sumbangan sukarela sampai yang suka-suka, sehingga anak didik tak bisa lagi berkelit. Lalu timbul pertanyaan, kemana saja dana BOS yang dialirkan dari dana APBN tersebut.
Menteri Pendidikan Muhammad Nuh menegaskan agar melaporkan oknum yang menciptakan modus-modus untuk menghalalkan pungutan itu. Apalagi setelah dana BOS dinaikkan menjadi Rp23,5 triliun. “Laporkan siapa saja yang melakukan penyimpangan anggaran BOS. Kalau ada ya laporkan saja pasti akan ditelusuri apalagi sudah ada bukti-buktinya,” kata Muhammad Nuh.
Mendikbud juga merespon sikap pesimistis publik atas pengelolaan dana BOS. Untuk itu, Nuh meminta pihak sekolah harus berpartisipasi aktif dalam pengelolaan dana BOS. Tujuannya, agar tidak ada kecurigaan yang berlebihan yang ditudingkan kepada pengelolaan dana BOS.
“Sekoah harus aktif dalam menyampaikan informasi dana BOS. Siapa saja bisa mengetahui aliran dana BOS. Bila perlu, sebelum orang tua murid atau siapa saja ingin bertanya sudah bisa terpampang di depan sekolah. Sehingga tidak ada kecurigaan,” katanya.
Dengan partisipasi aktif sekolah, diharapkan dapat menekan kecurigaan yang berlebihan dan membangun optimisme semua pihak jika bantuan BOS. Sehingga pada masa yang akan datang dapat tersalur dengan lebih baik, tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat penggunaan.
“Sekolah harus berpartisipasi aktif. Jangan nunggu ditanya baru dikasih tahu. Pajang surat pertanggungjawaban di papan pengumuman agar semua bisa tahu, atau jika perlu bagikan ke masing-masing orangtua siswa,” paparnya.
Mendikbud menyatakan anggaran BOS dikucurkan tidak lain adalah untuk membangun dunia pendidikan lebih maju. Betapa tidak, anggaran Rp23,5 triliun untuk 27,2 juta siswa sekolah dasar dan 9,4 juta siswa SMP pada 2012 merupakan komitmen pemerintah yang peduli kepada dunia pendidikan.
“Kenaikan BOS untuk siswa SD dari Rp397.000 per anak per tahun naik menjadi Rp580.000 per anak per tahun. Sedangkan dan kenaikan anggaran BOS untuk siswa SMP dari Rp570.000 per anak per tahun menjadi Rp710.000 per anak per tahun,” ucapnya.
“BOS sudah dinaikan rehabilitasi sekolah juga sudah. Jadi jangan ada lagi pungutan-pungutan.”
Semua ini, sebagai upaya meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan. “Diharapkan dapat menghasilkan wajib belajar 9 tahun yang bermutu dan berkualitas,” jelasnya.
Pemerintah juga akan memperluas cakupan BOS untuk SMA dan SMK dengan nilai Rp1 triliun. Angka untuk menjangkau sembilan juta siswa. “Kita mulai rintis bagi siswa SMA/SMK ” jelasnya. “Ini upaya untuk mewujudkan wajib belajar 12 tahun, dengan nominal sebesar Rp120 ribu per tahun untuk setiap siswa.”
(Andi / Untung / Labura)
Seperti mana diketahui Anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2012 naik 43,75 persen menjadi Rp23,5 triliun dari sebelumnya Rp16 triliun. Dengan nilai itu seharunya pendidikan di tingkat SD dan SMP sudah gratis semuanya. Tidak perlu ada lagi pungutan apapun.
Persoalannya memang harus kembali kepada pengurus sekolah dalam mengelola dana yang diterima. Karena dalam praktik di lapangan, masih saja ada pungutan yang dikemas dalam berbagai alasan terhadap anak didik.
Banyak dalih yang diajukan untuk memuluskan kemasan pungutan itu mulai sumbangan sukarela sampai yang suka-suka, sehingga anak didik tak bisa lagi berkelit. Lalu timbul pertanyaan, kemana saja dana BOS yang dialirkan dari dana APBN tersebut.
Menteri Pendidikan Muhammad Nuh menegaskan agar melaporkan oknum yang menciptakan modus-modus untuk menghalalkan pungutan itu. Apalagi setelah dana BOS dinaikkan menjadi Rp23,5 triliun. “Laporkan siapa saja yang melakukan penyimpangan anggaran BOS. Kalau ada ya laporkan saja pasti akan ditelusuri apalagi sudah ada bukti-buktinya,” kata Muhammad Nuh.
Mendikbud juga merespon sikap pesimistis publik atas pengelolaan dana BOS. Untuk itu, Nuh meminta pihak sekolah harus berpartisipasi aktif dalam pengelolaan dana BOS. Tujuannya, agar tidak ada kecurigaan yang berlebihan yang ditudingkan kepada pengelolaan dana BOS.
“Sekoah harus aktif dalam menyampaikan informasi dana BOS. Siapa saja bisa mengetahui aliran dana BOS. Bila perlu, sebelum orang tua murid atau siapa saja ingin bertanya sudah bisa terpampang di depan sekolah. Sehingga tidak ada kecurigaan,” katanya.
Dengan partisipasi aktif sekolah, diharapkan dapat menekan kecurigaan yang berlebihan dan membangun optimisme semua pihak jika bantuan BOS. Sehingga pada masa yang akan datang dapat tersalur dengan lebih baik, tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat penggunaan.
“Sekolah harus berpartisipasi aktif. Jangan nunggu ditanya baru dikasih tahu. Pajang surat pertanggungjawaban di papan pengumuman agar semua bisa tahu, atau jika perlu bagikan ke masing-masing orangtua siswa,” paparnya.
Mendikbud menyatakan anggaran BOS dikucurkan tidak lain adalah untuk membangun dunia pendidikan lebih maju. Betapa tidak, anggaran Rp23,5 triliun untuk 27,2 juta siswa sekolah dasar dan 9,4 juta siswa SMP pada 2012 merupakan komitmen pemerintah yang peduli kepada dunia pendidikan.
“Kenaikan BOS untuk siswa SD dari Rp397.000 per anak per tahun naik menjadi Rp580.000 per anak per tahun. Sedangkan dan kenaikan anggaran BOS untuk siswa SMP dari Rp570.000 per anak per tahun menjadi Rp710.000 per anak per tahun,” ucapnya.
“BOS sudah dinaikan rehabilitasi sekolah juga sudah. Jadi jangan ada lagi pungutan-pungutan.”
Semua ini, sebagai upaya meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan. “Diharapkan dapat menghasilkan wajib belajar 9 tahun yang bermutu dan berkualitas,” jelasnya.
Pemerintah juga akan memperluas cakupan BOS untuk SMA dan SMK dengan nilai Rp1 triliun. Angka untuk menjangkau sembilan juta siswa. “Kita mulai rintis bagi siswa SMA/SMK ” jelasnya. “Ini upaya untuk mewujudkan wajib belajar 12 tahun, dengan nominal sebesar Rp120 ribu per tahun untuk setiap siswa.”
(Andi / Untung / Labura)
Posting Komentar
Posting Komentar